Mohon tunggu...
syarifuddin abdullah
syarifuddin abdullah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat Seni dan Perjalanan

Ya Allah, anugerahilah kami kesehatan dan niat ikhlas untuk membagi kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Lagi, Soal Kaya dan Miskin di Indonesia

26 Maret 2017   12:39 Diperbarui: 26 Maret 2017   12:55 2091
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: screen-shot Laporan Khusus, Majalah Tempo, edisi 26 Maret 2017.

Kaya dan miskin, serta jurang di antara keduanya, selalu menjadi tema menarik sepanjang masa. Dan bahannya tak ada abis-abisnya.

Minggu ini saya kembali membaca ulasan menukik tentang jurang antara kaya dan miskin dalam Laporan Khusus Majalah Tempo, edisi 26 Maret 2017, dengan judul utama “Di Bawah Bayang-bayang Ketimpangan”, dengan sub-sub judul yang semuanya menarik disimak.

Secara pribadi, saya pernah punya cita-cita menerbitkan sebuah majalah mingguan, yang fokus dan khusus mengulas tema kemiskinan pada setiap edisinya, sepenuhnya dalam format reportase. Nama medianya pun direncanakan “Miskin” saja. Cita-cita pribadi itu masih ada.

Saya tidak terlalu kaget dengan berbagai data kemiskinan yang disajikan Tempo. Data utamanya tidak ada yang baru. Jika ada yang baru adalah reportasenya tentang gaya hidup dan realitas orang-orang kaya dan orang-orang miskin di Indonesia.

Data Credit Suisse menyebutkan satu persen dari jumlah penduduk Indonesia menguasai 49,3 persen kekayaan nasional. Jika jumlah orang kaya dinaikkan menjadi 10 persen, mereka menguasai total 75 persen kekayaan nasional.  Rinciannya sebagai berikut, dengan asumsi jumlah penduduk 255 juta jiwa:

Di puncak piramida, ada 0,1 persen (255.000 jiwa), yang kekayaannya lebih 1.000.000 USD (Rp13.350.000.000).

Ada 1 persen (2.550.000 jiwa), yang kekayaannya antara 100.000 sampai 1.000.000 USD (Rp13.350.000.000).

Ada 14,7 persen (37.485.000 jiwa), yang kekayaannya antara 10.000 sampai 100.000 USD (Rp1.335.100.000).

Ada 84,3 persen (214.965.000 jiwa) yang kekayaannya dibawah 10.000 USD (Rp133.400.000).

Beberapa catatan:

Pertama, fenomena satu persen menguasai sebagian besar kekayaan nasional, sebenarnya bukan hanya terjadi di Indonesia. Hal serupa terjadi di banyak negara, termasuk Amerika Serikat, Inggris, Kanada, China, India bahkan Swedia.

Di Amerika misalnya, 0,01% atau sekitar 16.000 keluarga memiliki rata-rata penghasilan sebesar 24 juta USD per tahun (lihat The Economist, 13 Oktober 2012).

Kedua, jika Anda orang miskin dan punya cita-cita masuk ke dalam kategori 1 persen penguasa kekayaan nasional, saya merekomendasikan begini: forget it! Nggak bakal nyampe, soalnya. Sebab yang namanya kekayaan, pertumbuhannya cenderung mengikuti pola deret ukur, bukan deret hitung. Dengan kata lain, jika baru mulai, Anda bisa saja kaya. Tetapi yang sudah kaya duluan, pertumbuhan kekayaannya lebih cepat. Jadi, forget it! Nggak bakal nyampe, soalnya.

Ketiga, saya belum pernah menemukan ulasan dari para pakar ekonomi kelas dunia sekalipun, yang menawarkan solusi efektif guna mengurangi jurang kaya-miskin, yang merupakan fenomena global tersebut. Para pakar memang menawarkan “Teori Gini”. Tapi berdasarkan pengamatan saya, Teori Gini lebih mengulas realitas, bukan menawarkan solusi tentang bagaimana mempersempit jurang kaya-miskin.

Keempat, kelompok penduduk Indonesia yang boleh disebut kelas menengah Indonesia (dari segi ekonomi) adalah mereka yang masuk kategori 14,7 persen (37.485.000 jiwa), yang kekayaannya antara 10.000 sampai 100.000 USD (Rp1.335.100.000). Ini relatif mudah mengidentifikasinya. Berdasarkan laporan kekayaan para pejabat negara (mulai dari eselon 2 sampai menteri atau sederajat) juga seluruh anggota DPR Pusat dan DPRD Provinsi dan Kabupatan/Kota, hampir semuanya masuk dalam kategori ini.

Kelima, sesekali mungkin sebaiknya masing-masing dari kita perlu mencermati – bila perlu dengan data kongkretnya – siapa saja warga Indonesia yang 1 persen (2.550.000 jiwa) itu, yang kekayaannya antara 100.000 sampai 1.000.000 USD (Rp 13.350.000.000). Sebab, boleh jadi Anda termasuk di dalamnya.

Kelima, distribusi kekayaan nasional yang menurut Tempo adalah “Ketimpangan yang sempurna” itu, bukan hasil kemarin sore. Jadi keliru juga bila tiba-tiba menyalahkan pemerintah saat ini. Itu adalah hasil proses bagi-bagi national pie (kue nasional) yang sudah berlangsung sejak negeri ini merdeka. Dan jangan terlalu berharap untuk menyelesaikannya dalam tempo singkat. Diperlukan sebuah kebijakan radikal. Wani?

Syarifuddin Abdullah | Ahad, 26 Maret 2017 / 28 Jumadil-akhir 1438H.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun