Mohon tunggu...
syarifuddin abdullah
syarifuddin abdullah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat Seni dan Perjalanan

Ya Allah, anugerahilah kami kesehatan dan niat ikhlas untuk membagi kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Nyetir Jauh di Liburan Panjang Boleh-boleh Saja Asal Ingat Ini

15 April 2017   00:24 Diperbarui: 16 April 2017   21:00 963
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bagi seorang pekerja dengan jadwal kegiatan yang padat dan ketat - apapun profesinya - kesempatan bisa liburan 3 hari adalah sesuatu banget. Plong rasanya untuk beberapa hari bisa terbebas dari beban dan tekanan rutinitas.

Ada  yang memilih berdiam di rumah sambil mempraktekkan lagu Mbah Surip: "tidur-bangun-makan-tidur lagi, bangun lagi" sampai bosan. Atau mengajak keluarga pelesiran sambil makan bersama di luar rumah. Atau menengok keluarga yang sudah lama bersua. Sebagian memilih memancing bersama teman. Yang lain mungkin menuntaskan pendakian puncak gunung yang belum pernah dijajal, atau diving menjelajah dan menikmati pesona terumbu karang di dasar laut. Dan lain-lain.

Saya biasanya memilih menikmati sensasi berada di belakang setir mobil: melakukan perjalanan darat jarak jauh (>1.000 km pergi-pulang).

Dan ada beberapa poin yang perlu dicermati jika mau menikmati perjalanan darat jarak jauh dengan menyetir sendiri kendaraan pribadi:

Pertama dan utama: karena ini liburan, jadikan liburan benar-benar sebagai liburan. Karena itu, jangan pasang target dan memaksakan harus tiba di tujuan pada jam tertentu. Bawa mobil sendiri kok berperilaku seperti supir tembak, yang mengejar setoran.

Jika berangkat dari Jakarta ke Solo, misalnya, dengan jarak sekitar 550 km via Semarang, lalu sejak awal menargetkan harus tiba di Solo paling lama dalam 12 jam, Anda akan tergoda ngotot di jalan, sedikit-sedikit menyalip dengan cara yang mungkin membuat pengendara lain mengumpat dan menyumpahserapahi Anda.

Selain itu, jika menyetir sambil ngotot ingin memdahului kendaraan lain di depan Anda, maka Anda akan mengalami ketegangan yang Anda ciptakan sendiri. Berlibur kok tegang-tegangan.

Kedua, mengulangi pesan klasik: selalu mendahulukan keselamatan diri dan orang lain

Kecelakaan tunggal umumnya disebabkan kelalaian. Selain karena faktor takdir. Tapi kecelakaan ganda atau lebih (misalnya tabrakan beruntun) umumnya terjadi karena setiap pihak berbarengan nyalinya. 

Contoh: di jalan yang hanya dua lane, difungsikan untuk dua arah dan tanpa trotoar, untuk bisa menyalip diperlukan nyali tersendiri. Nah saat anda memutuskan menyalip kendaraan di depan Anda, lalu  dari arah berlawanan ada supir kendaraan lain, yang juga nyalinya berbarengan dan sama dengan nyali Anda, bisa berakibay tabrakan "adu kebo". Berdoalah agar nyali tak muncul berbarengan. Bila terlanjur, salah satunya harus mengalah.

Ketiga, Indonesia masih merupakan negara dengan tingkat kedisiplinan rendah dalam berkendara. Maka kecelakaan ganda atau lebih juga sering terjadi karena salah satu pihak melanggar alias tidak disiplin berkendara. 

Artinya, jika Anda termasuk  orang yang berdisiplin di jalanan, Anda akan seringkali diperhadapkan pada dua pilihan: konsisten dan saklek berdisiplin atau kecelakaan. 

Misal: ketika kendaraan Anda sudah bergerak setelah lampu hijau, lalu tiba-tiba ada kendaraan lain menerobos lampu merah dan mengganggu jalur Anda, di sini Anda boleh menabraknya dengan alasan Anda berada di pihak yang berdisiplin, dan kendaraan penerobos lampu merah itu tidak berdisiplin. Menurut saya, sebaiknya mengalah saja. Sebab sebuah kecelakaan tetap saja kecelakaan, dan akibatnya bisa fatal. Sementara soal  disiplin dan tidak disiplin cenderung akan "dinomorduakan", saat sebuah kecelakaan diproses oleh pihak berwajib.

Keempat, di manapun di Indonesia, selalu saja ada pengendara yang berperilaku seolah-olah jalan raya adalah milik mbahnya, atau lebih tepatnya memperlakukan jalan raya layaknya arena balapan. Sudah biarkan saja. 

Kelima, saya pernah ngetes sendiri bersama seorang kawan yang memang doyan menyetir zig-zag di jalan raya. Kami berdua berangkat barengan dari Jakarta menuju Yogya via Semarang. Dan secara konsisten saya menyetir santai saja, menyalip ketika benar-benar kosong kendaraan di jalur salip. Hasil luar biasa: dia lebih dulu sampai dari saya dengan selisih waktu hanya sekitar 30 menit. Lalu untuk apa mempertaruhkan segalanya hanya untuk selisih 30 menit.

Selamat menikmati liburan tiga hari. Enjoy it!

Syarifuddin Abdullah | Jumat 14 April 2017 / 17 Rajab 1438H.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun