Mohon tunggu...
syarifuddin abdullah
syarifuddin abdullah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat Seni dan Perjalanan

Ya Allah, anugerahilah kami kesehatan dan niat ikhlas untuk membagi kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Menduga Skenario Politik yang Mengiringi Hasil Persidangan Ahok

4 Januari 2017   11:49 Diperbarui: 5 Januari 2017   09:51 5923
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jika mencermati empat kali sidang yang sudah dijalani oleh Ahok dalam kasus dugaan penistaan agama, secara umum, arah substansi persidangannya masih sulit diprediksi. Namun ada satu hal yang mungkin perlu dicermati: kemungkinan akan muncul ABI (Aksi Bela Islam)-IV, barangkali menjelang sidang pengambilan keputusan. Persoalannya, kapan kira-kira sidang pengambilan keputusan tersebut.

Kalau mengacu pada dinamika yang terjadi dari sidang pertama (13 Desember 2016), ke sidang kedua (20 Desember 2016), selanjutnya sidang ketiga (27 Desember 2016) dan sidang keempat (04 Januari 2017), ada kecenderungan bahwa kelompok massa anti Ahok yang hadir di pengadilan setiap kali persidangan, selain relatif konsisten juga jumlah massanya cenderung bereskalasi. Pada sidang 4 Januari 2017, misalnya massa anti Ahok diperkirakan sekitar 2.000-an orang.

Hal yang sama terjadi pada kelompok massa pro Ahok, meskipun jumlahnya relatif sedikit. Pada sidang 4 Januari 2017, jumlah massa pro Ahok hanya sekitar 300-an orang, yang terdiri dari kelompok Bara Badja, plus Solidaritas Merah Putih, Relawan Nusantara, Aku Indonesia Raya.

Jika massa anti Ahok beralasan untuk mengawal kasus penistaan agama, kelompok pro Ahok bertujuan memberi dukungan moril kepada Ahok, yang menjadi pesakitan di ruang pengadilan.

Ada pihak yang coba membandingkan kasus Ahok dengan kasus Jessica, dari segi jumlah persidangan. Seperti diketahui, kasus Jessica Kumalawongso berlangsung sebanyak 32 persidangan (menurut Sindonews, 28 Oktober 2016, waktu persidangannya menghabiskan 289 jam + 15 menit,). Jika Ahok menjalani separuh saja dari jumlah persidangan Jessica, berarti Ahok memerlukan sampai 16 kali persidangan. Bakal lama itu prosesnya.

Dengan ritme persidangan setiap pekan, persidangan Ahok bisa berlangsung sekitar empat bulan, dan baru berjalan sekitar satu bulan. Artinya sidang pengambilan keputusan mungkin sekitar akhir Maret 2017. Padahal kita tahu, hari pencoblosan Pilgub DKI adalah 15 Februari 2017. Dan menurut UU, Ahok tetap berhak mengikuti agenda Pilgub selama belum dinyatakan sebagai terdakwa atau terpidana.

Poin ini sebenarnya yang membuat gelisah para penentang Ahok. Khususnya mereka yang sejak awal ingin menjegalnya mengikuti Pilgub 2017.

Dengan kata lain, space waktu dan ruang bermanuver bagi penentang Ahok sebenarnya relatif pendek dan sempit. Repotnya lagi, tidak ada mekanisme normalnya. Sebab semua proses kasus Ahok saat ini berjalan di ruang pengadilan.

Bagi kelompok yang pro Ahok, tentu berharap dan berupaya proses peradilan berjalan terpisah dari tahapan Pilgub DKI 2017. Dan sebisa mungkin, peradilan belum tuntas sampai pelaksanaan Pilgub DKI, 15 Februari 2017.

Karena itu, diperkirakan massa anti Ahok akan mencoba kembali menggelar Aksi Bela Islam ke-4, dengan tujuan memberikan pressure. Dan waktu yang paling dimungkinkan adalah akhir Januari 2017 dan atau awal Februari 2017.

Bila kasus Ahok dicermati dalam kerangka tiga variabel: kasus penistaannya sendiri, Pilgub DKI, dan proses peradilan yang sedang berlangsung, maka setidaknya ada lima skenario yang mungkin terjadi, sebagai berikut:

Pertama, Ahok diputus bebas sebelum hari pencoblosan pada 15 Februari 2017, dan Ahok tetap maju sebagai kendidat Gubernur DKI sesuai tahapan Pilgub DKI. Persoalannya mungkin belum akan selesai, tapi tidak lagi terlalu mengganggu energi nasional.

Kedua, Ahok diputus bersalah sebelum hari pencoblosan pada 15 Februari 2017, Ahok ditahan dan dinyatakan tidak berhak mengikuti tahapan Pilgub DKI. Selesai persoalannnya.

Ketiga, tidak ada putusan pengadilan sampai 15 Februari 2017, pasangan Ahok-Djarot tetap maju tapi kalah dalam putaran pertama (dan tidak berhak lagi maju ke putaran kedua Pilgub DKI 2017), sementara proses peradilan terus berlangsung secara normal. Dalam skenario ini, diputus bebas ataupun bersalah, tidak terlalu mengganggu proses dan tahapan Pilgub DKI.

Keempat, tidak ada putusan pengadilan sampai 15 Februari 2017, dan pasangan Ahok-Djarot menduduki posisi pertama atau peringkat kedua dalam putaran pertama, alias masih berpeluang maju ke putaran kedua. Sementara proses peardilan tetap berlangsung normal. Namun ada kemungkinan putusan peradilan yang menyatakan Ahok bersalah terjadi pada rentang waktu antara putaran pertama dan putaran kedua. Di sini, pergantian kandidat sudah tidak dimungkinkan. Dan berdasarkan bacaan saya terhadap mekanisme dan peraturan yang ada, skenario ini tidak/belum diantisipasi dalam UU Pemilu/Pilkada atau pun peraturan KPU DKI.

Kelima, dinamikanya akan lebih tidak terkontrol bila belum ada putusan pengadilan sampai 15 Februari 2017, dan Ahok-Djarot menang pada Pilgub DKI putaran kedua, kemudian menjelang pelantikannya, pengadilan memutuskan Ahok bersalah dan terdakwa, dan harus ditahan. Artinya Ahok turun dan jabatan Gubernur DKI selanjutnya diemban oleh Djarot.

Masalahnya, semua skenario di atas akan ditingkahi berbagai manuver anti Ahok, termasuk kemungkinan pelaksanaan Aksi Bela Islam, ke-4 atau bahkan ke-5.

Memang, untuk mendewasakan sebuah bangsa dan negara, kadang diperlukan proses yang rumit seperti ini. Namun kalau boleh mengusulkan kepada para pakar hukum: kasus Ahok dan Pilgub DKI barangkali bisa dijadikan acuan untuk mengkaji ulang apakah memang seorang “tersangka” masih layak mengikuti tahapan normal dalam proses Pemilu ataupun pencalonan lainnya.

Syarifuddin Abdullah | Rabu, 04 Januari 2017 / 04 Rabiul Tsani 1438H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun