Sambil menunggu Pak Ibo datang aku berbicara kepada seluruh penumpang terkait rencanaku dan menyuruh Her untuk berhenti mengerjakan perbaikan pada minibus tua ini. Lukman setuju dan berkenan membantuku. Sementara itu anaknya, kevin yang sejak tadi mulai gelisah dan berpotensi asmanya akan kambuh terus memegangi tangan Prita dan Lukman.Â
Aku meminta Prita untuk lebih rileks dan menenangkan Kevin. Aku menyarankan agar Prita memutar youtube dan mencari video-video kesukaan Kevin. Untungnya dalam situasi ini Hp Prita masih bisa mengakses internet.Â
Selain itu aku meminta Lukman meninggalkan Hpnya sebagai alat pengganti senter bagi Kanaya gadis yang mulai gelisah karena gelap. Lukman juga meninggalkan tasnya yang berisi lotion anti nyamuk dan obat asma Kevin, ini untuk berjaga-jaga jika kevin tiba-tiba asma. Setidaknya Lukman bersama Pak Ibo yang masih memiliki Hp.
Lima menit kami menunggu Pak Ibo, tiba-tiba terdengar suara peluit dari kejauhan. Kami rasa itu milik Fred. Aku dan Lukman segera beranjak untuk memastikan apa yang terjadi.Â
Kami masuk ke bagian hutan yang lebih dalam. Tak lama kami berjalan aku dan Lukman menemukan Fred terjatuh dan tongkatnya patah. Kami berdua segera membawa Fred menuju minibus. Dengan alat seadanya yang dibawa Fred, aku mencoba membantunya.Â
Sampai akhirnya Pak Ibo datang dengan perbekalan yang kuminta. Setidaknya selama beberapa waktu kedepan kami tidak terlalu khawatir dengan urusan logistik. Lukman dan Pak Ibo segera berangkat setidaknya jika waktu yang kuprediksi tepat bantuan paling cepat akan segera tiba pukul 19.00, satu jam setelah hutan benar-benar gelap. Ini masih lebih baik dengan bantuan alat Fred yang ada di tas dan tambahan alat yang dibawa Pak Ibo.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H