Saya tersentuh ketika menonton adegan, melalui video yang sudah viral di Medsos, yang menampilkan sosok Jenderal Sudirman, dalam adegan di lapangan, yang digelar pada upacara HUT TNI 05 Oktober 2017, yang juga dihadiri Presiden Jiokowi. Ketika kamera menyorot wajah Presiden Jokowi, senyum paham menghias wajah Presiden, yang menurut pengakuannya sendiri: berwajah ndeso.
"Jimatku sederhana hanya tiga", kata Sang Jenderal.
"Pertama, saya tidak pernah lepas dari bersuci (selalu dalam keadaan berwudhu)...".
"Kedua, saya selalu shalat tepat waktu..."
"Ketiga, semua saya lakukan dengan tulus ikhlas. Bukan untuk diri sendiri, bukan untuk keluarga, bukan untuk institusi, bukan untuk partai. Tetapi untuk seluruh rakyat dan bangsa Indonesia".
Adakah yang baru dari tiga jimat itu?
Semuanya biasa. "Jimat" itu adalah nasehat klasik. Mungkin di antara kita banyak yang relatif sudah melakukannya. Perbedaannya mungkin hanya pada sisi pemaknaan terhadap tiga jimat tersebut.
Dalam kajian sufistik, jimat gaya jenderal Sudirman itu, yang biasa disebut ber-tawassul dengan amal baik.
Bertawassul, kalau diterjemahkan bebas, bermakna "menyebut atau melandaskan suatu permintaan kepada Yang Maha Kuasa, dengan amalan baik".
Namun amalan baik yang paling ampuh dijadikan landasan atau alasan untuk meminta sesuatu adalah amalan yang memenuhi tiga syarat, sebagai berikut:
Pertama, amalan itu tetap dan dilakukan secara rutin, umumnya dilakukan minimal sekali dalam putaran waktu 24 jam.