Mohon tunggu...
syarifuddin abdullah
syarifuddin abdullah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat Seni dan Perjalanan

Ya Allah, anugerahilah kami kesehatan dan niat ikhlas untuk membagi kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Komentar Zakir Naik tentang Ahok: “Hypocrite... Munafik”

3 April 2017   17:55 Diperbarui: 4 April 2017   21:10 3222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: screen-shot dari https://www.youtube.com.

Dalam ceramahnya di Universitan Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, Ahad 02 April 2017, sebenarnya Zakir Naik tidak pernah satu kalipun menyebut nama Ahok atau menyingung tentang Pilgub DKI 2017. Namun seorang wanita muslimah tidak jilbab, yang mengaku bernama Sofi asal Jakarta, bertanya tentang pemimpin Muslim, tentang Al-Maidah 51, pemimpin yang jujur. Maka mengalirlah pandangan Zakir Naik tentang pemimpin Muslim dan pemimpin non-Muslim.

Tentu saja, tidak ada tafsiran lain, kecuali bahwa pertanyaan Sofi itu berkaitan dan juga terkesan kuat sengaja disetir agar terkait dengan Ahok dan Pilgub DKI 2017. Penggalan rekaman video pertanyaan Sofi dan jawaban Zakir Naik pun sudah-sedang-dan-masih tersebar luas di media sosial.

Saya tidak paham apakah Sofi pendukung atau penentang Ahok. Jika pendukung Ahok, dan berharap jawaban yang menguntungkan Ahok, jelas Sofi akan kecewa berat. Namun jika Sofi adalah penentang Ahok, tujuanya jelas tercapai. He he he.

Pertanyaan Sofi, yang disampaikan dengan kualitas bahasa Inggris yang bagus, menjadi semakin menarik karena diawali pendahuluan yang kurang lebih mengatakan: bahwa menganjurkan pemilih untuk memilih pemimpin berdasarkan keyakinan agama, terlepas dari kinerja dan prestasi, apakah dapat disebut sebagai dakwah atau destruction (pengrusakan)?

Ketika menjawab pertanyaan itu, mungkin karena tertarik dengan kalimat pendahuluan Sofi, Zakir Naik juga mengulang kalimat itu (dakwah or destruction?), dan Zakir Naik sempat berkomentar singkat: it’s a very very relevant question (sebuah pertanyaan yang sangat amat relevan).

Dan jawaban Zakir Naik meluncur dan menyambar ibarat guntur di siang bolong: “I’m telling that a muslim should not to vote a non-muslim, even if he had done a good work, like building (Saya menegaskan, seorang muslim seharusnya tidak boleh memilih pemimpin non-muslim, meskipun pemimpin non-Muslim itu telah melakukan pekerjaan bagus, seperti pembangunan).

Ketika Sofi bertanya lanjut, bagaimana jika pemimpin non-muslim itu memberikan manfaat yang besar bagi umat Islam, misalnya, membangun tempat-tempat beribadah (masjid)?

Lagi-lagi, jawaban Zakir Naik menggelegar seperti guruh-gemuruh di saat matahari terang benderang, yang disambut suara gemuruh audiens: “He builds places of praying, but he is not praying himself.... hypocrite, hypocrite... Munafik (Jika dia membangun tempat beribadah, dan dia sendiri tidak shalat, ya, namanya hipokrit, hipokrit... Munafik)”.

Untuk bisa mengomentarinya, saya menonton dan mendengar berulang-ulang rekamannya dan berikut catatannya:

Pertama, secara intelektual, tidak ada yang salah dalam jawaban dan komentar Zakir Naik. Wong, sebagian ulama di Indonesia juga berpandangan sama. Yang mungkin agak aneh, posisi Zakir Naik seolah difetakompli untuk tujuan tertentu melalui pertanyaan Sofi.

Kedua, sebagai seorang intelektual tamu, yang berceramah di negara bukan negaranya, dan menyinggung persoalan yang sedang kontroversial, komentar Zakir Naik dapat dikategorikan sebagai pernyataan yang kurang elok, dan tidak memiliki sensitivitas yang memadai.

Ketiga, namun kesalahan itu - jika boleh disebut sebagai kesalahan - bukan sepenuhnya di pihak Zakir Naik. Namun juga di pihak Sofi. Karena pertemuan itu adalah kuliah umum dan terbuka kepada siapa saja. Dan mengacu pada gaya bertanyanya, juga sikap ngotot-nya ketika mengajukan pertanyaan lanjutannya, saya menilai Sofi, yang berasal dari Jakarta, adalah pendukung Ahok. Namun apakah Sofi bagian dari tim Ahok, yang sengaja dikirim untuk menghadiri dan mengajukan pertanyaan provokatif itu, nah, itu yang belum jelas. Meski ada kemungkinan bahwa Sofi adalah penentang Ahok, dan dengan begitu, Sofi telah melaksanakan misinya hampir sempurna.

Dari penampilannya, gampang disimpulkan bahwa Sofi adalah seorang aktivis. Biasa presentasi proposal. Penampilannya interaktif dengan Zakir Naik, mimiknya menarik dan tidak gugup. Dari penjelasan sampingan terhadap pertanyaannya, tampak jelas bahwa Sofi menguasai materi inti pertanyaannya.

Keempat, menyebut secara tidak langsung bahwa Ahok adalah hypocrite (munafik), secara terminologi, sebenarnya Zakir Naik tidak benar juga. Sebab Ahok tidak pernah mengaku Muslim. Istilah munafik dalam Islam digunakan untuk seorang yang mengaku Muslim dan beriman, namun di dalam hatinya sesungguhnya tidak beriman. Karena itu di zaman Rasul saw, kita mengenal masjid dhirar, yang dibangun oleh seorang munafik (mengaku Muslim dan mu’min padahal sebenarnya tidak).

Kelima, bagi jajaran pendukung setia Ahok, jawaban dan komentar Zakir Naik itu tentu tidak berpengaruh sedikitpun dan nyaris mustahil mengubah dukungan mereka kepada Ahok.

Keenam, bagi penentang Ahok, jawaban Zakir Naik juga tidak berpengaruh signifikan, meskipun akan semakin memperkuat penentangan mereka. Yang pasti, materi ceramah dan jawaban Zakir Naik – yang secara tidak langsung menyinggung soal Ahok dalam Pilgub DKI 2017 – akan menjadi amunisi tambahan bagi kubu Anies-Sandi untuk memantapkan posisi elektabilitasnya dalam Pilgub DKI, 19 April 2017.

Ketujuh, bagi pemilih Muslim Jakarta yang tergolong dalam kategori undecided voters (pemilih yang belum memastikannya pilihannya), yang berjumlah cukup besar, diasumsikan akan sedikit banyak terpengaruh oleh komentar Zakir Naik. Tapi pengaruh ini sulit diukur, kecuali mungkin jika dilakukan survei khusus. Apalagi pencoblosan Pilgub DKI sisa dua pekan lagi. Dan periode dua pekan menjelang pencoblosan, pemilih umumnya sudah menentukan pilihannya. Bahkan kelompokundecided voters pun sudah memutuskan untuk tetap tidak memilih.

Kedelapan, kehadiran dan ceramah Zakir Naik di Indonesia, boleh jadi akan menjadi pola kampanye pada Pilkada-pilkada berikutnya, khususnya di putaran kedua yang tidak punya agenda kampanye, dan karena itu setiap acara yang dikemas dalam bentuk kuliah umum, bisa menjadi ajang kampanye yang sangat efektif.

Kesembilan, singkat kalimat, komentar dan jawaban Zakir Naik dalam ceramahnya yang menggunakan kata hypocrite atau munafik, bolehlah disebut satu kosong terhadap kubu Ahok. Bukan tidak mungkin, dalam dua pekan ke depan, menjelang hari pencoblosan 19 April 2017, kubu Ahok juga akan ikut-ikutan menggelar ceramah publik dengan menghadirkan tokoh lain - bila perlu dari luar negeri juga - untuk mencounter komentar Zakir Naik. Tapi, ya kalah langkah lagi.

Syarifuddin Abdullah | Senin, 03 April 2016 / 06 Rajab 1438H.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun