Mohon tunggu...
Sabda Hartono
Sabda Hartono Mohon Tunggu... Desainer - hobbyist elektronika

Founder www.catur-digital.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jessica dan Paradoks Sang Pembela

2 November 2016   16:21 Diperbarui: 2 November 2016   16:43 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diagram Venn 1 (koleksi pribadi)

Kasus Kopi sianida ternyata menuai dikotomi atau terbelah menjadi dua pihak: satu pihak berpendapat bahwa Jessica bersalah dan pihak lain berpendapat Jessica tidak bersalah. Nuansa dikotomi atau terbelah dua sangat kentara saat sidang pembacaan vonis. Para petugas keamanan sampai harus memisahkan pengunjung yang membludak saat sidang pembacaan vonis. Pihak yang mendukung Jessica dikumpulkan disebalah sini. Sedang pihak yang mendukung Mirna dikumpulkan di sebelah sana. Tindakan petugas keamanan dapat dipahami karena dikuatirkan terjadi konflik antar pendukung. Kejadian ini mirip dengan penonton sepak bola liga Indonesia. Pendukung Persib silahkan di duduk di tribun Timur dan pendukung Persija silahkan duduk di tribun Barat. Padahal ini bukan pertandingan sepak bola!

Kali ini saya ingin membahas paradoks dikotomi yang ditemukan oleh Zeno dari Elea (kota di Yunani). Paradoks Zeno sudah sangat kuno, beliau hidup 500 tahun sebelum kelahiran nabi Isa (Yesus). Orang Yunani jaman dahulu senang berfilsafat, itulah sebabnya ahli filsafat Plato dan Socrates dilahirkan di Negri Yunani. Zeno adalah ahli filsafat yang hidup sebelum Socrates. Menurut Socrates, Zeno adalah ahli filsafat yang pertama kalinya menemukan dialektika.

Paradoks adalah sejenis sesat pikir. Paradoks kelihatannya logis tapi akan menghasilkan kesimpulan yang bertentangan (kontradiksi) dengan kenyataan sehari-hari atau bertentangan dengan nalar sehat. Paradoks adalah senjata ampuh untuk mengacaukan logika lawan debat agar kita memenangkan perdebatan.

Contoh paradoks adalah: "Dapatkah Tuhan menciptakan batu yang sangat berat sehingga Tuhan tidak mampu mengangkat batu itu?". Kalau jawabannya dapat, maka kesimpulannya Tuhan tidak "maha kuasa" karena Tuhan tidak mampu mengangkat batu tersebut Tentang hal tesebut filsuf Kompasianer Ujang ti Bandung pernah membahasnya disini.

**********

Rupa-rupannya pembela Jessica menggunakan senjata paradoks untuk membela clientnya, dalam hal ini menggunakan paradoks dikotomi Zeno. Paradoks dikotomi pada masalah hukum adalah demikian:

Misalnya saya kehilangan televisi. Tetangga saya mengatakan dia melihat orang berambut keriting mengambil televisi dari rumah saya.

Saya melaporkan kepada polisi perihal kehilangan televisi. Kemudian polisi menindak lanjuti dengan mengintai di setiap penjual televisi bekas. Polisi mendapatkan orang berambut keriting hendak melego televisi pada penjual televisi bekas. Orang yang berambut keriting itu pastilah pencuri televisi saya! Ups salah! Ada dikotomi: Pencuri berambut keriting, tetapi ada banyak orang berambut keriting yang bukan pencuri!

Si rambut keriting itu membawa televisi merek kucing, sama dengan merek televisi saya. Orang ini pasti pencurinya! Ups salah! Jangan sembarang menuduh. Ada dikotomi: Saya punya televisi merek kucing, dan ada banyak orang lain mempunyai televisi merek kucing!

Anak saya iseng menggambar bunga di panel belakang televisi saya. Setelah diperikasa ternyata benar ada gambar bunga di panel belakang televisi tersebut. Nyata orang ini adalah pencuri. Ia terbukti secara sah dan meyakinkan mencuri televisi saya. Ups salah! Ada dikotomi, memangnya cuma anak saya yang boleh menggambar bunga di panel belakang televisi. Orang lainpun mungkin menggambar bunga di panel belakang televisinya.

Menurut paradoks dikotomi di bidang hukum, sekalipun saya mengantongi seribu bukti, selama ada dikotomi dalam bukti-bukti tersebut, saya tidak dapat membuktikan secara sah dan meyakinkan bahwa orang tersebut telah mencuri televisi saya. Sesungguhnya ini adalah sesat pikir! Inilah paradoks dikotomi pada bidang hukum!

