Apa yang istimewa dari aksi 4 Nopember 2016? Saya mencoba mengutak-atiknya dari berbagai sudut. Dan kesimpulannya: biasa-biasa aja tuh.
Pertama, dari segi jumlah massa. Konon katanya 50.000 orang. Bisa dipastikan, massa itu tak akan sampai 50.000. Belum ada presedennya FPI mampu memobilisasi massa sebesar 50.000 orang.
Kalau membaca postingan pertama lewat media sosial tentang seruan aksi 4 Nop, coba perhatikan ini: “30.000 massa dari Aceh, 10.000 massa dari Palembang & Riau, 10.000 massa dari Jawa Timur, 5.000 massa dari Jawa Tengah, 1.000 massa dari Makassar, 30.000 massa dari Jawa Barat”.
Sepanjang sejarah aksi massa di Indonesia, belum pernah satu kalipun terjadi ada massa asal Aceh yang berjumlah 30.000 orang, begitu juga dari luar pulau Jawa lainnya. Kalau Anda percaya postingan itu, sebaiknya Anda membaca ulang “sejarah aksi nasional” sepanjang sejarah Indonesia.
Kalau mau perbadingan, aksi buruh setiap 1 Mei, biasanya sebelum aksi, para pentolan buruh akan berteriak angkuh: “kami akan menurunkan ratusan ribu massa”. Buktinya, sepanjang sejarah aksi buruh di DKI, massa yang turun ke jalan hanya pada kisaran 8.000 s.d 10.000 orang. Coba buka dan baca ulang deh aksi-aksi buruh 1 Mei.
Lagi pula, menghadirkan massa 50.000 itu, apalagi sebagian berasal dari daerah, itu tidak gampang, bung. Kalau angka 50 ribu dikalikan dengan berapa bus yang diperlukan, uang saku setiap pendemo, konsumsi pendemo, semua itu menunjukkan bahwa angka itu sekedar psywar.
Dalam setiap rencana aksi, para koordinator aksi memang akan memark-up jumlah massanya di setiap simpul. Tujuannya, agar koordinator aksi menerima “dana penggalangan massa” lebih besar.
Kedua, soal momentum. Apa yang istimewa dari tanggal 4 Nop 2016? Tidak ada juga. Hanya bertepatan saja dengan 4 Safar 1438H. Tidak ada peristiwa sejarah Islam yang berkaitan langsung dengan 4 Safar. Secara nasional pun, tidak ada kejadian penting pada 4 Nopember.
Terus ada yang menganalisis, aksi 4 Nop hanya pemanasan menuju aksi 10 Nop (Hari Pahlawan). Sebuah analisis yang lebih ngawur lagi. Sebab memobilisasi massa tidak mengenal istilah aksi pemanasan. Semua aksi aksi akan memaksimalkan momentumnya 4 Nop 2016. Tidak mungkin sebagai pemanasan.
Ketiga, soal tuntutan aksi: adili Ahok dengan dugaan penistaan agama. Memangnya kenapa? Puluhan kasus tentang penistaan agama, dan hampir semuanya kabur di tengah jalan. Sebab UU-nya memang gampang ditafsirkan melalui adu argumentasi (Jaksa vs pengacara) di depan sidang. Para hakimnya biasanya akan menjatuhkan vonis, yang bisa diterima oleh kedua pihak.
Keempat, karena aksi 4 Nop 2016 terkait dengan Pilkada DKI, lalu dipersempit lagi dengan: menghadang pencalonan Ahok. Percaya deh, para konseptor dan dedengkot aksi 4 Nop itu juga tahu kok dan menyadari penuh, aksi mereka tidak akan berpengaruh pada keputusan KPU DKI yang telah menetapkan tiga pasangan cagub DKI 2017.