Mohon tunggu...
syarifuddin abdullah
syarifuddin abdullah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat Seni dan Perjalanan

Ya Allah, anugerahilah kami kesehatan dan niat ikhlas untuk membagi kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bom Bunuh Diri yang Gagal di Subway NYC, Amerika

12 Desember 2017   09:53 Diperbarui: 12 Desember 2017   10:08 2104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Akayed Ullah, pelaku bom bunuh diri gagal di Subway NYC, Amerika pada Senin, 11 Des 2017 (reuters.com)

TKP: titik ledakan terjadi di stasiun subway (kereta bawah tanah) yang terletak di bawah Terminal Bus dan Time Square New York City (NYC).

Waktu: Senin pagi, 11 Desember 2017, sekitar pukul 07.00 ET (12.00 GMT atau 19.00 WIB)

Pelaku: Akayed Ullah, 27 tahun, asal kota Chittagonh, Bangladesh; pemegang resident card (izin tinggal) Amerika, pernah bekerja sebagai supir taksi di NYC (memiliki SIM untuk Cab/Limousine yang berlaku 2012-2015); tidak punya catatan kriminal; terakhir pulang ke Bangladesh pada 8 Sept 2017;

Modus: pelaku menggunakan bom rakitan yang diwadahi paralon, yang diikat ke tubuh pelaku menggunakan Velcro dan zip ties (tali elastis); tampaknya detonator diaktifkan sendiri; tapi sepertinya detonator bom tidak bekerja maksimal atau ada kabel yang longgar; jenis bom kategori amateur-level dan low explosive (berdaya ledak rendah).

Korban: pelaku mengalami luka, dan telah diantar dan diamankan di rumah sakit untuk proses investigasi lanjutan. Terdapat tiga orang lainnya mengalami cedera ringan, termasuk satu perwira polisi.

Catatan:

Pertama, lokasi ledakan Stasiun Time Square dan terminal bus merupakan salah satu stasiun tersibuk di NYC: melayani lebih dari 200.000 commuter dan ada 10 kereta yang berhenti di stasiun tersebut. Sementara terminal bus di atasnya melayani sekitat 7.000 bus yang mengangkut sekitar 220.000 penumpang datang-pergi setiap hari.

Kedua, serangan Subway NYC terjadi persis 6 pekan setelah serangan yang dilakukan oleh Sayfullo Saipov, asal Uzbekistan, yang menggunakan mobil pickup menggilas pengendara sepede di jalur pedestrian di lower Manhattan, NYC yang menewaskan 8 orang pada 01 Nopember 2017.

Ketiga, berdasarkan keterangan awal para pejabat terkait, Akayed Ullah tidak pernah masuk dalam radar pengintaian intelijen dan aparat kemanan Amerika. Bukti awal menunjukkan, pelaku sering mengakses situs-situs propaganda ISIS.

Keempat, mencermati modusnya, bisa dipastikan bahwa Akayed Ullah berniat melakukan bom bunuh diri. Sebab bom rakitan itu diikat ke tubuhnya. Ini modus yang lazim digunakan pelaku bom bunuh diri. Hanya mungkin karena rakitan bomnya tidak terlalu canggih (sangat amatir), tampaknya detonator bom tidak berfungsi maksimal. Atau ada kabel yang tidak tersambung dengan baik.

Dan mengacu pada hasil investigasi berbagai aksi bom bunuh diri yang pernah terjadi di berbagai negara, termasuk di Indonesia, biasanya pelaku bom bunuh diri bukan perakit bom. Patut diduga bahwa Ullah hanya eksekutor, dan masih ada jaringannya yang bekerja di balik layar: perakit bom dan jaringan yang memantau dari dekat menjelang aksi itu dilakukan.

Kelima, pada 11 Nopember 2017, saya kebetulan berada di NYC, dan sempat menumpang kereta Subway, yang berhenti di stasiun yang menjadi titik ledakan. Kesimpulan saya saat itu: stasuin bawah tanah di NYC maupun di Washington DC dapat dikategorikan "sasaran empuk" serangan teror. Sebab di setiap pintu masuk ke Subway, tak ada pemeriksaan bawaan penumpang, tidak ada metal detector yang dipasang di setiap pintu masuk (kecuali kalau ada metal detector yang tidak kasat mata).

Dan bukan hanya Subway yang tidak punya metal detector, tapi juga hampir semua hotel di Amerika tidak memasang metal detector di pintu masuknya. Saya sempat menyampaikan bahwa semua hotel berbintang empat dan lima di Indonesia memasang metal detector, lalu menanyakan hal ini kepada seorang aparat keamanan dan pegawai hotel saat berada di Washingtin DC. Jawabannya: semua hotel di Amerika belum merasa perlu atau belum ada arahan dari aparat keamanan untuk memasang metal detector.

Mungkin kebijakan metal detector di Subway dan hotel di Amerika ini perlu segera dikakukan. Metal detector memang menciptakan ketidaknyamanan bagi publik. Tapi setiap kebijakan keamanan dan keselamatan pasti akan mengurangi kenyamanan.

Keenam, saya masih menganggap relevan untuk mengutip ulang pernyataan realistis yang mengomentari serangan Sayfullo Saipov, pada 01 Nop 2017, yang disampaikan oleh Matthew Olsen, mantan Direktur National Counterterrorism Center (NCTC), yang juga menjabat General Counsel untuk National Security Agency (NSA) dan Special Counsel untuk Direktur FBI, yang mengatakan "The reality is that as long as we live in an open and free society, it's difficult if not impossible to stop every attack like this... (realitasnya, selama kita hidup dalam sistem masyarakat terbuka dan bebas, maka sulit atau bahkan mustahil untuk menghentikan serangan teror seperti ini...".

Syarifuddin Abdullah | 12 Desember 2017 / 24 Rabiul-awal 1439H.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun