Rangkaian ritual dan kegiatan tahunan terkait Ramadhaan bisa berlangsung selama sekitar 100 hari atau lebih dari tiga bulanan. Sebuah perhelatan yang mirip karnaval dan sarat muatan sosial-budaya-ekonomi dan keagamaan.
Persiapan spritual sejak Rajab dan Sya'ban
Mereka yang dikategorikan disiplin secara syariat akan mulai mempersiapkan diri menyambut Ramadhan sejak awal bulan Rajab (dua bulan sebelum Ramadhan). Hal ini mengacu pada sabda-doa Nabi yang berbunyi: "Ya Allah, berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya'ban, dan perkenankan kami menjalani Ramadhan". Jujur, saya bukan termasuk dalam kateogori ini.
Memasuki bulan Sya'ban, sebagian Muslim akan saling berbagi tentang keutamaan puasa nisfu sya'ban (puasa pertengahan bulan atau tanggal 15 Sya'ban). Dan tentu saja, puasa Senin-Kamis dan puasa Ayyamul-bidh (tanggal 13-14-15 bulan Sya'ban). Sebagian kecil mungkin berpuasa Nabi Daud di bulan Sya'ban (puasa sehari on, sehari off). Ini juga mengacu pada riwayat yang menyebutkan, di luar bulan Ramadhan, Nabi paling banyak berpuasa di bulan Sya'ban.
Sebenarnya, bagi yang menyadari dan melakoninya, persiapan menyambut Ramadhan sejak bulan Rajab dan Sya'ban lebih bersifat spritual. Melatih dan membiasakan diri dalam hal menahan lapar dan dahaga, sebelum Ramadhan tiba.
Sidang isbat awal Ramadhan
Di akhir bulan Sya'ban, seperti diketahui, perhatian umat tertuju pada perhelatan sidang isbat untuk menentukan awal Ramadhan oleh mereka yang menganut paham rukyat.
Sebab, ada kelompok umat yang jauh sebelumnya sudah memastikan awal Ramadhan berdasarkan ilmu hisab, sehingga mereka tidak peduli lagi pada acara sidang isbat, yang biasanya disiarkan langsung secara nasional.
Jujur, saya sudah lama tidak tertarik lagi mengikuti perdebatan soal hisab-atau-rukyah. Buat saya, kedua kubu itu (rukyah dan hisab) masing-masing memiliki argumentasi fikhinya. Dan saya cukup yakin bahwa perbedaan metoda hisab-rukyah ini akan kekal sampai akhir zaman. Sulit dibayangkan akan terjadi semacam solusi atau kompromi. Karena itulah, umat harus disadarkan bahwa perbedaan metode hisab-rukyat akan berlanjut.
Entah sejak kapan dimulai, satu dua hari menjelang Ramadhan, sebagian umat Islam akan sibuk saling mengucapkan selamat menyambut Ramadhan kepada keluarga-sahabat-kolega, sambil saling bermaaf-maafan (umumnya melalui media sosial). Kebisaan ini sebenarnya tidak memiliki acuan dalil ataupun sejarah. Tapi tradisi saling bermaaf-maafan baik saja, kapan pun dan di mana pun. Catatan: saya tidak terlalu antusias mengucapkan maaf-memaafkan jelang Ramadhan.