Banyak orang yang salah menempatkan sesuatu atau keliru mempersepsikan atau seseorang karena tidak memahami atau kurang informasi. Banyak juga karena terpesona oleh penampilan.
Beberapa analis dan komentator atau gambar dan status di Medsos tentang rencana kedatangan Raja Salman ke Indonesia pada awal Maret 2017, yang terkesan memposisikan Raja Salman bin Abdul Aziz seolah-olah sebagai pemimpin agama. Dan itu persepsi yang tidak benar sama sekali, asumsi yang keliru.
Saya tidak menafikan bahwa Raja Salman adalah Muslim yang taat, sejak masih pangeran sudah banyak memberikan bantuan kepada umat Islam di dunia, dan sekarang menjabat sebagai Raja atau kepala pemerintahan di negara yang menjadi tempat dua kota Suci umat Islam, iya. Itu benar.
Bahwa Raja Salman mengenakan pakaian jubah (gamis), berserban, berjenggot dan juga berkumis, itu adalah indikator kebudayaan, bukan indikator keagamaan. Jenis pakaian itu adalah pakaian nasional Saudi (catatan: kapan waktu saya menulis tentang pakaian jubah dan perbedaannya antara satu negara dengan negara lainnya di Teluk).
Jadi Raja Salman lebih sebagai seorang pemimpin negara. Karena Saudi menganut sistem morarki, maka Salman bergelar Raja, bukan presiden atau Perdana Menteri.
Karena itu, Raja Salman dan kunjungannya harus diposisikan sebagai kunjungan bilateral biasa, lawatan resmi seorang kepala negara ke negara sahabat. Seperti halnya kunjungan kepala negara dan kepala pemerintahan dari negara-negara lain, yang pernah dan/atau akan berkunjung ke Indonesia.
Tentu dimungkinkan saja, selama kunjungannya ke Indonesia, akan diisi dengan agenda atau acara yang bersentuhan dengan agama Islam, misalnya, berkunjung dan menunaikan shalat sunat di Masjid Istiqlal, tapi hal itu sesuatu yang normal saja. Kan justru keliru jika Raja Salman berziarah ke salah satu Pura terbesar di Bali, atau berkunjung apalagi shalat sunat di Katedral Jakarta.
Dan mengacu pada pemberitaan berbagai media di Indonesia, di Saudi dan di negara-negara Arab lainya, selama dua pekan terakhir, tidak ada agenda khusus Raja Salman di Indonesia untuk misalnya bertemu dengan Ormas-ormas Islam tertentu. Bahwa di Masjid Istiqlal nanti ada acara ramah tamah dengan sejumlah ulama, sekali lagi, itu kegiatan normal saja.
Justru pemilihan lokasi pertemuan di Masjid Istiqlal itu sangat selektif, dan tampaknya disengaja agar pertemuan itu tidak memberikan kesan bahwa Raja Salman mendukung kelompok ulama tertentu ataupun Ormas Islam tertentu di Indonesia.
Dan yang menarik, kalau melihat agendanya selama berada di Jakarta, Raja Salman dan rombongan hanya akan mengunjungi tiga titik: Istana, Gedung DPR, dan Masjid Istiqlal. Coba perhatikan tiga titik: Istana adalah simbol negara, DPR adalah lembaga dan simbol negara, Istiqlal adalah Masjid yang dikelola oleh negara negara dan karena itu bisa diposisikan sebagai simbol negara juga.
Soal lawatan Raja Salman dan rombongannya ke Bali itu, itu resmi dipublikasikan sebagai acara pribadi. Mereka semua juga kan manusia biasa, bukan malaikat yang baru turun dari surga. Karenanya, rombongan yang ke Bali mungkin juga melibatkan anggota keluarga masing-masing anggota rombongan: istri dan anak-anak mereka masing-masing.
Dan ada sejumlah fakta yang mungkin perlu diketahui tentang negara Kerajaan Saudi Arabia(KSA):
Pertama, Dan seperti negara-negara Arab pada umumnya, negara Saudi adalah negara Islam – setahu saya – yang tidak memiliki “hubungan istimewa” dengan komunitas habaib di Saudi atau komunitas di negara-negara lain. Makanya, sangat aneh bila ada berita yang menyebutkan Raja Salman akan bertemu dengan ulama habaib di Indonesia. Bahwa dalam pertemuan di Masjid Istiqlal, ada beberapa ulama habaib yang hadir, itu wajar saja.
Kedua, Saudi Arabia termasuk salah satu negara berpenduduk mayoritas Islam di dunia, yang memiliki kebijakan paling tegas – dan model penerapan kebijakan yang juga tegas – dalam upaya untuk memberantas terorisme dan paham-paham radikal.
Ketiga, Saudi Arabia adalah salah satu negara Islam, yang bukan hanya paling getol, tetapi juga mungkin salah satu yang paling keras dalam memerangi kelompok teroris Islamic State (Daisy) dan jaringannya di seluruh dunia.
Keempat, Saudi adalah negara Islam yang secara terbuka dan resmi, misalnya, menggolongkan milisi-milisi Islam seperti seperti Hezbullah di Lebanon dan/atau jaringan organisasi Ikhwanul Muslimin di seluruh wilayah Teluk sebagai organisasi teroris.
Kunjungan Raja Salman ke Indonesia semestinya tetap diposisikan secara proporsional. Jangan diberi muatan yang bukan-bukan, dan malah terkesan sangat berlebihan.
Dan kecuali kalau kemudian terbukti sebaliknya, saya berani memastikan bahwa kunjungan Raja Salman ke Idnonesia tidak berkaitan sama sekali dengan agenda Pilgub DKI 2017, ataupun wacana tentang penistaan agama atau kontroversi tentang pemimpin Muslim.
Maka, sekali lagi, bahwa Raja Salman adalah seorang Muslim yang taat, oke. Bahwa Raja Salman berasal dari negara, yang menjadi lokasi dua kota Suci umat Islam (Makkah dan Madinah), itu juga fakta yang tidak terbantahkan. Bahwa Raja Salman sejak masih pangeran sering bersikap prihatin terhadap penderitaan yang dialami warga Muslim di berbagai belahan dunia, itu juga benar.
Tetapi mau dibolak-balik kayak apapun, Raja Salman adalah salah satu negarawan dari negara Kerajaan Saudi Arabia. Dan sejauh penelusuran saya, Raja Salman bukan seorang ulama Islam, dan tidak pernah memposisikan dirinya sebagai ulama apalagi pemimpin agama. Raja Salman tidak pernah menghasilkan karya-karya tulis keagamaan (berupa buku-buku keislaman misalnya).
Kesimpulannya, kunjungan Raja Salman dan rombongan ke Indonesia adalah murni dan mestinya tetap disikapi sebagai kunjungan kenegaraan bilateral, tidak lebih dan tidak kurang, bukan kunjungan keagamaan. Sebab sekali lagi, Raja Salman bukan pemimpin agama, beliau pemimpin negara. Jelas ya!
Syarifuddin Abdullah |Ahad, 27 Februari 2017 / 01 Jumadil-akhir 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H