Bermula dari pertanyaan sederhana dimana kita sering berdiskusi “ Apakah Matematika Termasuk Sains atau Sains Termasuk Matematika ? Diruangan kerja sambil menyeruput kopi, kita saling berdiskusi dan menyampai ide serta pertanyaan yang mungkin, sedikit membingungkan.
Kata-kata yang kalimat premis yang dilempar itu seperti di bolak-balik terkesan memiliki makna sama saja. Padahal sejatinya memiliki makna yang berbeda.
Mengapa demikian? Hal tersebut terjadi karena kerangka pandangan kita berbeda-beda sehingga menimbulkan kesimpulan-kesimpulan baru. Pada artikel ini penulis merangkum sehingga kita dapat menjawab pertanyaan diatas.
Pertama untuk kalimat diatas kita harus tahu dulu definisi kata-kata tersebut untuk memperkuat alasan logis kita dalam menentukan klasifikasi kalimat tersebut.
Pertama, matematika merupakan suatu alat untuk menjelaskan sesuatu sehingga digunakan oleh para ilmuan sebagai bahasa untuk berkomunikasi;
Kedua isi dalam matematika cenderung diperoleh dengan cara berpikir deduktif (Umum-Khusus) dimana lebih mengutamakan penggunaan logika dan menjadikan imajinasi (alam pemikiran) sebagai kerangka acuan untuk menemukan pengetahuan dan memahami realita;
Ketiga matematika adalah main role (pondasi) dari pengetahuan sehingga menjadi cara berpikir yang diterima oleh khalayak umum. Namun, terdapat beberapa pendapat yang menolak akan pilihan tersebut dengan dasar argumentasi yaitu dari definisi sains yang merupakan pengetahuan yang diperoleh dari pembelajaran dan pembuktian serta matematika yang melingkupi kebenaran dari suatu hukum. Dengan korelasi tersebut, diperoleh matematika adalah sains.
Kemudian untuk mengetahui Sains itu sendiri ayo kita tinjau secara etimologis dan Terminologis. Menurut Buku Filsafat sains karangan M. Djajadi tahun 2019 mengatakan bahwa “Ilmu merupakan kata yang berasal dari bahasa Arab, ‘alima – ya’lamu yang berarti tahu atau mengetahui. Sementara itu secara istilah ilmu diartikan sebagai idraku syai bi haqiqatih (mengetahui sesuatu secara hakiki).
Dalam bahasa Inggris, ilmu biasanya dipadankan dengan kata science, sedang pengetahuan dengan knowledge. Dalam bahasa Indonesia kata science(berasal dari bahasa Latin dari kata Scio,Scire yang berarti tahu) umumnya diartikan ilmu tapi sering juga diartikan dengan Ilmu Pengetahuan, meskipun secara konseptual mengacu pada makna yang sama. Untuk lebih memahami pengertian ilmu (science) di bawah ini dikemukakan beberapa pengertian:
Science is a systematized knowledge obtained by study, observation, experiment (Webster’s super New School and Office Dictionary).
Science is the complete and consistent description of facts and experience in the simplest possible term (Karl Pearson).
Science is a sistematized knowledge derives from observation, study, and experimentation carried on in order to determinethe nature or principles of what being studied (Ashley Montagu).
Science is the system of man’s knowledge on nature, society and thought. It reflect the world in concepts, categories and laws, the correctness and truth of which are verified by practical experience (V. Avanasyev).
Berdasarkan definisi diatas “apakah sains itu?”, maka penulis merangkuman diantaranya, (1) sains adalah sebuah cara untuk memperoleh sesuatu yang dapat diterapkan untuk sesuatu dengan didukung penuh oleh matematika sebagai bahasa komunikasinya; (2) sains diperoleh dari suatu sistem empiris sistematik yang dimulai dari keingin-tahuan dan permasalahan, kemudian observasi dan pengujian yang pada akhirnya dihasilkan suatu produk yang bermanfaat.
Dari diskusi yang dilakukan, penulis memperoleh catatan bahwa pada keadaan tertentu, matematika tanpa sains dapat menghasilkan produk. Pandangan penulis mengenai hal ini yaitu apabila pernyataan ini terjadi maka tidak terdapat hubungan komplementer antara sains dan matematika. Dari uraian tersebut, dapat diperoleh bahwa sains bersifat empiris atau didasarkan atas pengalaman–pengalaman yang diperoleh dari panca indra. Sedangkan matematika bersifat non-empiris atau tidak didasarkan pada penyelidikan secara sistematis tentang data-data indrawi yang konkret.
Oleh sebab itu, mempelajari matematika berbeda dengan mempelajari ilmu-ilmu lain seperti natural sains. Dalam mempelajari natural sains, pengamatan dan percobaan sangat diperlukan karena pada dasarnya ilmu tersebut mendasarkan diri pada hasil-hasil pengamatan, sementara untuk matematika pengamatan dan percobaan langsung kurang diperlukan. Matematika mempelajari relasi-relasi kuantitatif dengan mengabstraksi bermacam-macam pengalaman.
Oleh karena itu, penulis memperoleh korelasi antara natural sains dan matematika yaitu natural sains tanpa matematika akan berhenti pada tahap kualitatif yang tidak memungkinkan untuk meningkat ke penalaran lebih jauh. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa natural sains tanpa matematika tidak berkembang.
Selanjutnya, berkenaan dengan hakikat sains yang diperoleh dalam diskusi, Penulis mencoba memperkayanya dengan studi literatur. Makalah[1] menjabarkan tiga aspek hakikat sains yaitu sains sebagai produk, sains sebagai proses, dan sains sebagai sikap ilmiah.
Indikator sains sebagai produk diantaranya, sains bersifat objektif dan berlandaskan pada fakta empiris yang dapat diperoleh secara eksperimental, sains dibangun oleh apa yang telah ada sebelumnya namun apabila terdapat fakta baru maka sains sebelumnya akan berubah, dan sains berperan penting dalam teknologi dengan produknya berupa hukum, teori, fakta, konsep, dan prinsip.
Indikator sains sebagai proses diantaranya, sains bersifat sementara dan harus dapat diuji dimana sains yang diuji menjadi dasar kerangka berpikirnya, dan cara memperolehnya dimulai dari merumuskan masalah, mengajukan hipotesis, membuktikan hipotesis, dan membuat kesimpulan. Sementara, indikator sains sebagai sikap diantaranya sains bersifat konsisten namun terbuka terhadap ide baru.
Dari rangkuman tersebut, penulis mencoba menyusun kerangka berpikir untuk menjawab pertanyaan “apakah matematika termasuk sains?” dan “apakah sains itu Matematika?”. Dalam hal ini, yang penulis pertama lakukan yaitu mencoba mencari definisinya di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).
Dalam KBBI, matematika adalah ilmu tentang bilangan, hubungan antara bilangan, dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan sedangkan sains adalah (1) ilmu pengetahuan pada umumnya; (2) pengetahuan sistematis tentang alam dan dunia fisik, termasuk di dalamnya, botani, fisika, kimia, geologi, zoologi, dan sebagainya; (3) pengetahuan sistematis yang diperoleh dari sesuatu observasi, penelitian, dan uji coba yang mengarah pada penentuan sifat dasar atau prinsip sesuatu yang sedang diselidiki, dipelajari, dan sebagainya.
Dari dua definisi tersebut, dapat diperoleh pembeda signifikan diantara matematika dan sains adalah objeknya, dalam hal ini, objek dalam matematika adalah bilangan sedangkan sains adalah alam dan dunia fisik. Suatu pertanyaan yang muncul kemudian adalah ”apakah bilangan termasuk ke dalam alam dan dunia fisik?” atau “apakah bilangan adalah alat untuk menjelaskan alam dan dunia fisik?”. Hal ini berkorelasi dengan catatan dalam diskusi yaitu matematika merupakan suatu alat.
Menurut referensi[2], pandangan matematika sebagai alat merupakan perspektif yang lebih bersifat kontekstual daripada ontologis (berkaitan dengan hakikat dan struktur). Artinya ketika matematika digunakan sebagai alat, penalaran matematika internal dikesampingkan yang akibatnya terdapat aturan baku atau kondisi yang harus diperhatikan seperti kesesuaian, keefektifan, optimalitas, dan lain-lain. Dalam hal objek matematika terdapat dua aliran terkenal yaitu Platonism dan Aristotelianism[3].
Platonism mengaitkan objek matematika dengan suatu realitas dalam arti tertentu yang harus abstrak dan terpisah dari objek fisik, dan menganggap objek matematika sebagai hal-hal individual. Tetapi Aristotelianism menganggap simetri, rasio (penalaran), dan sifat matematika lainnya mampu mewujudkan banyak realisasi dalam realitas fisik, dan realitas lain apa pun yang mungkin ada. Berdasarkan hal ini, jika dipandang dari Aristotelianism dan dikaitkan dengan definisi sains dapat dimungkinkan matematika adalah sains.
Dari pandangan penulis dari perspektif ontologi, sebagian besar matematika telah memenuhi tiga aspek hakikat sains yang telah disebutkan sebelumnya. Namun, dari pengamatan penulis, matematika lebih menekankan kegiatan dalam dunia rasio (penalaran), bukan menekankan dari hasil eksperimen atau dengan kalimat lain, hasil observasi matematika terbentuk karena pikiran-pikiran manusia, yang berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran.
Selain itu, konten materi yang dipelajari dalam matematika tidak terindera (tidak dirasakan oleh panca indera manusia) sehingga hal ini membuat matematika berbeda dengan ilmu alam (natural sciences) seperti fisika, kimia, dan ilmu lainnya yang terkait dengan alam. Dalam hal ini, konten-konten dalam matematika cenderung berasal dari ide (gagasan) atau konsep di alam pikiran, yang dibahas, dikupas, dan didalami dari waktu ke waktu. Oleh sebab itu, kesimpulan penulis adalah matematika dapat dianggap sebagai ‘sains’ dalam arti suatu sistem pengetahuan, tetapi bukan bagian dari ilmu alam (natural sciences). Atau Secara sederhana Matematika adalah alat untuk mempelajari Sains itu Sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H