Mohon tunggu...
syarifuddin abdullah
syarifuddin abdullah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat Seni dan Perjalanan

Ya Allah, anugerahilah kami kesehatan dan niat ikhlas untuk membagi kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Membayar Zakat Penghasilan

10 Juni 2016   21:03 Diperbarui: 10 Juni 2016   21:14 4269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Zakat Penghasilan, Dokumen Pribadi

Setiap bulan Ramadhan, banyak Muslim bertanya dan ingin membayar zakat penghasilannya, dan para ustadz menceramahkannya dilayar kaca dan corong radio. 

Kenapa di bulan Ramadhan? Sebenarnya, bayar zakat mal (penghasilan) tidak harus di bulan Ramadhan. Tapi karena pertimbangan praktis, biar gampang mengingatnya, sekaligus konon untuk memanfaatkan momentum pahala tinggi di bulan Ramadhan, sebagian besar Muslim membayar zakat hartanya di bulan Ramadhan.

Sekedar menyegarkan ingatan, berikut penjelasan singkat tentang 3 (tiga) syarat utama yang perlu diketahui terkait membaya rzakat pengasilan dan contoh perhitungan praktisnya:

1. Jumlah harta telah memenuhi nishab (batas minimal), yang setara 85 gram emas (pada Juni 2016 harga emas sekitar 600.000x 85 gram emas = Rp51.000.000).

2. Hitungan nishab yang menjadia cuan adalah saldo harta setelah dikurangi kebutuhan pokok (sandang, pangan,papan) dan utang yang jatuh tempo.

3. Harta itu sudah (dan/atau diasumsikan) telah dimiliki selama satu tahun (satu haul). 

Ilustrasi praktis:

·        Penghasilan Rp15.000.000 per bulan x 12 bln= Rp180.000.000,-

·        Pengeluaran/kebutuhan pokok: Rp7.000.000 x12 bln = Rp84.000.000,-

·        Pengeluaran untuk bayar utang misalnya kredit rumah dan kendaraan yang sudah jatuh tempo sebesar Rp3.000.000 x 12 blm= 36.000.000,-

·        Berarti saldo penghasilan bersih adalah Rp60.000.000(Rp180.000.000 dikurangi Rp120.000.000 yang merupakan gabungan kebutuhan pokok Rp84.000.000dan utang/kredit Rp36.000.000). 

·        Karena saldo pengasilan bersih tersebut – setelah dikurangi kebutuhan pokok dan utang – telah memenuhi bahkan lebih dari nishab (yang hanya Rp51.000.000), maka Anda wajib membayar zakat sebesar Rp1.500.000 (2,5%x Rp60.000.000).

Catatan: Kalau saldo pengasilan bersih itu kurang dari nishab (Rp51.000.000), Anda belum dikenakan zakat wajib. Kalau mau berinfak dan bersedekah, silahkan saja, in-sya’-Allah pahalanya sama dan semoga berterima di sisi-Nya.

Karena informasi/input data pengeluaran (kebutuhan pokok dan utang) dilakuan sendiri-sendiri, maka setiap pembayar zakat perlu memiliki kejujuran personal. Jangan pernah tergoda mengelebui diri sendiri, dengan cara mencurangi angka-angka perhitungan zakat Anda sendiri.

Terkait dengan penyaluran zakat mal, sejauh ini saya masih berasumsi, lebih baik dilakukan sendiri-sendiri saja. Sebab dibanding para pengurus badan-badan pengelola zakat, mungkin saya-Anda-dia lebih mengetahui siapa-siapa yang paling layak dan berhak menerima zakat, yang ada di sekitar kita dan mungkin berdomisili tidak terlalu jauh dari rumah kita masing-masing. 

Mari meluangkan waktu untuk belajar tata cara pembayaran zakat, seperti halnya kita pernah meluangkan waktu untuk belajar tata cara shalat dan puasa dengan benar.

Syarifuddin Abdullah | 10 Juni 2016

(Catatan: materi inti artikel ini pernah di-upload pada akun Facebook pribadi saya pada bulan puasa tahun lalu: 02 Juli 2015 / 16 Ramadhan 1436H).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun