Mohon tunggu...
syarifuddin abdullah
syarifuddin abdullah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat Seni dan Perjalanan

Ya Allah, anugerahilah kami kesehatan dan niat ikhlas untuk membagi kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Foodie Artikel Utama

Soal Menu Makanan, Pilih yang "Sepenuhnya Halal" atau "Separuh Halal"?

24 Juli 2019   02:48 Diperbarui: 24 Juli 2019   19:21 4436
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: Shutterstock

Yang banyak adalah masakan yang biasa disebut "kuliner ekstrem": gulai biawak, sate buaya, tongseng monyet dan sejenisnya. Tapi "kampung tengah" biasanya kan tak mau diajak kompromi. Solusinya: saya akhirnya mampir di sebuah restoran dan memesan menu Indomie rebus pake telur.

Situasi yang sama, saya temukan di Pattaya, Thailand pada pertengahan tahun 2014. Di sepanjang jalan Walking Street yang masyhur di Pattaya, beberapa restoran menyanyikan kuliner ekstrem: kalajengking sangrai dan ular goreng.

Sebelumnya lagi, saya punya pengalaman unik di Sydney Australia akhir tahun 2008: saya ditanya seorang kawan seperjalanan, apakah kanguru itu halal? Waktu itu, saya belum pernah melihat kanguru dari jarak dekat, dan dengan enteng menjawabnya: "Halal". Lalu kami pun makan di sebuah restoran dengan menu utama daging kanguru. Dagingnya terasa kenyal-kenyal gitu.

Besoknya, masih di Sydney, kami main ke kebun binatang. Dan saya kaget minta ampun setelah melihat kanguru dari jarak dekat. Setelah memperhatikan model cakar di kedua kakinya, saya pastikan daging kanguru bukan makanan halal (catatan: kapan waktu saya akan menulis khusus tentang tiga ciri utama binatang yang diharamkan untuk dimakan).

Dalam "situasi terkepung" oleh beragam menu makanan utama seperti itu, saya biasanya akan memilih menu yang relatif aman: ikan.

Tapi menu ikan pun bukan jaminan "satisfactory halal." Sebab ketika memesan menu salmon goreng, misalnya, sangat boleh jadi ikan itu digoreng dengan menggunakan minyak dan penggorengan, yang sebelumnya digunakan untuk menggoreng daging haram. Artinya, sisa-sisa lemak daging haram itu akan menyatu dengan ikan salmon. Akibatnya, kategorinya tetap unsatisfactory halal.

Dan bukan hanya soal menu makanan utama. Makanan pencuci mulut juga begitu. JIka bertanya kepada orang berpengalaman tentang coklat mana yang paling enak, mungkin ia akan menjawab "Belgium's chocolate is the best" (Coklat Belgia yang terbaik) dan paling enak. Seorang teman bercerita, salah satu faktor yang membuat coklat Belgia terasa enak, karena komponen alkoholnya relatif tinggi.

Di berbagai cafe di Belanda, kalau ngopi dan memesan kue apple pie (penganan apel) misalnya, lidah memang bisa "bergoyang dangdut" dibuatnya. Namun konon, menurut keterangan seorang teman, salah satu rahasia kenikmatan dan kelezatan kue-kue Belanda adalah karena campuran alkoholnya.

Makanan itu soal pilihan, sebelum menjadi persoalan selera. Hidup di negara-negara Eropa sampai Rusia, Amerika dan Asia Timur, dan ingin atau berusaha taat maksimal dalam soal menu makanan, ternyata memang bukan perkara gampang. Namun tetap bisa diupayakan, kalau mau.

Syarifuddin Abdullah | 23 Juli 2019/ 20 Dzul-qa'dah 1440H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun