Mohon tunggu...
Sabda Hartono
Sabda Hartono Mohon Tunggu... Desainer - hobbyist elektronika

Founder www.catur-digital.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Logika Digital dan Kopi Sianida

18 Agustus 2016   11:20 Diperbarui: 18 Agustus 2016   11:28 529
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Inovasi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Jcomp

Sekarang ini teknologi digital begitu mendominasi, sehingga teknologi non digital diangap sudah usang. Dulu orang menyangka bahwa pengolah suara, dan pengolah citra tak mungkin digantikan dengan teknologi digital. Namun kenyataannya, teknologi digital "tanpa belas kasihan" mengusur teknologi lama yang telah usang.

Keunggulan teknonogi digital disebabkan karena mesin digital hanya mengenal dua besaran dapat direpresentasikan dengan 0% dan 100%. Atau dapat direpresentasikan dengan benar (true) dan salah (false), atau dengan hitam dan putih, bahkan dapat direpresentasikan dengan sorga dan neraka!!!

Seharusnya pengadilan di dunia ini menggunakan logika digital yang hanya mengenal salah dan benar. Namun sayang seribu sayang pengadilan di dunia ini tidak menganut logika digital, ini memang mengecewakan, tapi harus bagaimana lagi. Kabar baiknya, bagi mereka yang merindukan logika digital dalam pengadilan, tunggulah sampai pengadilan di hari kiamat nanti. Pada hari kiamat nanti "teknologi usang" yang digunakan di pengadilan dunia akan diganti dengan" teknologi digital" pengadilan akhirat. Pengadilan akhirat hanya mengenal dua besaran, benar (sorga) dan salah (neraka).

Akibat menggunakan logika bukan digital pengadilan di dunia bisa salah ini contohnya dari kisah nyata:

Seorang suami dipenjarakan karena dituduh membunuh istrinya. Dari kesaksian tetangga pada hari dimana terjadi pembunuhan suami-istri bertengkar hebat. Begitu heboh keributan itu, sampai terdengar oleh tetanga. Setelah ribut besar dengan istrinya, suami pergi meninggalkan istrinya. Kemudian tetangga menemukan sang istri mati terbunuh.

Singkat cerita si suami dipenjara, ia dipersalahkan telah membunuh istrinya berdasarkan kesaksian tetangga. Yang sebenarnya terjadi ketika suami meninggalkan istrinya, rumahnya disatroni orang yang mengidap kelainan sexual. Sang istri diperkosa oleh penyusup itu, kemudian perempuan itu dibunuh. Suami ini benar-benar ketiban sial, ia dihukum padahal ia tidak bersalah.

Untungnya dalam vonis hakim membuat catatan: ada jejak DNA yang tidak diketahui asalnya ditemukan di kamar istri. Beberapa tahun kemudian pemerkosa/pembunuh tertangkap karena memperkosa di tempat lain. Pemerkosa itu mengaku bahwa ia pernah pula memperkosa dan membunuh seorang wanita. Korbannya ialah istri lelaki yang ketiban sial tadi. Ternyata benar, Jejak DNA di kamar istri cocok dengan DNA pemerkosa. Hakim telah keliru menjatuhkan vonis lelaki itu! Ia akhirnya dibebaskan dari penjara.

Contoh lain adalah kasus Sengkong dan Karta yang dipenjara gegara dituduh melakukan pembunuhan. Untung si pembunuh bertobat, mengakui perbuatannya sehingga Sengkong dan Karta dibebaskan!

Apakah Pengadilan di Dunia Ini Dapat Dipercaya?

Pengadilan di dunia ini bukan logika digital, makanya bisa saja terjadi kesalahan dalam menjatuhkan vonis seperti yang telah saya contohkan sebelumnya. Namun ini tidak berarti kita harus meragukan pengadilan dunia. Sebelum menjatuhkan vonis fakta-fakta harus diperiksa oleh hakim secara teliti. Kalau kebenaran mutlak itu 100% dan kesalahan mutlak itu 0%, maka setidaknya pengadilan dunia harus menghasilkan kebenaran mendekati 100% misalnya 99,99%.

Hakim tidak sembarangan menjatuhkan vonis, ia harus dibekali dengan ilmu yang mumpuni. Jenjang pendidikan hakim setidaknya harus sarjana hukum. Saat mengambil keputusan, hakim harus taat pada azas tertentu. Salah satu azas yang harus dipenuhi adalah adanya alat bukti yang banyak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun