Di akhir tahun 2017, ketika sedang berada di kota New York, Amerika Serikat, saya dan rombongan jalan bareng dengan seorang pemandu. Begitu tiba waktu makan malam, sang pemandu sekonyong-konyong bertanya santun begini: "For dinner, you want it satisfactory halal or unsatisfactory halal (Untuk makan malam, Anda mau makanan yang memenuhi semua syarat halal atau masakan yang tidak harus memenuhi semua syarat halal)?"
Terus terang, saat itu, saya tidak begitu paham pertanyaan itu. Tapi dengan mengandalkan feeling serta konteks tempat dan waktunya, saya menjawab spontan: "Unsatisfactory halal is ok (masakan yang tidak memenuhi semua syarat halal sudah cukup)".
Pertimbangan saya, di New York akan sulit mendapatkan masakan yang memenuhi semua syarat halal. Lalu kami pun makan di sebuah restoran, yang menunya berbahan dasar halal: daging kambing dan sapi.
Belakangan baru saya tahu, maksud "satisfactory halal (halal penuh)" adalah makanan yang memenuhi semua syarat halal. Misalnya ayam, kambing dan sapi yang disembelih dengan cara Islami, lalu dimasak tanpa bumbu yang haram. Peralatan masaknya pun khusus, dalam arti peralatan dapurnya tidak digunakan untuk memasak masakan haram.
Namun jenis makanan kategori "satisfactory halal" seperti ini cukup sulit ditemukan di negara-negara Amerika, Eropa sampai Rusia dan Asia Timur. Perlu upaya ekstra untuk menemukan dan mendapatkannya.
Sementara makanan yang dikategorikan "unsatisfactory halal (separuh halal)" adalah makanan yang sebenarnya halal (seperti ayam, kambing dan sapi), namun tidak bisa dipastikan apakah ayam, kambing dan sapi tersebut disembelih dengan cara Islami. Atau mungkin sebagian bumbunya haram (misalnya dicampur alkohol).
Ketika berada di Moskow pada Mei 2019, saya dan rombongan dijamu di sebuah restoran dengan menu utama: daging kambing panggang. Namun di daftar menu juga ada makanan berbahan dasar daging haram, yang juga dipanggang.
Lantas seorang teman nyeletuk bercanda: "Jangan khawatir, Pak. Panci yang digunakan merebus daging kambing itu biar empuk, berbeda dengan panci yang digunakan untuk merebus menu daging haram itu. Alat panggang dan minyak penyedapnya juga dipisahkan. Unsur-unsur bumbunya juga halal semua."
Mendengar itu, semua anggota rombongan menyimak. Lalu teman tadi melanjutkan: "Cuma alat tusuk yang digunakan untuk membolak-balik daging kambing di atas pemanggang, juga digunakan untuk membolak-balik menu daging haramnya." Mendengar komentar tambahan itu, semua anggota rombongan menyambutnya dengan tawa ngakak. Karena kami tahu bahwa penjelasan itu dimaksudkan untuk bercanda. Alat tusuknya kan bisa dicuci.
Dalam situasi seperti itu, sebagai bahan perbandingan, saya biasanya teringat dan kemudian menceritakan pengalaman pribadi sekitar tahun 2010, ketika dalam perjalanan dari kota Manado ke Bitung. Di sepanjang jalur antar dua kota di Sulawesi Utara itu, mata saya tak melihat satupun warung makan atau restoran yang menyajikan makanan halal.Â