Keempat, secara materil, mudik adalah momentum meludeskan uang THR (Tunjangan Hari Raya) yang diperoleh dari tempat kerja. Sebab seringkali nilai total THR yang didapat tidak cukup atau pas-pasan atau bahkan kurang untuk biaya mudik.
Saya mengobrol dengan beberapa pemudik ke wikayah Jawa Tengah, yang mudik sekeluarga dengan kendaraan pribadi, rata-rata mengahbiskan dana antara Rp10 hingga Rp15 juta.
Jika mudik ke luar pulau Jawa, dengan naik pesawat, biaya mudik bisa sampai dua atau tiga kali lipat dari biaya mudik di Pulau Jawa. Apalagi harga tiket tahun 2023 ini, relatif lebih tinggi dibanding harga tiket pada musim mudik tahun lalu, 2022.
Karena itu muncul selorohan di kalangan pemudik, setiap dana akan habis sesuai dengan peruntukannya. Maksudnya, THR akan ludes juga pada momentum lebaran.
Kelima, tentu ada juga sebagian kecil pemudik yang menjadikan momentum pulang kampung hanya sekedar memanfaatkan waktu liburan, yang biasanya berlangsung sekitar sepekan. Daripada tidak mudik, misalnya bertahan di Jakarta atau kota-kota provinsi besar lainnya, dan tak ada kegiatan selama liburan, ya mending pulang kampung.
Saya mengenal beberapa teman non-Muslim yang tiap tahun relatif rutin ikut-ikutan melakukan ritual mudik lebaran, sambil liburan bersama keluarga. Meskipun dengan risiko ikut terjebak oleh suasana bermacet-macet ria di jalur mudik.
Keenam, makna kata "kampung" bagi setiap pemudik, sebenarnya relatif sama antara mereka yang benar-benar mudik ke kampungnya di desa, dengan pemudik yang pulang ke kota asalnya.
Sebagai contoh, pemudik yang pulang ke kota Semarang atau Yogyakarta, juga dimaknai "pulang kampung". Padahal Semarang dan Yogyakarta adalah kota.
Sebab, setiap orang secara alami akan lebih dekat dengan rumah yang menjadi tempat kelahirannya. Akrab dengan teman sepergaulan di masa kecil sampai sekokah tingkat menengah atas di lingkungan rumah dan gang-gang kecil di kotanya.
Ketujuh, sebagian pemudik memanfaatkan musim mudik untuk melakukan kegiatan reunian dengan teman-teman sepergaulan atau berdasarkan almamaternya.
Tujuannya, merawat hubungan dengan teman-teman satu angkatan di sekolah, terutama di tingkat sekolah menengah: SMP atau SMA.