Mohon tunggu...
syarifuddin abdullah
syarifuddin abdullah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat Seni dan Perjalanan

Ya Allah, anugerahilah kami kesehatan dan niat ikhlas untuk membagi kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pemberlakuan Keadaan Darurat di Turki

22 Juli 2016   00:29 Diperbarui: 22 Juli 2016   00:42 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://internasional.kompas.com/read/2016/07/18/20024531/

Kronologi dan fakta-fakta:

15 Juli 2016: kudeta gagal terhadap rezim pemerintah yang dipimpin Recep Tayyip Erdogan.

20 Juli 2016: Presiden Turki Erdogan mengumumkan pemberlakuan keadaan darurat selama tiga bulan ke depan (Belum ada penjelasan kenapa Keadaan Darurat hanya tiga bulan, padah Konstitusi Turki sebenarnya membolehkan pemberlakuan keadaan darurat selama enam bulan, yang boleh diperpanjang).

Selama periode 5 hari (antara 15 s.d 20 Juli 2016), aparat keamanan Turki telah memecat dan/atau menahan ribuan pegawai pemerintah, militer dan polisi aktif, nyaris di semua departmen dan instansi pemerintahan, antara lain:

4 rektor perguruan tinggi; 1.577 dekan di berbagai perguruan tinggi; 6.500 pegawai di Kementerian Pendidikan.

Melarang Dewan Pendidikan Tinggi untuk mengirim delegasi ke luar negeri sampai batas pemberitahuan berikutnya.

Dan pemecatan pegawai pemerintah baik sipil, militer yang diperbantukan, ataupun militer mencakup berbagai kementerian, terutama Kementerian Perdagangan, Luar Negeri, Ekonomi dan Keuangan, Keadilan.

---------------

Beberapa catatan analisis:

Pertama, untuk bisa menahan ribuan orang hanya dalam periode waktu lima hari, dengan alasan terlibat dan/atau terkait langsung ataupun tidak langsung dalam upaya kudeta yang gagal itu, berarti Pemerintah Turki sudah memiliki data dan informasi awal tentang latar belakang dan kegiatan orang-orang yang ditahan tersebut, jauh sebelumnya.

Kedua, cukup menarik bahwa pemecatan dan penahanan itu mencakup ribuan civitas akademika (rektor, dekan, dosen dan pegawai administrasi). Ini menunjukkan bahwa selama ini basis oposisi Pemerintahan Erdogan adalah kampus-kampus perguruan tinggi.

Ketiga, yang juga menarik, selama lima hari itu, tidak/belum ada pemberitaan tentang penangkapan tokoh-tokoh dan pimpinan partai politik resmi, khususnya yang memiliki perwakilan di parlemen. Tampaknya karena pemerintah memerlukan dukungan parlemen terhadap pemberlakuan Keadaan Darurat.

Keempat, diasumsikan bahwa selama tiga bulan pemberlakuan Keadaan Darurat ke depan, cukup untuk melakukan “pembersihan” semua anasir oposisi di semua instansi pemerintahan Turki. Artinya pula, instansi pelayanan masyarakat akan sedikit terganggu selama periode tersebut. Tapi itulah keadaan yang harus diterima oleh warga Turki.

Kelima, tindakan preventif dan preemtive yang telah-sedang-akan dilakukan pemeritah Turki sampai tiga bulan ke depan, saya yakin, juga akan dilakukan oleh pemerintah di manapun seandainya mengalami kudeta gagal seperti yang dialami Pemerintahan Erdogan pada 15 Juli 2016.

Keenam, warga Turki yang telah dan akan ditahan, sipil ataupun militer, mungkin akan sangat sulit direhabilitasi di masa depan. Mereka akan diposisikan sebagai musuh negara, atau minimal musuh rezim Erdogan. Artinya, polarisasi masyarakat Turki (terutama antara kelompok agamis dan kubu nasionalis) yang memang sudah tajam akan semakin tajam.

Ketujuh, berbagai intansi keamanan (militer, polisi, dinas intelijen, intansi keamanan sipil) diperkirakan akan mengalami keguncangan internal akibat banyaknya pimpinan berpangkat perwira tinggi dan perwira menengah yang ditahan. Akan muncul suasana saling curiga, yang bisa dimanfaatkan untuk melakukan pembersihan.

Kedepalan, dapat diperkirakan bahwa Rezim Pemerintahan Erdogan akan semakin kuat. Tetapi Erdogan bermimpin besar bila berasumsi akan mampu menghabisi semua anasir oposisi. Pengalaman di bebagai negara justru membuktikan sebaliknya.

Kesembilan,kita berharap Pemerintahan Erdogan tidak melakukan seperti yang terjadi di Indonesia selama beberapa tahun paska Kudeta Gagal tahun 1965, meskipun kemungkinan itu sangat besar.

Syarifuddin Abdullah | Jumat, 22 Juli 2016 / 17 Syawal 1437H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun