Tahun        : 1441 H/2020 M
A. Pendahuluan
Perceraian dalam hukum keluarga, termasuk dalam konteks hukum Islam, merupakan proses kompleks. Kemajuan teknologi, seperti gadget dan media sosial, memunculkan pertanyaan tentang keabsahan perceraian melalui media tersebut dalam hukum Islam. Dalam Islam, pernikahan dianggap suci dan perceraian dianggap sebagai langkah terakhir setelah upaya rekonsiliasi dan mediasi yang baik. Proses perceraian dalam hukum Islam melibatkan aturan yang ditetapkan dalam Al-Qur'an dan Hadis.
Dalam perceraian melalui gadget, penting untuk memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan dalam hukum Islam, seperti persetujuan suami dan istri, alasan yang sah, dan pemenuhan prosedur yang ditetapkan. Perceraian melalui pesan teks atau media sosial mungkin tidak memenuhi syarat-syarat tersebut, kecuali jika semua elemen yang diperlukan dipenuhi secara sah. Penting juga untuk memastikan bahwa proses perceraian melalui gadget dilakukan dengan keadilan dan berdasarkan hukum yang berlaku, termasuk memperhatikan hak-hak semua pihak yang terlibat. Namun, perlu dipertimbangkan keabsahan dan keberlanjutan perceraian dalam pandangan hukum Islam. Hukum Islam mungkin mengharuskan persidangan formal atau proses hukum yang melibatkan pihak-pihak yang terlibat dalam perceraian. Oleh karena itu, perceraian melalui gadget tidak selalu dianggap sah dalam konteks hukum Islam.
Pada kesimpulannya, meskipun teknologi telah mengubah cara kita berinteraksi dan melakukan proses administratif, proses perceraian dalam hukum Islam tetap memiliki ketentuan dan syarat-syarat yang harus dipatuhi. Perceraian melalui gadget atau media sosial mungkin tidak diakui sebagai perceraian yang sah dalam hukum Islam, kecuali jika semua prosedur hukum dan syarat-syarat telah dipenuhi dengan benar. Konsultasi dengan otoritas agama atau ulama sangat disarankan bagi pasangan yang ingin menceraikan diri melalui gadget atau media sosial. Rekonsiliasi dan mediasi sebelum perceraian sebaiknya juga diutamakan. Selain itu, penting untuk mempertimbangkan dampak jangka panjang dan pertimbangan etika dalam menggunakan gadget atau media sosial dalam konteks perceraian. Rekonsiliasi, mediasi, dan penyelesaian yang adil sebaiknya menjadi prioritas sebelum memutuskan untuk menceraikan diri melalui gadget.
B. Alasan Memilih Judul SkripsiÂ
Review skripsi yang saya ambil berjudul "Tinjauan Hukum Islam Terhadap Perceraian Melalui Gadget" saya pilih dengan alasan untuk memahami pandangan hukum Islam terhadap perceraian melalui gadget. Dalam Islam, pernikahan dianggap suci, dan perceraian hanya diizinkan setelah upaya rekonsiliasi dan mediasi yang memadai. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk meneliti persyaratan dan prosedur yang harus dipenuhi agar perceraian melalui gadget sesuai dengan prinsip-prinsip agama. Selain itu, tinjauan ini akan mengidentifikasi isu-isu terkait validitas dan kelanjutan perceraian melalui gadget menurut hukum Islam. Mungkin diperlukan persidangan formal atau proses hukum dalam Islam yang melibatkan pihak-pihak yang terlibat dalam perceraian. Melalui review ini, diharapkan dapat memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang perspektif agama terkait penggunaan gadget dalam proses perceraian.
Selain aspek hukum, review ini juga akan mencakup pertimbangan etika dan dampak psikologis dari perceraian melalui gadget. Penggunaan gadget dan media sosial dapat mempengaruhi privasi, meningkatkan konflik, dan memunculkan masalah baru terkait dengan penyebaran informasi pribadi secara online. Dengan demikian, review ini bertujuan untuk menyoroti pentingnya berpikir matang sebelum memutuskan untuk menceraikan diri melalui gadget. Secara keseluruhan, tinjauan hukum Islam terhadap perceraian melalui gadget merupakan topik yang relevan dan penting dalam masyarakat modern. Dengan mempertimbangkan pandangan agama dalam memahami perceraian melalui gadget, diharapkan dapat memberikan panduan yang lebih baik bagi pasangan yang ingin menceraikan diri dan memastikan pemenuhan hak-hak semua pihak yang terlibat.
C. Pembahasan Hasil Review
Skripsi tersebut membahas mengenai fenomena perceraian yang dilakukan melalui media teknologi, khususnya gadget, di Kampung Buyut Udik, Kecamatan Gunung Sugih, Kabupaten Lampung Tengah. Teks ini menyajikan dua kasus perceraian yang melibatkan pasangan suami-istri yang berkomunikasi melalui telepon genggam dan jejaring sosial. Dalam skipsi tersebut, ditegaskan bahwa perceraian seharusnya dilakukan dengan cara yang makruf, yaitu melalui prosedur yang sesuai dengan hukum Islam dan dihadapkan ke pengadilan agama. Namun, fenomena perceraian melalui gadget menimbulkan pro dan kontra di masyarakat sekitar, terutama karena ketidaktahuan apakah perceraian melalui gadget dapat diurus di pengadilan agama.
Kasus pertama melibatkan pasangan suami-istri yang memutuskan untuk bekerja di luar negeri untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga, yang menggambarkan kasus perceraian antara Ibu Sulis Setiawati dan suaminya, Agus Triono. Suami berangkat bekerja di luar negeri dan kurang berkomunikasi dengan istri, yang menyebabkan ketegangan dalam rumah tangga. Akhirnya, suami mengirim SMS talak kepada istri dan menghubungi dua orang kerabat sebagai saksi. Masalah ini masih belum diurus di pengadilan karena belum ada kejelasan apakah talak melalui gadget dapat diterima di pengadilan agama. Kasus kedua mirip dengan kasus pertama, yang melibatkan pasangan Ibu Sunarni dan Bapak Wahyono. Suami juga pergi ke luar negeri setelah pernikahan mereka yang singkat. Istri berusaha menghubungi suami namun tidak mendapatkan respons. Istri melakukan upaya mencari suami, termasuk dengan menggunakan detektif, namun tidak berhasil. Istri mengirimkan surat cerai kepada suami, namun tidak ada balasan dan perceraian tersebut belum diurus di pengadilan.