Di Kampung Berua saat itu juga terdapat proyek Percontohan Polykultur Budidaya Udang Vaname dan Ikan Bandeng, yang merupakan proyek pemerintah setempat.
Setelah turun dari Gua Kelelawar, kami menyempatkan diri beristirahat di warung milik salah satu masyarakat Kampung Berua. Menikmati kopi panas dan cemilan khas Makassar.
Ketika kembali dari Kampung Berua untuk menuju dermaga awal keberangkatan, pengemudi perahu kayu yang kami naiki, membawa kami melewati sungai yang dipenuhi dengan batu-batu karang dengan berbagai bentuk unik, yang menyembul di permukaan air. Membuat perahu harus bergerak zig-zag agar tidak menabrak batu-batu karst tersebut.
Pengemudi perahu yang membawa kami saat itu, menginformasikan bahwa wisata menyusuri Sungai Pute juga dapat dilakukan malam hari. Saat saya tanya lebih lanjut, apa yang dilihat jika menyusuri Sungai Pute di malam hari, pengemudi perahu memberitahu bahwa di malam hari bisa melihat penampakan kunang-kunang.
Bagi masyarakat Berua, sungai Pute adalah jalur lalu lintas utama untuk bisa berinteraksi dengan masyarakat luar, termasuk untuk menuju pasar di Jembatan Pute.
Kami pun menyempatkan diri mengunjungi Taman Prasejarah Leang-Leang yang masih berada di daerah Maros. Sebuah lokasi wisata edukasi tentang kepurbakalaan. Kata "Leang-Leang" dalam bahasa setempat (Bugis-Makassar) memiliki makna "gua". Di taman ini terdapat banyak gua prasejarah yang menyimpan peninggalan arkeologis manusia purba yang unik dan menarik.Â