Mendadak alim, setelah itu kendur lagi
Lalu Ramadhan tiba. Di siang hari, kantor-kantor dan tempat kerja lainnya umumnya akan mengubah jam kerja (pulang kerja lebih awal), dengan alasan mungkin agar para pekerja dan pegawai bisa berbuka puasa di rumah bersama keluarganya.
Masjid-masjid dan mushala-mushala di tempat kerja biasanya lebih ramai jemaah shalat zhuhur dan ashar-nya, lengkap dengan Kultum (kuliah tujuh menit)-nya. Tapi situasi ini umumnya hanya berlangsung satu pekan pertama Ramadhan. Setelah itu, suasananya akan kembali ke kondisi normalnya.
Di malam hari, tarwihan di masjid-masjid juga akan terlihat lebih meriah sejak malam kedua Ramadhan. Ada yang tarwih depalan atau dua puluh rakaat (perbedaan jumlah rakaat tarwih ini, bagi saya, juga sudah selesai). Sebab qiyamullail (shalat di malam hari), dua rakaat saja pun dimungkinkan. Dan setiap qiyamullail di bulan ramadhan dapat dikategorikan tarwihan.
Dan tentu saja, kegiatan paling menonjol selama Ramadhan adalah makan sahur. Di beberapa tempat ada sekelompok warga yang khusus berkeliling membangunkan warga untuk sahur, dengan teriakan yang populer: sahur-sahur, sahur-sahur.
Takjil gratis untuk pelintas jalan
Selama beberapa tahun terakhir, ada tradisi baru yang cukup menarik dan layak digalakkan. Sekelompok orang terlihat membagi-bagikan secara gratis makan-minum pembatal puasa (takjil) untuk pelintas jalan.
Di negara-negara Arab, kegiatan membagikan secara gratis makanan-minuman pembatal puasa ini lebih populer dengan sebutan maidaturrahman (meja makan Tuhan)
https://www.kompasiana.com/nashikhun/5512e547a33311b068ba7d68/bingung-untuk-berbuka-puasa-di-mesir
THRÂ
Sejak minggu kedua Ramadhan, berita-berita di berbagai media konvensional dan medsos, juga di ruang-ruang kerja (kantoran-pabrik-dll), akan sarat perbincangan soal THR (Tunjangan Hari Raya).