Dalam kasus Jessica, banyak orang yang tersesatkan oleh paradoks dikotomi Zeno, oleh sebab itu, banyak orang mengangap hakim dzolim bin ngawur menghukum Jessica bersalah dengan penjara 20 tahun dengan bukti "sangat lemah". Jessica datang terlebih dahulu kemudian memesan kopi untuk temannya, tak ada orang yang melihat Jessica menabur racun, bagaimana mungkin Jessica dihukum dengan bukti yang "sangat lemah" seperti itu?!

Sesungguhnya hakim tidak ngawur apalagi dzolim. Kita tidak boleh memandang bukti-bukti "lemah" sebagai potongan cerita bak orang buta melihat gajah. Melainkan kita harus memandang bukti-bukti itu sebagai serangkaian cerita yang bersesuian satu sama lain, sehingga merupakan bukti yang kuat.

Keputusan hakim terasa ngawur karena kita semua telah disesatkan oleh paradoks dikotomi Zeno!!!

**********

Zaman dahulu, ketika Zeno pertama kali mencetuskan paradok dikotomi bukanlah dalam masalah hukum, melainkan dengan cerita seperti ini:

Bila kita naik kereta api dari Bandung ke Surabaya maka sampai dunia kiamat kita tidak pernah tiba di Surabaya. Hal tersebut tentu tidak sesuai dengan kenyataan (namanya juga paradoks). Saya pernah naik kereta api dari Bandung ke Surabaya, nyatanya setelah lebih dari 10 jam perjalanan saya tiba Surabaya. Zeno mengatakan sebelum sampai ke Surabaya saya harus lebih dahulu menempuh setengah perjalanan, sampailah saya di Tasikmalaya. Dari Tasikmalaya saya harus melanjutkan setengah perjalanan, sampailah saya di kota Jogjakarta. Dari Jogjakarta harus pula menempuh setengah perjalanan berikutnya, demikian seterusnya. Kesimpulannya menurut paradoks Zeno sampai dunia kiamat saya tidak pernah sampai di kota Surabaya.

Paradoks Zeno adalah hasil pemikiran orang iseng yang kurang kerjaan, membuat kita tertawa sambil guling-guling. Tidak masuk akal! Kenyataannya setiap hari ribuan orang naik kereta api dan bisa sampai ke kota tujuan. Sekalipun demikian, Zeno telah berhasil bikin pusing tujuh keliling orang-orang Yunani hampir seribu tahun lamanya!!! Orang-orang Yunani senang berfilsafat, seharusnya kebenaran bisa diperoleh dengan hanya menggunakan logika. Inilah yang membingungkan orang Yunani hampir seribu tahun: Bagaimana mungkin logika bisa bertentangan dengan kenyataan??

Anda masih bersama saya? Baiklah, saya akan ceritakan bentuk lain dari paradoks Zeno supaya lebih mudah dimengerti, kali ini dalam bentuk cerita fiksi:

DesoL adalah K'ers yang cantik, pintar dan gemesin, tidak heran banyak K'ers yang jatuh cinta kepadanya. Ini adalah "pengakuan" DesoL sendiri disini. Pacar DesoL ada 3 orang: Sabda Hartono seorang filsuf, Jati kumoro seorang hakim dan Pebrianov seorang arsitek yang sering lupa pakai celana.

DesoL merasa ribet punya tiga orang pacar. Mereka sering membuat dunia ini menjadi gaduh, saling berkelahi merebutkan DesoL. Agar dunia ini menjadi damai, DesoL memutuskan untuk mengadakan perlombaan diantara ketiga pacarnya itu. Tema perlombaannya adalah: Adu cepat mencium DesoL. Siapa yang pertama kali berhasil mencium DesoL berhak menjadi kekasih DesoL, yang kalah tereliminasi selamanya.

Aturan main lomba cukup unik, kontestan hanya boleh mencium DesoL bila jarak kontestan dan DesoL nol centimeter. Perlombaan terdiri dari banyak babak, dalam perjalanan mendekati DesoL harus berhenti setengah perjalanan, kemudian dilanjutkan pada babak selanjutnya.

Pebrianov dan Jati Kumoro setuju dengan aturan lomba, kecuali Sabda Hartono. Sebagai seorang filsuf Sabda Hartono sudah tahu bahwa lomba ini tidak mungkin ada pemenangnya, sampai kapanpun, jarak kontestan dan DesoL tidak mungkin nol centimeter. Sabda Hartono mengetahui hal tersebut dari Zeno orang Yunani.. Ikut lomba seperti ini hanya buang-buang waktu saja, pikir Sabda Hartono. Tetapi kalau tak ikut lomba, Sabda Hartono gengsi.Akhirnya Sabda Hartono pun setuju ikut lomba paling aneh sedunia ini.

Perlombaan pun dimulai: Babak pertama kontestan berjarak 8 meter dari DesoL, kemudian maju setengah perjalanan sekarang jaraknya jadi 4 meter dari DesoL. Maju lagi setengah perjalanan kini berjarak 2 meter. Selanjutnya, jarak kontestan pun semakin dekat 1 meter dan......50cm!

Jarak Pebrianov dan kawan-kawan sangat dekat dengan DesoL, sekarang hanya 50 cm saja! Ini membuat DesoL harap-harap cemas. Dan,,,, babak selanjutnya maju setengah perjalanan, sekarang jaraknya sangat-sangat dekat 25cm. Pebrianov pun nyosor mencium DesoL mereka pun berciuman dengan mesra. Jati kumoro dan Sabda Hartono hanya bisa melongo plus cemburu melihat mereka berdua unjuk kemesraan. Akhirnya DesoL dan Pebrianov pergi sambil bergandengan tangan menghilang dari pandangan 2 orang pecundang yang juga bloger kompasiana ini.

"Prof. Pebrianov main kayu, nih!, aturannya jaraknya kan harus nol, 25 cm menurut keyakinan saya belum nol prof!", Keluh Jati Kumoro yang juga seorang Hakim. Memang demikianlah karakter hakim, bertindak menurut aturan main, keyakinan dan fakta. Kitapun harus maklum dengan Pebrianov yang arsitek/seniman itu. Seorang seniman biasa bebas berekspresi dan sering menabrak aturan. Lihat bagaimana Pebrianov berperilaku nyeleneh: Lupa pakai celana!

Itulah paradoks Zeno yang dihidupkan kembali setelah ribuan tahun terkubur. Paradoks itu bisa berwujud cerita lucu-lucuan tentang seorang gadis dengan tiga pacarnya. Paradoks Zeno digunakan sebagai cerita komedi tidaklah menjadi soal, tetapi menjadi masalah cukup serius ketika berubah gendre menjadi cerita tragedi nan pilu, mencabik-cabik rasa keadilan masyarakat. Dan celakanya di era digital ini cerita tersebut menjadi viral di tengah masyarakat. Cerita paradoks Zeno bergendre tragedi itu misalnya berjudul: gara-gara Jessica nangis tidak mengeluarkan ingus, hakim memvonis Yessica 20 tahun penjara!

Kita boleh tertawa sambil guling-guling, mentertawai kekonyolan paradoks Zeno. Kita menyadari paradok Zeno keliru. Pergi ke suatu tempat tak mungkin sampai tujuan sampai kapanpun?? Tak masuk akal, tak sesuai pengalaman sehari-hari. Ironinya kalau paradoks Zeno berubah bentuk menjadi masalah hukum, kita tidak menyadari bahwa itu adalah paradoks, kita menyangka itu adalah kebenaran!!!! Hal tersebut dapat kita maklumi karena masalah hukum lebih abstrak dibanding dengan masalah bepergian ke suatu tempat. Paradoks Zeno sempat membingungkan negri Yunani hampir seribu tahun. Tetapi yang lebih nyesek di dada adalah: paradoks Zeno di bidang hukum telah berhasil membuat jutaan orang di negri Endonesah menjadi galau.

Sesat pikir paradoks Zeno adalah: tidak menyadari setiap selesai melakukan setengah perjalanan, jarak kita semakin dekat dengan tujuan. Dalam bidang hukum, sesat pikir itu adalah: tidak menyadari bahwa bukti baru yang saling bersesuaian akan meng-update keyakinan kita menjadi semakin yakin (keraguan menjadi semakin hilang).

Zeno benar, calon pacar DesoL "tidak mungkin" berhasil mencium DesoL karena ada dikotomi yakni setengah dari sisa perjalanan. Namun ternyata sisa perjalanan itu makin lama-makin kecil. Suatu ketika jarak DesoL dan Jati kumoro cuma setengah centimeter. Sebagai Hakim Jati Kumoro boleh yakin jarak yang cuma setengah centimeter adalah "nol" dan boleh mencium DesoL.

Zeno benar, keraguan tidak mungkin nol, karena adanya dikotomi terhadap bukti. Dengan demikian haruslah diakui hakim bisa salah dalam menjatuhkan vonis. Tetapi hakim tidak boleh main kayu, keraguan harus sekecil mungkin. Inilah buah simalakama untuk hakim. Kalau hakim hanya boleh menghukum orang yang tertangkap tangan, akan terlalu banyak orang jahat bebas berkeliaran. Asas inilah yang digunakan hakim di seluruh dunia, di sepanjang sejarah peradaban manusia!

**********

Sebenarnya saya ingin mengakhiri artikel ini disini, tetapi saya takut dituduh menulis artikel ngawur, bukan kebenaran ilmiah. Tdaklah mudah memberi penjelasan ilmiah untuk masalah ini, sesorang harus menguasai teori kemungkinan (salah satu cabang matematika). Apapun itu, saya harus dapat menjelaskan sebaik mungkin dan sesingkat mungkin pada ruang yang sangat terbatas ini.

Prinsipnya: Bukti baru dapat meng-update keyakinan kita. Dalam teori kemungkinan, kita dapat meng-update keyakinan kita dengan dalil Bayes (1701-1761) yang ditulis dalam notasi aljabar seperti berikut:

P(A|B) = P(B|A).P(A)/P(B) ...............Dalil Bayes

Dalil Bayes merupakan dalil penting dalam teori kemungkinan. Boleh dikatakan seseorang belum belajar teori kemungkinan kalau belum mengerti dalil Bayes. Ibarat jangan mengaku pernah makan nasi padang kalau belum mencicipi rendang. Dalil yang ditemukan oleh tuan Bayes ini bukanlah rumus ngawur nan abal-abal, tetapi sudah teruji secara empirik.

Jangan kuatir, saya tidak akan menjejali diri dengan notasi aljabar, tetapi akan mengunakan diagram Venn (cara visual). Mari kita kembali pada masalah pencuri televisi di rumah saya seperti yang diceritakan pada awal tulisan ini.

Polisi menemukan orang berambut keriting hendak melego televisi pada penjual televisi bekas. Diketahui pencuri itu berambut keriting, apakah kita boleh menyimpulkan orang tersebut pencuri karena ia berambut keriting? Tentu tidak!! Tetapi curiga boleh, status kemungkinan ia adalah pencuri saya gambar mengunakan diagram Venn dibawah ini:

Diagram Venn 1 (koleksi pribadi)
Diagram Venn 1 (koleksi pribadi)
Ternyata ditemukan fakta si rambut keriting tersebut menjual televisi merek kucing, yakni sesuai dengan merek televisi saya yang hilang. Di negri ini cuma ada tiga merek televisi: kucing, tikus dan anjing. Berdasarkan hal tersebut kita dapat meng-update keyakinan. Kalau si rambut keriting bersalah, ia tentu menjual televisi merek kucing, kalau ia tidak bersalah ia mungkin menjual televisi merek kucing, anjing dan tikus. Karena faktanya si rambut keriting menjual televisi merek kucing, menurut dalil Bayes, Kita dapat membuang(mencoret) daerah anjing dan tikus.

Diagram Venn 2 (koleksi pribadi)
Diagram Venn 2 (koleksi pribadi)
Sekarang kita makin curiga bahwa si rambut keriting itu bersalah. Hal ini ditunjukkan dengan semakin melebarnya daerah merah. Hakim tak boleh memvonis dia bersalah sekalipun mengantongi 2 bukti (rambut keriting dan merek kucing). Kemungkinan si rambut keriting tidak bersalah masih besar (daerah hijau masih luas).

Bila ternyata ditemukan lagi fakta, ada gambar bunga dibelakang panel televisi saya, update lebih lanjut status keyakinan. Menurut dalil Bayes, kita dapat membuang banyak sekali daerah hijau, karena gambar bunga di panel belakang televis cukup unik, diperkirakan sangat sedikit orang sengaja menggambar bunga di panel belakan televisi. Dalam menerapkan dalil Bayes, kita memperhitungkan juga kemungkinan pencuri menghapus gambar untuk menghilangkan jejak. Sekarang hakim sudah boleh memvonis bersalah, sekalipun ada kemungkinan kecil salah vonis (masih menyisakan daerah hijau).

Diagram Venn 3 (koleksi pribadi)
Diagram Venn 3 (koleksi pribadi)
Akhirnya semoga anda yakin paradoks Zeno di bidang hukum memang ada. Terima kasih tuan Zeno, terima kasih tuan Bayes. Anda semua telah memberi pencerahan bagi dunia. Akhirnya terimakasih telah membaca artikel ini!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun