Secara regional, ketika memilih Iran sebagai mitra strategis, Bashar Assad tahu persis bahwa melalui Iran, Bashar Assad bisa menggunakan kombatan Hizbullah yang berbasis di Lebanon. Bashar Assad juga memahami karakter dan ambisi politik regional Iran, yang sekali mendukung, biasanya akan mendukung penuh dan konsisten mendukung. Berdasarkan pengalaman regional Timur Tengah, Iran jarang menikung di tengah jalan.
Ketiga, menempatkan semua musuh pada satu keranjang
Bashar Assad memperlakukan sama semua kelompok oposisi, tidak peduli pada latar belakang ideologisnya. Kita tahu, dalam konflik Suriah, pihak oposisi terdiri tiga kelompok utama: liberal, Kurdi dan agamis.
Kelompok oposisi liberal juga terpecah antara tokoh yang berbasis Amerika dan karena itu pro Amerika, dan tokoh liberal Suriah yang berbasis Eropa dan karena itu lebih cenderung pro Eropa (terutama Perancis dan Inggris). Sementara kelompok agamis terpolarisasi menjadi kelompok “moderat” dan radikal bahkan teroris. Adapun kelompok Kurdi, relatif konsisten pada satu aliran, karena disatukan oleh cita-cita bersama: mempertahankan eksistensi etnis Kurdinya.
Terhadap tiga kelompok oposisi itu, Bashar Assad kira-kira bilang begini: “gua gak peduli, pada latar belakang ideologismu masing-masing, kalau kalian beroposisi berarti musuhku. Titik”.
Karena itu, serangan udara yang dilancarkan pasukan Rezim Suriah yang dibantu oleh pasukan udara Rusia, dilakukan tanpa pilih kasih. Semua sasaran oposisi diperlakukan sama. Dan Bashar Assad menggunakan bahasa yang bisa diterima semua pihak: memposisikan semua kelompok oposisi sebagai teroris, yang layak dihabisi.
Tentu saja oposisi Suriah yang dijadikan sasaran utama gempuran adalah ISIS yang bermarkas di Raqqah. Tampaknya, pasukan koalisi akhirnya berkesimpulan, lebih baik memprioritaskan upaya menghabisi ISIS daripada berhadapan langsung dengan Bashar Assad yang nota bene didukung penuh oleh Rusia dan Iran.
Keempat, menjaga ibukota tetap kondusif
Selama periode konflik Suriah, yang sudah memasuki tahun keenam, Rezim Bashar Assad sejauh ini sukses mempertahankan ibukota Damaskus sebagai kota yang relatif aman.
Dan sejujurnya, tidak ada analisis militer yang benar-benar bisa menjelaskan kenapa Bashar Assad berhasil secara relatif mempertahankan ibukota Damaskus tetap kondusif. Tidak ada pertempuran besar di dalam kota Damaskus dan sekitarnya.
Semua kelompok oposisi, termasuk Jabhat Nusrah yang terkenal piawai melakukan serangan ke sasaran musuh, pun tampak kesulitan melakukan penetrasi ke jantung kota Damaskus.