Mohon tunggu...
syarifuddin abdullah
syarifuddin abdullah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat Seni dan Perjalanan

Ya Allah, anugerahilah kami kesehatan dan niat ikhlas untuk membagi kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Serangan Teror Paris, Suara Lain dari Eropa

17 November 2015   21:36 Diperbarui: 17 November 2015   23:57 1991
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

David Van Reybrouck mengakhiri artikelnya dengan mengatakan, “Pidatomu, bapak Presiden, berisi soal kebebasan. Mestinya juga berisi tentang persamaan dan persaudaraan. Dan saat ini, bagi saya, kita justru lebih memerlukan persamaan dan persaudaran dibanding kefasihanmu berbicara soal perang”.

Kira-kira dengan nada yang sama, Espresso The Economist, edisi 17 Nopember 2015, juga menurunkan artikel pendek berjudul: “Each to his own: the Middle East after Paris”, yang mengulas bahwa banyak orang Lebanon menggerutu karena aksi pengeboman di Beirut sehari sebelum teror Paris kurang mendapatkan perhatian media dunia. Beberapa warga Suriah mengatakan, Bashar Assad telah membunuh ribuan orang, lebih banyak daripada yang dibunuh oleh IS. Sementara Bashar Assad sendiri menegaskan dia hanya memerangi teroris, bukan memerangi warganya sendiri. Di Mesir, Abdul Fattah Al-Sisi menggunakan ancaman terorisme untuk membenarkan perlunya rezim tangan besi”.

--------

Terus terang, tidak banyak yang bisa dikatakan setelah membaca surat terbuka David Van Reybrouck kepada Presiden Perancis, dan ulasan Espresso the Economist.

Kalau boleh mendaur ulang periode 15 tahun terakhir (dari 2001 sampai 2015), kita bisa menyimpulkan bahwa aksi-aksi teror di berbagai penjuru dunia ternyata lebih banyak justru setelah “War on Terror”. Bukankah ini sebuah paradoks?

Sebab “War on Terror” itu dilawan dengan “mesin perang juga”, terus “perlawanan terhadap war on terror itu”, dilawan dengan “act of war” lagi… Begitu seterusnya. Sebuah lingkaran setan, yang ujungnya kita semua tahu: korban tewas akan semakin bertambah. Apakah memang iya, harus begini kehidupan yang konon modern itu?

Selasa, 17 Nopember 2015 | Syarifuddin Abdullah

Ilustrasi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun