Mohon tunggu...
Bang Oke
Bang Oke Mohon Tunggu... -

Bang Oke (Sabang-Meroke) my country, right or wrong....\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Peduli Batas Negeri (1)

31 Agustus 2013   22:38 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:33 874
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

*) Bertandang ke Pulau Rondo

Siapa bilang batas negeri kita masih tak terawat seperti di masa lalu? Buktinya, ketika saya bertandang ke Pulau Rondo, salah satu Pulau Terluar Indonesia yang tertetak di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam akhir bulan lalu, pulau yang berbentuk tempurung kelapa ini ternyata sudah lama dihuni sepasukan penjaga perbatasan (Pamtas). Banyak patok dan tugu yang menandakan bahwa Pulau ini resmi milik NKRI.

Nama pulau Rondo memang tidak terkenal seperti Pulau Weh yang di atasnya terdapat Tugu Kilometer 0 (nol). Titik paling awal jika kita mau menghitung panjang dan lebar Indonesia.  Pulau Rondo adalah salah satu dari empat pulau kecil di Kab. Sabang selain Klah, Rubiah dan Seulako. Dibanding dengan tiga pulau kecil lain, Rondo posisinya paling jauh, sekaligus tempat pertemuan ombak Samudera India dan Selat Malaka.

[caption id="attachment_262703" align="aligncenter" width="400" caption="Dari kejauhan tampak seperlu tempurung kelapa, karenanya masyarakat setempat menyebut Pulau Rondo dengan nama Pulau Bruek. (Dok.pribadi)"]

1377962632285918828
1377962632285918828
[/caption] Inilah salah satu pulau terluar Indonesia yang terletak di Samudera Hindia dan berbatasan dengan Kepulauan Nikobar, India. Karenanya, Tugu Kilometer Nol, lebih tepat dibangun di pulau ini.

Bersama sejumlah relawan ‘Masyarakat Peduli Perbatasan Indonesia (MPPI)’ dari Jakarta, kami tiba di Pulau Rondo tanpa mengalami kesulitan apapun. Aksesnya begitu mudah karena banyak perahu nelayan dari Kota Sabang yang setiap hari merapat ke Pulau Rondo untuk mencari ikan tuna dan ikan marlin. Di sekitar pulau seluas 4 kilometer persegi itu dikenal sebagai habitat-nya kedua jenis ikanyang cukup mahal di pasaran ini.

[caption id="attachment_262705" align="aligncenter" width="519" caption="Akses ke Pulau Rondo melalui Pantai Iboih, Sabang dengan menumpang perahu nelayan setempat (Dok. pribadi)"]

13779627241485841222
13779627241485841222
[/caption]

Kami bertolak dari Pantai Iboih (Sabang) menggunakan perahu nelayan setempat. Meski terlihat dekat  (sekitar 14 mil laut atau setara 21 kilo meter dari Pantai Iboih), namun dibutuhkan waktu tempuh sekitar dua jam. Para nelayan di tempat ini paham benar dengan ”prilaku” ombak sepanjang jalan menuju Pulo Rondo. Waktu paling tepat menuju ke sana adalah di pagi hari, ketika ombak laut masih tenang.

Mendekati Pulau Rondo, tidak tampak adanya pemandangan pantai berpasir. Tapi langsung dikepung batu karang dan batu gunung. Mungkin itulah sebabnya, mengapa sebagian warga Sabang menyebutnya dengan nama Pulau Bruek. Nama ini muncul lantaran bentuk pulau ini dari jauh tampak seperti tempurung kelapa.

329 anak tangga

Pulau yang terkesan tak ramah ini ternyata sangat menggugah keingin-tahuan kita untuk menyusurinya lebih dalam.  Dari bibir pantainya yang tertutup karang dan batu gunung itu, telah dibangun 329 anak tangga yang memudahkan para pengunjungnya mendaki ke ketinggian. Pembuatan tangga permanen ini barangkali sejalan dengan tekad Pemerintah Aceh untuk terus menata Pulau Rondo sedemikian rupa sehingga Pulau ini dapat dihuni oleh masyarakat Aceh.

[caption id="attachment_262706" align="aligncenter" width="468" caption="menapaki 329 anak tangga menuju ke ketinggian Pulau Rondo (Dok . pribadi)"]

13779628422081516354
13779628422081516354
[/caption]

“Pulau Rondo perlu diisi oleh rakyat Aceh, generasi yang punya jiwa pertualangan untuk mengembangkan sektor pariwisata di sana,” kata Hayono Isman   dalam kunjungan kerja Komisi I DPR RI ke Aceh akhir Juni lalu. Mantan Menpora ini juga berharap adanya perhatian Pemerintah Pusat untuk memberdayakan Pulau Rondo, upaya menjadikan kawasan wisata karena alamnya yang cukup indah. http://www.beritadewan.com/antisipasi-terulangnya-kasus-sipadan-ligitan-pulau-rondo-harus-dikelola-dengan-baik/

Menapaki 329 anak tangga menuju puncak Pulau Rondo menjadi sebuah pengalaman yang menantang. Untunglah ratusan anak tangga ini berada di antara pepohonan nan rindang, sehingga para pendaki selalu terlindung dari sengatan terik matahari. Setelah menempuh separuh pendakian, kita akan menyadari bahwa Pulau ini ternyata sangat subur.

Di ketinggian tampak aneka pepohonan seperti mangga, kelapa, kecapi, kayu hutan, dan masih banyak jenis pohon lainnya yang tumbuh subur di atas 80 meter dari permukaan laut (dpl). Untuk mencapai bibir pantai, kita harus berenang sekitar 10 meter karena perahu kecilpun tak bisa merapat ke pantai yang berbatu karang ini.

Kebijakan Pengelolaan

Nama Pulau Rondo tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar.

[caption id="attachment_262711" align="aligncenter" width="459" caption="dok. pribadi"]

1377963187603491801
1377963187603491801
[/caption]

Disini terdapat titik referensi (TR) dan Titik Dasar (TD) 117, yaitu satu dari 183 Titik Dasar (base point) yang terletak di pantai-pantai terluar (di 92 pulau terluar) wilayah NKRI untuk mengukur batas Laut Teritorial sekaligus untuk menetapkan batas wilayah dengan negara tetangga.

Jauh sebelum itu, sebetulnya nama Pulo Rondo sudah masuk dalam dokumen negara sejak 1899, yaitu Besluit No.25 tanggal 18 September 1899. Arsip ini menguraikan kedudukan Gubernur  Belanda di Aceh beserta daerah di bawah kekuasaannya. Termasuk pulau Rondo yang menjadi bagian Kabupaten Sabang.

[caption id="attachment_262708" align="aligncenter" width="444" caption="Prasasti di Pulau Rondo (dok. pribadi)"]

13779630191936407610
13779630191936407610
[/caption] Di pulau ini ada sejumlah fasilitas yang dibangun Pemerintah kita, sepertimercusuar yang berdiri kokoh di puncak pulau, landasan helipad dan sebuah tugu sebagai tanda kepemilikan pulau oleh Indonesia. Tugu ini sudah direkondisi dan diresmikian oleh Menhan Poernomo Yoesgiantoro tanggal 3 Juli 2010 yang lalu.

Di Pulau ini juga terdapat dua kuburan tua. Konon, ini adalah kuburan warga Aceh yang meninggal saat melakukan perjalanan haji menggunakan kapal laut.

[caption id="attachment_262710" align="aligncenter" width="491" caption="basecamp Pamtas P. Rondo (dok. pribadi)"]

1377963118783426228
1377963118783426228
[/caption] Untuk menjaga Pulau ini dari itikad buruk negara lain, Pemerintah telah menempatkan 34 orang Satuan Tugas Pengamanan Pulau Terluar, terdiri dari 24 orang dari anggota Marinir TNI-AL  dan 10 orang anggota TNI-AD serta 3 orang petugas mercusuar dari Ditjen Hubla Kemenhub, sehingga jumlah penghuni tetap di pulau ini berjumlah 37 orang. Mereka menempati sebuah bangunan semi permanen yang dijadikan basecamp. Aktivitas Masyarakat

Sehari-harinya, Pulau Rondo menjadi tempat persinggahan para nelayan tradisionil  dari Banda Aceh dan Sabang yang mencari ikan tuna dan ikan marlin menggunakan perahu “pancung”. Sekitar pulau ini memang dikenal menjadi habitat dari dua jenis ikan ini. Potensi ikan ini sudah dimanfaatkan warga Aceh sejak zaman nenek moyang mereka. Pada musim angin barat, para nelayan menjadikan pulau ini sebagai tempat berlindung dari terpaan gelombang.

[caption id="attachment_262712" align="aligncenter" width="498" caption="penerangan pada malam hari menggunakan solar cell (dok.pribadi)"]

13779632603348761
13779632603348761
[/caption]

Pada malam hari, para nelayan dapat bercengkrama dengan para petugas Pamtas di bawah penerangan listrik  tenaga surya (solar cell). Mereka tampak akrab sambil sesekali menerima panggilan telepon genggam dari sanak keluarganya, karena dari Pulau ini sinyal telepon dapat diakses dari Kota Sabang. Para nelayan ini sama sekali tidak menampakan kekhawatiran atas perahu-perahu mereka yang terpaksa harus ditambatkan agak jauh dari bibir pantai, lantaran perahu-perahu itu tak bisa ditarik ke darat karena terhalang karang dan batu gunung.

Masalah utama di Pulau ini adalah tidak adanya sumber air tawar. Selain harus dipasok dari Sabang, mereka juga memanfaatkan air hujan yang ditampung di dalam wadah terpal. Jika pasokan terhambat dan tidak ada hujan, maka pengalaman tidak mandi selama beberapa minggu menjadi hal yang lumrah. Kalaupun terpaksa, mereka merasa cukup dengan mandi di laut saja.

Karenanya barangkali terasa mendesak pula untuk segera membangun dermaga kecil di bibir pantai Pulau Rondo, untuk memudahkan distribusi bahan pangan dan air tawar ke Pulau ini. Sekaligus untuk menambah daya tarik wisatawan yang ingin menikmati keindahan salah satu Pulau Terluar NKRI ini.  [Bersambung...]

Bang Oke -Kontrobutor  www.batasnegeri.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun