Mohon tunggu...
syarifuddin abdullah
syarifuddin abdullah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat Seni dan Perjalanan

Ya Allah, anugerahilah kami kesehatan dan niat ikhlas untuk membagi kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jalan Terjal Pemberantasan Terorisme

17 Januari 2016   16:18 Diperbarui: 17 Januari 2016   21:40 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pengalaman Afghanistan

Setelah melakukan hampir semua bentuk tindakan represif untuk memberantas Taliban (mulai dari agresi Amerika tahun 2001, dilanjutkan dengan periode gempuran drone), dan ternyata Taliban tetap eksis dan selalu mampu melancarkan serangan mematikan, dan akhirnya Pemerintah Kabul membuka pintu dialog, semacam metode kolaborasi (bekerjasama dengan musuh).

Tapi berdialog dengan kelompok yang terlanjur memiliki “budaya bedil” tentu tidak mudah. Setiap kali terjadi kebuntuan dalam proses perundingan, selalu ditingkahi dengan aksi pengeboman, sampai saat ini.

Pengalaman Turki

Rezim berkuasa di Ankara menempuh metode “bermain di dua kaki”. Melalui kategorisasi yang lentur, Ankara mendukung sebagian kelompok Islam di Suriah, dan pada saat yang sama, memerangi IS.

Pada periode tertentu, Turki bahkan pernah menerapkan kebijakan “sekularisasi total” di zaman Attaturk, dan berlangsung sekitar 50 tahun, dan terbukti kebijakan itu malah disiasati sebagai periode konsolidasi kelompok radikal.

Kemakmuran relatif yang dinikmati warga Turki melalui pembangunan ekonomi juga tidak serta merta membebaskan Turki dari aksi teror.

Pengalaman Irak

Irak menempuh model “ala gladiator”. Karena rezim di Baghdad tidak mampu mengontrol semua wilayahnya yang dikuasai dan diteror oleh IS, maka sejak 2014, Rezim Baghdad mendukung pembentukan milisi Syiah (dengan kekuatan lebih dari 150 ribu combatan) untuk memerangi IS secara head-to-head di medan tempur.

Ketika menyerbu Irak 2003, awalnya Amerika menggunakan taktik “Pagar Betis”, seperti yang pernah ditempuh ABRI ketika menyapu bersih anasir NII di Jawa Barat pada tahun 1950-an. Amerika juga menggunakan taktik gladiator dengan mempersenjatai milisi-milisi kabilah Sunni untuk melawan kelompok ISIS (ketika itu masih bernama Jamaah Tauhid Wal Jihad, yang kemudian menjadi ISI=Islamic State in Iraq, sebelum akhirnya menjadi ISIS pada 2011, lalu hanya IS pada 2014).

Kalau kebijakan ala gladiator di Irak ini yang mau diterapkan di Indonesia, berarti kita harus mempersenjatai, misalnya Banser NU atau Pemuda Pancasila, biar bertempur secara head-to-head melawan combatan IS Cabang Indonesia. I don’t think it’s the one of the good way.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun