Ketika artikel ini diolah, semua berita dari Harare, Zimbabwe, masih simpang siur. Belum ada kepastian apakah Robert Mugabe akan mengundurkan diri sebagai Presiden Zimbabwe, atau akan mempertahankan kekuasaan, dengan harga apapun.
Rabu, 15 November 2017: militer Zimbabwe mengambil alih kekuasaan di Zimbabwe, dan menegaskan tindakan militer ini bukan kudeta, meski menegaskan Presiden Robert Mugabe dinyatakan sebagai tahanan rumah, dan dalam keadaan sehat walafiat. Selama sekitar tiga-empat hari, tidak ada perkembangan signifikan mengenai kelanjutan negosiasi antara Presiden Mugabe dengan kelompok pengambil alih kekuasaan.
Sabtu,18 Novermber 2017: ribuan warga kota Harare mulai turun ke jalan menuntut Mugabe mundur sebagai presiden Zimbabwe.
Minggu, 19 Novermber 2017: Setelah tiga-empat hari tak muncul, tiba-tiba Mugabe tampil berpidato di televisi yang disiarkan langsung televisi nasional dan menegaskan tidak akan mundur sebagai presiden Zimbabwe. Setelah itu, Menteri Kependudukan Zimbabwe menegaskan, "He is willing to die for his principles (Mugabe rela mati demi prinsip-prinsip perjuangannya)”.
Pada hari yang sama, sidang istimewa partai penguasa ZANU-PF mencopot Robert Mugabe sebagai ketua partai. Namun tampaknya, Mugabe tidak peduli pencopotannya sebagai Ketua partai ZANU-PF.
Wakil Presiden, Mnangagwa, yang dikenal sebagai "the Crocodile", menjadi ketua Interim partai ZANU-PF. Mnangagwa selama ini juga dikenal sebagai tokoh yang berperan aktif membungkam semua oposisi di Zimbabwe.
Senin, 20 Novermber 2017: Mugabe diultimatum (deadline) untuk mengundurkan diri atau menghadapi proses impeachment. Tapi Mugabe tak peduli dengan deadline itu.
Selasa, 21 Novermber 2017: berbagai tayangan langsung dari kota Harare menunjukkan, mahasiswa Zimbabwe dari berbagai universitas mulai turun ke jalan. Sementara itu, muncul berita bahwa akan dilakukan pertemuan antara Mugabe dan Mnangagwa.
Catatan:
Pertama, Robert Mugabe (93 tahun) sudah berkuasa di Zimbabwe selama 37 tahun. Mugabe mungkin yang terakhir dari generasi presiden kepala negara, yang berkuasa lebih dari 30 tahun, setelah Soeharto di Indonesia, Khaddafi di Libya, Saddam Hussein di Irak, Fidel Castro di Kuba.
Kasus Robert Mugabe lagi-lagi membuktikan bahwa kekuasaan yang sekuat apapun, pada akhirnya akan mengalami kerapuhan dari dalam.
Berbagai analisis mengatakan, tindakan militer itu dilakukan karena Mugabe diduga akan memaksakan kehendaknya untuk mencalonkan istrinya, Grace, maju sebagai Capres pada kongres partai Partai ZANU-PF pada Desember 2017.
Kedua, pernyataan militer bahwa tindakan pengambilalihan kekuasaan bukan kudeta, dan kesempatan yang diberikan kepada Mugabe untuk menyampaikan pidato di televeisi, tampaknya mengikuti model suksesi Indonesia 1998.
Ketiga, Militer Zimbabwe kayaknya berupaya mendorong agar Mugabe mengundurkan diri, bukan dipaksa lengser dalam pengertian tradisional kata "kudeta".
Keempat, Wakil Presiden Mnangagwa tampaknya menjadi tokoh utama yang berada di balik pengambil alihan kekuasaan di Zimbabwe.
Kelima, pernyataan Mugabe bahwa dirinya tidak akan mundur (not to step down), dan pernyataan salah satu menterinya bahwa "Mugabe is willing to die for his principles (siap mati demi prinsip)" menunjukkan ada upaya Mugabe untuk mempertahankan kekuasaan. Namun kalau mengacu pada perkembagan di lapangan, Mugabe sesungguhnya sudah kehilangan kekuasaan.
Keenam, seperti kasus Reformasi di Indonesia 1998, para pejabat tinggi Zimbabwe tampak sudah berkemas, salah satunya, Menteri Pertambangan Obert Mpofu, yang pernah menggambarkan dirinya sebagai "anak Mugabe yang paling taat", justru menjadi tokoh yang mengumumkan bahwa Mugabe telah dicopot sebagai ketua Partai ZANU-PF. Dan pencopotan Mugabe sebagai Ketua Parai ZANU-PF sekaligus menutup pintu bagi istrinya, Grace, untuk maju sebagai Capres pada Pemilu Presiden Zimbabwe pada 2018.
Ketujuh, kekhawatiran masyarakat internasional adalah kemungkinan terjadinya perang saudara antara kelompok anti Mugabe vs para loyalisnya. Khususnya karena Mugabe memiliki catatan buruk terkait pembantaian etnis pada awal 1980-an, yang diyakini menewaskan sekitar 20.000 orang.
Namun sejauh ini, semua tayangan langsung dari Harare menunjukkan, situasi masih aman. Militer terlihat masih mengendalikan dan mengontrol keadaan. Hal ini terlihat dari gambar para pemrotes yang turun ke jalan-jalan kota Harare tampak santai, menari dan bernyanyi: menuntut Mugabe lengser keprabon. Dan itulah harapan kita, apapun akhir dari krisis Zimbabwe.
Syraifuddin Abdullah | 21 November 2017 / 03 Rabiul-awal 1439H
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H