Mohon tunggu...
syarifuddin abdullah
syarifuddin abdullah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat Seni dan Perjalanan

Ya Allah, anugerahilah kami kesehatan dan niat ikhlas untuk membagi kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menyimak Beragam Tafsir Surat Al-Maidah 51

22 Oktober 2016   15:24 Diperbarui: 22 Oktober 2016   15:39 963
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selanjutnya, jika memilih satu makna tertentu terhadap kata wali, perbedaan tafsir lanjutan pun masih dimungkinkan terjadi. Dan inilah yang terjadi ketika kata wali di surat Al-Maidah 51 diartikan pemimpin, lalu dikaitkan dengan Pemilu.

Sebab kalau kata wali di ayat 51 Al-Maidah diartikan pemimpin, pertanyaannya adalah: pemimpin pada tingkatan yang mana? Di sini para ulama berbeda pendapat lagi. Dan perbedaan ini normal saja. Bukan sesuatu yang istimewa. Makanya tidak perlu ngotot-ngototan.

Secara singkat, bila dikaitkan dengan persoalan memilih atau mengangkat penganut Yahudi atau Kristen menjadi pemimpin umat, kata wali dalam urat Al-Maidah 51 yang diartikan pemimpin, setidaknya dapat digambarkan melalui tiga tingkatan tafsir sebagai berikut:

Tafsir pertama: kata wali (pemimpin) di ayat itu dibuat berlaku umum dan untuk semua tingkatan pemimpin. Tapi, tafsir tingkat pertama yang berlaku umum ini sebenarnya tidak praktis dan dapat disanggah melalui beberapa fakta sejarah dan juga kehidupan praktis.

Sebab kalau kata wali (yang diartikan pemimpin) di ayat itu dibuat berlaku untuk semua tingkatan pemimpin, berarti tidak boleh mengangkat orang Yahudi atau Kristen untuk misalnya menjadi ketua panitia pernikahan, ketua panitia rombongan perjalanan wisata atau pemimpin diskusi. Kalau diimplementasikan ke dalam sistem pemerintahan berarti mencakup mulai dari Ketua RT sampai Presiden. Di jajaran birokrat, berlaku mulai dari eselon VI (Kepala Seksi), Eselon-III (Kasubdit = Kepala Sub Direktorat), Eselon-II (Direktur, Kepala Biro), Eselon-I (Dirjen, Deputi) sampai Kepala Departemennya (Menteri).

Karena tafsir tingkat pertama itu sangat sulit dilaksanakan secara penuh, bahkan nyaris tidak impelementatif, akhirnya muncul tafsiran yang lebih longgar.

Tafsir kedua: kata wali yang diartikan pemimpin, hanya berlaku untuk pemimpin tertinggi di sebuah negara saja: presiden dalam sistem Republik, Perdana Menteri dalam sistem parlementer, raja dalam sistem monarki, khalifah atau amirul-mukminin dalam sistem kekhalifaan. Artinya tidak boleh memilih atau mengangkat seorang non-Muslim menjadi pemimpin tertinggi negara.

Konsekuensi logis dari tafsir tingkat kedua yang lebih longgar ini: semua pemimpin di bawah pimpinan tertinggi negara, boleh non-Muslim: seperti menteri dan pejabat struktural, gubernur, bupati, camat, kades sampai ketua RT, atau pemimpin untuk jabatan yang bersifat teknis.

Tafsir ketiga: wali yang diartikan pemimpin, hanya berlaku untuk dua jabatan saja: pemimpin tertinggi negara dan kepala kehakiman. Pemimpin selain untuk dua jabatan itu, boleh selain Muslim.

Ketika dihadapkan pada tiga alternatif tafsir itu, prinsip dialog yang harus dipegang semua pihak adalah tidak boleh saling menegasikan. Kalau saya memilih tafsir ketiga, saya tidak berhak menyalahkan orang yang memilih tafsir pertama dan kedua. Kalau Anda memilih tafsir tingkat pertama, jangan menyalahkan orang yang memilih tafsir kedua dan ketiga, begitu pula sebaliknya. Sebab semua tafsir tersebut, memiliki argumen dan dalilnya masing-masing.

Karena itu, sekali lagi, kalau perdebatan tentang Al-Maidah 51 didiskusikan dalam suasana batin yang cool, dan fokus pada kata wali yang menjadi kata kunci di ayat tersebut, saya pikir, tidak perlu membuang energi untuk saling menyalahkan. Wallahu a’lam.

Syarifuddin Abdullah | Sabtu, 22 Oktober 2016 / 21 Muharram 1438H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun