Mohon tunggu...
syarifuddin abdullah
syarifuddin abdullah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat Seni dan Perjalanan

Ya Allah, anugerahilah kami kesehatan dan niat ikhlas untuk membagi kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Detik-detik Kematian Pemimpin IS Abu Bakar Al-Baghdady: Versi Amerika

31 Oktober 2019   06:14 Diperbarui: 31 Oktober 2019   14:56 2166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: diolah dari googlemap

Pada Ahad, 27 Oktober 2019, Presiden Amerika Donald Trump meng-Twitt "Something very big has just happened (sesuatu yang sangat besar baru saja terjadi". Tak lama kemudian, dengan bangga Trump muncul di layar televisi mengumumkan kematian pemimpin Islamic State (IS) Abu Bakar Al-Baghdady dalam suatu operasi militer di kampung terpencil di bagian utara Suriah pada Sabtu, 26 Oktober 2019. Sejauh ini, semua keterangan kematian Al-Baghdady merujuk pada versi Amerika.

Lokasi eksekusi: kampung Barisha

Lokasi penyergapan terjadi di sebuah kampung bernama Barisha di Suriah utara bagian barat, yang terletak sekitar 25 km ke arah utara dari kota Idlib (ibukota provinsi Idlib), dan hanya berjarak sekitar 5 km dari perbatasan terdekat Suriah-Turki, atau sekitar 10 km ke check-point perbatasan Bab Al-Hawa (lihat peta ilustrasi). Kampung Barisha berpenduduk sekitar 7000 (tujuh ribu) jiwa yang sebagian besar menggantungkan hidupnya pada bantuan kemanusiaan. Di Barisha juga terdapat beberapa kamp pengungsi.

Kampung Barisha juga hanya berjarak sekitar 5 km ke arah timur dari kampung Qalb Loze (salah satu dari 40 kampung Suriah yang masuk dalam daftar legasi peninggalan dunia oleh Unesco. Sebagai ilustrasi, di kampung Qalb Loze itulah terdapat sebuah gereja Bizantium, yang arsitekturnya konon mengilhami pembangunan Katedral Notre-Dame di Paris, Perancis.

Di kampung Barisha dan sekitarnya tidak terlihat pos-pos militer. Dan sejak 2015, Barisha termasuk bagian dari wilayah De-escalation Zones berdasarkan perjanjian antara Rusia-Iran-Turki yang diperkuat dengan resolusi DK PBB Nomor 2254 (2015).

sumber: diolah dari googlemap
sumber: diolah dari googlemap
Melacak posisi target

Menurut beberapa sumber, intensifikasi operasi pelacakan Al-Bagdhady telah dimulai sejak Mei 2019, oleh tim gabungan CIA Amerika dan SDF Kurdi. Operasi ini kemudian menghasilkan kesimpulan awal: Abu Bakar Al-Baghdady telah berpindah/bergeser dari wilayah Deir Al-Zhur ke wilayah Idlib yang berjarak sekitar 400 km.

Selanjutnya, posisi Al-Baghdady di Idlib sudah mulai terlacak sekitar September 2019, setelah salah satu istrinya ditangkap pada musim panas lalu. Sumber lain menyebutkan, posisinya relatif semakin dipastikan setelah seorang kurirnya ditangkap pada pertengahan Oktober 2019 atau sekitar dua minggu sebelum penyergapan.

Sumber lain menyebutkan, informasi tambahan tentang posisi Al-Baghdady juga diperoleh dari seorang pembantunya yang aktif mengantarkan logistik untuk Al-Baghdady, namun pembantunya itu kemudian memutuskan tidak loyal kepada Al-Baghadady, karena jengkel kepada IS setelah anggota keluarganya terbunuh oleh salah satu kelompok IS. Karena itu, sang pembantu itu mungkin akan mendapatkan semua atau sebagian dari hadiah sebesar 25 juta USD bagi siapapun yang memberikan informasi tentang keberadaan Al-Baghdady.

Informasi lain ditambahkan oleh SDF yang menyebutkan, operasi penyergapan dilakukan setelah berhasil mendapatkan satu pakaian berupa celana dalam Al-Baghdady, yang kemudian DNA-nya  dicocokkan dengan DNA utamanya yang telah diperoleh sebelumnya melalui salah satu anak Al-Baghdady secara sukarela.

Sebuah sumber Turki menyebutkan, Al-Baghdady sebenarnya baru berada atau tiba di TKP sekitar 48 jam (sekitar dua hari) sebelum penyerbuan, yakni sekitar Kamis  24 Oktober 2019.

Menyerbu target 

Setelah posisinya dipastikan, sebuah tim penyergap dari unit Delta disiapkan dan diberangkatkan dari sebuah pangkalan Amerika di bagian barat Irak. Sumber lain menyebutkan, Tim Delta berangkat dari arah Turki. Besar kemungkinan Tim Delta berangkat dari sebuah kapal induk yang berlabuh di salah satu titik di Laut Mediterrania. Sebagai perbandingan, tim yang membunuh Osama bin Laden pada 2011 berangkat dari sebuah kapal induk yang berlabuh di Laut Arab bagian utara Samudera Hindia.

Tim penyergap menuju sasaran dengan menggunakan 8 helikopter, plus beberapa drone. Jet tempur F16 juga dikerahkan untuk melancarkan serangan Rudal pendahuluan.

Tim Delta tiba di lokasi dengan 8 helikopter sekitar pukul 00.40 (Sabtu 26 Oktober 2019),  lalu pasukan mulai diturunkan dari helikopter di dekat sebuah bangunan rumah yang telah diidentifikasi sebagai lokasi domisili dan persembunyian Al-Baghdady bersama anggota keluarga dan pengawalnya. Belakangan diketahui bahwa rumah yang menjadi target penyergapan tersebut adalah milik seorang yang bernama Abu Muhammad Al-Halaby.

Sebelumnya, pimpinan pasukan Delta, melalui pengeras suara, mengimbau semua warga di sekitar rumah sasaran untuk meninggalkan lokasi. Kemudian suara ultimatum diarahkan ke rumah yang menjadi sasaran penyergapan, meminta agar penghuninya menyerah. Namun sekian detik kemudian, yang terjadi adalah aksi baku tembak yang mengakibatkan 7 orang tewas (3 laki-laki, 3 wanita dan 1 anak). 

Sesaat kemudian, Tim Delta mendeteksi orang yang dicurigai sebagai Al-Baghdady lari menuju sebuah terowongan, dan sesaat kemudian Al-Baghdady meledakkan dirinya dengan sebuah bom, yang menewaskan dirinya dan tiga anaknya. Dan seperti ditegaskan oleh Donald Trump, tidak satupun anggota pasukan Delta penyergap yang tewas dalam operasi. Belakangan diketahui bahwa pasukan Delta hanya menarik/membawa 2 jenazah, dan menangkap seorang anak muda di TKP.

Setelah itu, tim evakuasi yang ikut dalam Tim Delta memerlukan waktu sekitar 4 sampai 5 jam untuk mengumpulkan sisa-sisa tubuh Al-Baghdady dan keluarganya untuk dijadikan barang bukti. Tim melakukan tes DNA di TKP yang berlangsung sekitar 15 menit, dan berhasil mengidentifikasi 7 jenazah, satu di antaranya adalah anak-anak.

Karena itu, informasi yang mengatakan bahwa aksi tembak-menembak berlangsung lebih dari 4 jam mungkin maksudnya adalah rangkaian operasi, sejak penurunan pasukan dari helikopter sampai Tim Delta meninggalkan TKP, seluruhnya berlangsung antara 4 sampai 5 jam.

Menegaskan, diam dan meragukan

Banyak pihak yang langsung menerima keterangan satu pihak dari Amerika Serikat tentang kematian Al-Baghdady. Sebab memang tidak ada pihak lain yang memiliki bukti dan informasi kematian Al-Baghdady selain Amerika Serikat.

Sementara pihak Rusia mengatakan tidak punya informasi tentang operasi Amerika di wilayah Idlib, yang merupakan kawasan untuk mengurangi peningkatan ketegangan (de-escalatiion zones).

Keraguan itu muncul kerena sebelumnya, Al-Baghdady beberapa kali dinyatakan tewas. Pada 16 Juni 2017, Rusia juga pernah mengklaim berhasil menembak mati Al-Baghdady dalam sebuah serangan terhadap sebuah titik di dekat kota Raqqa, Suriah.

Negara-negara lain, termasuk sebagian besar sekutu utama Amerika di Eropa umumnya bersikap diam, no comment terhadap peryataan Donald Trump tentang kematian Al-Baghdady.

Catatan:

Pertama, kampung Barisha di Idlib selama ini dikenal sebagai wilayah yang dikontrol atau dikuasai oleh milisi Hai'ah Tahrir  El-Sham (koalisi yang dibentuk oleh Jabhat Nusrah/JN). Dan kita tahu, JN adalah musuh bebuyutan IS. Artinya, Al-Baghdady bersembunyi di wilayah yang dikuasai musuhnya. Di beberapa negara, termasuk di Indonesia, para buronan kelompok teroris biasanya memang memilih lokasi yang tidak diperkirakan: kadang memilih tempat sembunyi di dekat instansi keamanan, seperti kasus Osama bin Laden yang justru bersembunyi di rumah yang tak jauh dari akademi militer di Abottabad, Pakistan.

Pemilihan kampung Barisha sebagai lokasi persembunyian , yang nota bene dekat dengan perbatasan Suriah-Turki, juga menunjukkan bahwa Al-Baghdady tampaknya sedang mempersiapkan diri untuk menyeberang dari Suriah ke Turki.

Kedua, berbagai analisis sebelumnya menyebutkan bahwa Al-Baghdady bersembunyi di wilayah pertabasan Irak-Suriah. Kerena itu, di sini muncul pertanyaan besar: bagaimana caranya ia tiba di Idlib? Bahwa ia kemudian akhirnya tiba dan terbunuh di Idlib, sungguh sebuah pelarian yang menegangkan dan membingungkan. Karena untuk sampai ke Idlib, Al-Baghdady memerlukan perjalanan berjarak sekitar 400 km dari perbatasan Suriah-Irak, dan harus melewati berbagai titik yang dikuasai musuh-musuhnya: pasukan Kurdi dari unsur SDF (Syrian Defence Forces) yang disokong pasukan Amerika; milisi-milisi oposisi Suriah yang pro Turki; pasukan rezim Suriah sendiri yang didukung pasukan Rusia.

Ketiga, keberhasilan Al-Baghdady untuk lolos ke dan bersembunyi di Idlib mungkin disebabkan dua faktor: memanfaatkan jaringan penyelundup pengungsi, dan atau memanfaakan jaringannya di setiap wilayah.

Keempat, keberhasilan Al-Baghdady bersembunyi selama hampir lima tahun (2014 hingga 2019) juga merupakan petualangan yang menarik. Berpindah-pindah domisili bersama keluarga dan pengawal tentu bukan pekerjaan enteng. Sebab seperti lazimnya, buronan yang cerdas tidak mungkin menetap di satu titik dalam waktu yang lama. Konon, salah satu penyebab utama sehingga Al-Baghdady, anggota keluarga intinya dan para pengawalnya sulit terlacak, karena mereka tidak menggunakan alat komunikasi canggih yang gampang dilacak.

Kelima, dibanding kasus pembunuhan Osamah bin Laden di Abbottabad, Pakistan pada 2 Mei 2011 (di era Presiden Barack Obama), informasi tentang proses dan paska operasi pembunuhan Al-Baghdady jauh lebih sumir. Namun bisa diprediksi bahwa keping-keping jenazah Al-Baghdady dan orang-orang yang terbunuh bersamanya, akan mengalami nasib serupa dengan jenazah Osama Bin Laden: mungkin dibuang ke laut. Tidak akan ada nisan yang justru bisa menjadi inspirasi baru bagi pengikut dan simpatisannya.

Keenam, IS secara organisasi memang telah habis. Tidak lagi memiliki basis berpijak, para pimpinannya satu persatu terbunuh, dan kini pemimpin tertingginya Abu Bakar Al-Baghdady ikut terbunuh. Namun kematian seorang pemimpin dalam organisasi kelompok militan sekelas IS, tidak akan berpengaruh terhadap proses pergantian figur pemimpin pewarisnya. Sebab dalam tradisi organisasi-organisasi sekelas IS, figur pengganti/pewaris pucuk pimpinan biasanya sudah ditentukan sebelum kematian pucuk pimpinan yang sedang berkuasa. Artinya, setelah Al-Baghdady dipastikan tewas, maka pemimpin IS akan digantikan oleh figur lain secara otomatis, dan begitu seterusnya. Karena itu, pernyataan Donald Trump yang menegaskan bahwa figur potensial pengganti Al-Baghdady juga sudah dibunuh, pun tidak akan berpengaruh signifikan.

Ketujuh, kematian Abu Bakar Al-Baghdady menggembirakan banyak pihak, dan di sisi lain akan menjadi pukulan berat bagi para simpatisan dan pendukung IS di seluruh dunia. Tapi di sini segera muncul pertanyaan kunci yang tak gampang menjawabnya: apakah kematian Abu Bakar Al-Baghdady juga akan mengubur semangat para simpatisan dan pendukung IS untuk merevitalisasi kekhalifaan ala Islamic State (IS)? Sejarah mengajarkan: setelah kematian Osama bin Laden pada 2 Mei 2011, hanya perlu waktu sekitar 3 tahun setelah itu, lalu muncul figur Abu Bakar Al-Baghdady yang mendeklarsaikan berdirinya Islamic State di Mosul Irak pada 10 Juni 2014.

Syarifuddin Abdullah | 30 Oktober 2019/ 02 Rabi'ul-awwal 1441H

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun