Pada Jumat pagi, 31 Maret 2017, saya masih sempat sarapan di sebuah hotel di Islamabad, dan sudah bersiap melakukan perjalanan darat ke luar kota Islamabad.
Sekitar pukul 09.30 waktu setempat, saya meninggalkan kota Islamabad, dengan tujuan berkunjung ke Puncak Bhurban, yang terletak di kawasan Murree, sekitar 63 km ke arah timur laut Islamabad.
Puncak Bhurban adalah salah satu puncak gunung, yang merupakan rangkaian dari pegunungan Himalaya, di kawasan Murree. Puncak Bhurban sendiri ditempuh dari Islamabad kurang lebih 90 menit.
Dari puncak Bhurban inilah, pengunjung dapat melihat dengan mata telanjang kawasan pegunungan Kashmir, bagian utara. Lamat-lamat terlihat puncak gunung Kashmir berwarna putih, karena masih dibalut salju. Menurut warga sekitar, dari puncak Bhurban ke gunung Kashimir yang terlihat putih itu masih diperlukan waktu tempuh sekitar 5 sampai 6 jam.
Sasaran ledakan adalah para jamaah masjid, yang tampaknya sedang menanti tibanya waktu shalat Jumat, persis di dekat pintu masuk masjid khusus wanita. Akibatnya, 22 tewas dan sekitar 70 cedera.
Selama dalam perjalanan darat itu, saya tidak mendengar ada ledakan di Peshawar. Lalu sekitar pukul 14.15, saya meninggalkan puncak Bhurban dan tiba kembali di Islamabad sekitar pukul 15.45. Masuk ke kamar hotel, menyetel televisi sambil membuka-buka situs berita lokal, saya baru mengetehui bahwa sekitar 12.00 siang itu, adalah ledakan di Peshawar.
Sebuah situs lokal memberitakan, Jamaat-ul-Ahrar, salah satu faksi Taliban mengaku bertanggungjawab atas ledakan di Pasar Shandaq, Parachinar, Peshawar tersebut.
Beberapa catatan:
Pertama, jarak antara Islamabad dengan lokasi ledakan di Parachinar Peshawar sekitar 362 km ke arah barat Pakistan (berdasarkan Google Map). Dan Parachinar adalah sebuah kota yang terletak di kawasan yang dikenal sebagai kawasan suku-suku (tribel area), ke arah barat dari ibukota Pakistan, dan selama ini memang menjadi langganan sasaran serangkaian aksi teror bom di Pakistan.
Di lobby hotel, saya bertanya kepada seorang aparat keamanan berpakaian resmi, tentang ledakan Peshawar tadi siang. Buat saya agak aneh, karena aparat keamanan itu mengaku baru mendengarkan berita ledakan itu dari saya.
Saya tidak paham apakah respon media itu merupakan bagian dari kebijakan pemberitaan media-media Pakistan atau pemerintah Pakistan. Atau boleh jadi, karena seringnya terjadi ledakan bom – jika dibandingkan dengan negara-negara lain – kasus aksi teror ledakan tidak lagi menjadi sesuatu yang terlalu penting bagi media dan publik. Beberapa televisi lokal hanya memberitakan sekilas, disertai running text kecaman para pejabat pemerintah terkait.
Syarifuddin Abdullah | Sabtu, 01 April 2017 / 04 Rajab 1438H.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H