Konflik bersenjata di Khartoum saat ini sebenarnya sudah lama diprediksi akan meletus. Tinggal menunggu waktu saja. Karena memang agak aneh, di sebuah negara, ada dua kubu militer yang berseragam, pangkat panglima tertingginya sama (jenderal) dan masing-masing mengklaim legitimasi.
Pertempuran itu berlangsung antara Sudan Army Forces (SAF), tentara resmi Sudan pimpinan Jenderal Abdul Fattah Al-Burhani melawan pasukan RSF (Rapid Support Forces), milisi bersenjata dan berseragam pimpinan Jenderal Mohamed Hamdan Daglo.
Sebagai catatan RSF (Rapid Support Forces) adalah unit militer yang lebih mirip milisi, yang dibentuk oleh mantan Presiden Sudan Omar Al-Bashir pada 2013, untuk melindungi rezim dan pribadinya. Kemudian pada 2017, posisinya dilegitimasi sebagai militer resmi melalui undang-undang.
Namun pada 2019, pasukan SAF dan RSF bergabung untuk mengkudeta Omar Al-Bashir.
Selanjutnya, Jenderal Abdul Fattah Al-Burhani, sebagai panglima SAF juga menjabat sebagai Kepala Dewan Militer (Head of the Military Council). Sementara Jenderal Mohamed Hamdan Daglo menjabat sebagai Wakil Dewan Militer (Deputy Head of  the Military Council). Keduanya dipercaya memfasilitasi dan mengantar pembentukan Pemerintahan Sipil, yang hingga ini masih tertatih-tatih.
Namun keduanya sejak awal sudah bersaing. Bagi Jenderal Abdul Fattah Al-Burhani, panglima SAF, pasukan RSF pimpinan Daglo adalah kekuatan pemberontak.
Yang menjadi persoalan, secara relatif, kekuatan jumlah personil kedua kubu tersebut memang relatif berimbang. SAF disebut terdiri dari 100.000 pasukan aktif plus 100.000 pasukan cadangan.
Sementara RFS diklaim juga memiliki pasukan sekitar 100.000 prajurit (tanpa pasukan cadangan).
Dengan kata lain, untuk melakukan pertempuran kota, kedua kubu militer tersebut relatif berimbang.
Catatan: