Mohon tunggu...
syarifuddin abdullah
syarifuddin abdullah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat Seni dan Perjalanan

Ya Allah, anugerahilah kami kesehatan dan niat ikhlas untuk membagi kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Melihat Etalase Sosial dalam Kondangan

15 Juli 2018   15:00 Diperbarui: 16 Juli 2018   17:42 2162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernah ada masanya, kondangan pernikahan identik dengan kado. Dan toko kado berseliweran di berbagai tempat. Ketika itu, kado menunjukkan kelas sosial. Semakin besar kadonya, terkesan makin bergengsi. Namun ternyata kado memicu pekerjaan tambahan bagi shahibu-bait, dan sialnya, banyak kado yang ternyata tak diperlukan, dan sebagian akhirnya dititipkan di gudang, atau dibagikan ulang kepada keluarga mempelai.

Akhirnya, muncul semacam protes: pernah ada masanya, di kertas undangan akan tercantum tulisan penolakan santun begini: "Terima kasih untuk tidak membawa berupa kado". Tren kemudian bergeser, kembali ke amplop duit.

Selain simpel, amplop memang tak merepotkan, bagi tamu ataupun tuan rumah. Persoalannya, nilai isi amplop tak bisa diduga. Kalau tamu mengisinya dalam nilai besar, namanya akan ditulis jelas, jika perlu dengan huruf kapital.

Kalau giliran mengisinya agak-agak tipis, ya, nggak pake nama. Yang penting mengisi buku undangan dan terlihat memasukkan amplop di kotak yang telah disediakan. Etalase sosial.

Bagi wanita, ibu-ibu sosialita, kondangan adalah momentum istimewa, yang sebisa mungkin tak terlewatkan. Pesta perkawianan adalah kesempatan menampilkan baju dan sandal baru, perhiasan baru dan juga dandanan baru. 

Bahkan, konon, banyak wanita sosialita yang punya peraturan yang diberlakukan secara ketat: pantang mengenakan satu stel pakaian untuk dua pesta. Artinya, tiap kondangan harus membeli (atau bisa juga menyewa) setelan baru.

Bisa dibayangkan repotnya, bila harus kondangan untuk dua-tiga pernikahan dalam satu hari.

Fenomena lain dalam berpakaian di kondangan adalah setelan satu pasang, suami-istri, pasangan pacaran pria-wanita, atau pasangan selingkuhan. Motif dan warna harus serasi, termasuk perhiasannya.

Di beberapa daerah, perhiasan emas akan menjadi penanda utama etalase sosial. Jangan heran bila melihat seorang wanita, yang dua lengan bawahnya dipenuhi gelang emas atau sejenis emas. Lengkap dengan kalung, anting, bros dan cincin. Untung saat ini, di pasar tersedia barang imitasi yang tampilannya persis seperti emas. Lagi-lagi etalase sosial.

Bahkan kondangan di kampung pun bisa terasa etalase sosialnya. Di beberapa daerah bagian timur Indonesia, tamu umumnya diperlakukan berdasarkan garis keturunan ningrat lalu kelas ekonomi dan ketokohannya dalam masyarakat. Tamu yang sudah haji atau hajah, meski bukan ningrat, umumnya akan diperlakukan khusus dibanding tamu yang belum haji.

Dan kendaraan yang ditumpangi ke pesta juga menunjukkan kelas. Giliran naik motor, di parkir agak jauh, lalu berjalan kaki ke gerbang gedung atau tempat pesta pernikahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun