Panta rhei (semuanya mengalir, everything flows). Setelah bertugas sebagai Dubes RI untuk Kerajaan Belanda selama lebih dari 4 tahun, akhirnya Dubes I Gusti Agung Wesaka Puja (yang akrab dipanggil "Pak Puja”) akan meninggalkan Belanda pada 27 Juni 2020, kembali "mengalir" ke ibu pertiwi.
Artikel ini saya tulis secara personal, yang intinya membagi hasil pengamatan saya terhadap sepak terjang, kiprah dan jangkauan pergaulan Pak Puja pada empat level: sebagai diplomat; sebagai "orangtua" di kalangan komunitas diaspora WNI di Belanda, jejaknya dalam memperkuat hubungan Indonesia-Belanda, dan juga secara personal sebagai seorang manusia.
Jejak positif di kalangan diaspora Indonesia di Belanda
Selama kurang lebih 18 bulan, secara intens, saya mengamati respon komunitas Indonesia di Belanda terhadap Pak Puja, baik secara pribadi ataupun dalam kapasitasnya sebagai Dubes RI di Belanda.
Saya mengamati perbincangan tentang Pak Puja di berbagai group media sosial komunitas diaspora Indonesia di Belanda, misalnya di group Facebook "Indonesian Living in Holland" (yang beranggotakan hampir 8.000 orang). Kesimpulan saya: Pak Puja sukses meninggalkan kesan positif di kalangan hampir semua lapisan komunitas diaspora Indonesia di Belanda.
Sekedar bukti sederhana, di sini saya ingin mengutip salah satu postingan di group Indonesian Living in Holland (akun Vivi Soebono pada 26 Juni 2020): "... saya mengajak semua saudaraku masyarakat Indonesia di Belanda, kita sama-sama penuhi wall kita, pasang foto kita sedang berpose sama beliau yuk, di WALL FB KITA MASING MASING, supaya energi positif kita bersama foto itu mengantar Pak Puja terbang dengan selamat ke Indonesia... Saya ajak teman-teman untuk pasang foto mulai hari ini hingga tanggal 29 Juni, pas 5 hari".
Dan saya tahu, banyak sekali kelompok kecil komunitas WNI di Belanda, yang sebenarnya ingin melaksanakan "acara khusus" (misalnya mengundang makan) untuk mengucapakan terima kasih dan selamat jalan secara khusus kepada Pak Puja. Namun semuanya urung dilaksanakan karena alasan protokol kesehatan akibat wabah Covid-19.
Bahkan acara perpisahan Pak Puja di KBRI Den Haag pada 26 Juni 2020 pun dibuat secara sangat terbatas: jumlah peserta yang hadir langsung di tempat acara dibatasi; dan warga diaspora Indonesia lainnya di Belanda, diarahkan dan dipersilahkan mengikuti resepsi farewall itu secara online, melalui siaran langsung di Youtube dan/atau Zoom.
Pergaulan sesama diplomat asing
Di kalangan komunitas diplomat asing di Belanda, Pak Puja termasuk sala satu yang paling populer. Beberapa kali saya mengikuti langsung kehadiran Pak Puja di internal diplomat ASEAN di Belanda ataupun di kalangan korp diplomatik dari wilayah regional lainnya.
Dalam setiap acara komunitas Diplomat ASEAN di Belanda, penampilan dan sambutan Pak Puja selalu dinanti-nanti, karena dianggap sebagai figur yang tak pernah kehabisan ide untuk membuat nyaman semua orang dengan ide-ide segarnya.
Saya pernah sengaja ngobrol dan meminta komentar seorang Dubes dari Amerika Selatan tentang Pak Puja, dan Dubes dari Brazil berkomentar begini: "Your ambassdor (Mr. Puja) is a multi-talented figure, a diplomat par excellent".
Mengukuhkan hubungan RI-Belanda
Karena berbagai pertimbangan di bidang ekonomi-sosial-politik-historis, hubungan Indonesia-Belanda selama ini sebenarnya telah berjalan baik berdasarkan prinsip "saling menghargai dan orientasi menatap masa depan". Namun kehadiran Pak Puja sebagai Dubes RI di Belanda memberikan sentuhan dan bobot khusus.
Pembaca mungkin masih ingat, Raja Willem-Alexander dan Ratu Maxima dari Belanda berkunjung ke Indonesia pada Maret 2020. Dan kunjungan ini menjadi salah satu tonggak sejarah positif dalam hubungan Indonesia-Belanda.
Beberapa hari sebelum kunjungan itu, di Amsterdam ada acara seminar bertema "Indonesia and the Netherland: a Joint Future", yang dihadiri langsung oleh Raja Willem-Alexander dan Ratu Maxima.
Di akhir acara, di atas panggung utama, Raja-Ratu Belanda menerima cindera mata dari Pak Puja. Gesture tubuh Raja dan Ratu Belanda pada malam itu sungguh mengindikasikan keduanya merasa sangat nyaman didampingi oleh Pak Puja (lihat foto ilustrasi).
Foto itu sempat di-share di akun Twitter milik istana Kerajaan Belanda (@Koninklijk Huis, pada 18 Februari 2020). Lalu seorang diplomat dari negara Arab, kepada saya, berkomentar begini: "Luar biasa, Dubesmu. Jarang-jarang Raja-Ratu Belanda tampil senyaman dan seenjoy seperti itu ketika berfose besama diplomat asing yang bertugas di Belanda".
Dan jika kunjungan Raja-Ratu Belanda ke Indonesia dianggap sukses, maka salah satu faktor utamanya adalah Pak Puja. Terkait dengan sederet prestasi diplomasi ini, saya ingin meringkasnya dengan satu kalimat: Pak Puja adalah seorang diplomat yang tamat di bidangnya.
Pribadi yang santun
Seorang teman seangkatan Pak Puja di Kemenlu RI pernah bercanda-serius dengan mengatakan begini: "Pak Puja ini terlalu baik, dan itu nggak bagus juga, hehehe".
Ya, Pak Puja adalah figur yang khatam dalam soal spritual kemanusiaan, yang membangun relasi sosial sebagai investasi kemanusiaan. Dan faktor bahwa beliau orang asal Bali mungkin menjadi salah satu kunci utamanya.
Hampir semua komunitas Indonesia di Belanda yang pernah bergaul dan bersentuhan langsung dengan Pak Puja, mendapatkan kesan bahwa Pak Puja, sebagai manusia, adalah orang yang tidak lagi memiliki rasa angkuh.
Hasilnya adalah kesantunan yang prima. Padahal jika mau, beliau memiliki banyak pengetahuan dan pengalaman yang sebenarnya amat pantas diangkuh-angkuhkan. Tidak aneh bila hampir semua merasa "paling dekat" dengan beliau.
Terkait soal kesantunan ini, tidak berlebihan jika dikatakan, Pak Puja adalah figur yang melaksanakan salah satu petuah sufistik Islam yang mengatakan: Kesantunan dan penghargaanmu kepada orang lain sesungguhnya adalah kesantunan dan penghargaan untuk dirimu sendiri.
Bagi sebagian pembaca, ulasan singkat artikel ini mungkin akan dianggap berlebihan. Wajar saja. Tapi saya secara pribadi tidak punya kepentingan apa-apa dengan Pak Puja, dan artikel ini hanya ucapan terima kasih biasa, tidak lebih dan tidak kurang.
Ibarat ikan besar, Pak Puja adalah figur yang tak cukup hidup di kolam kecil. Karena setiap ikan besar tempatnya adalah samudera. Doa terbaik untuk Pak Puja dan keluarga, di manapun dan kapanpun.
Syarifuddin Abdullah | Den Haag, 26 Juni 2020/ 05 Dzulqa'dah 1441H
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H