Suara burung-burung hutan mulai menggema seakan memberi tahu jika sebentar lagi malam yang gelap segera menyelimuti. Minibus tua yang kami tumpangi masih mencoba membelah jalanan. Semua penumpang bus, sudah terlihat lelah dan beberapa diantaranya sudah terbuai oleh nyanyian alam senja. Sampai tiba-tiba bus yang membawa kami berhenti hingga membuat perjalanan kami harus terhenti.Â
Sudah sekitar 4 km kami meninggalkan hutan konservasi, setidaknya kami masih harus menempuh 31 km lagi agar sampai di penginapan. Aku dan Her turun mencari penyebab permasalahan ini. Her sebagai supir kepercayaanku dalam perjalanan ini, menduga permasalahan ada pada air radiator yang bocor hingga menyebabkan minibus menjadi overheating.
Sudah sekitar 10 menit Her mencoba memperbaiki kerusakan pada minibus, tapi keadaan masih tetap sama. Penumpang lainnya yaitu para wisatawan yang aku bawa, mulai terlihat panik dan harap-harap cemas. Wajar saja hari sudah semakin gelap dan kami belum keluar dari hutan. sementara itu hewan malam sudah bersiap keluar dari persembunyiannya, kami benar-benar tidak tahu bahaya apa yang mengintai kami jika kami tetap di sini.Â
Aku mencoba menghubungi dan meminta bantuan dari orang yang bisa aku mintai bantuan. Kabar baiknya temanku yang tinggal dikota dekat penginapan bersedia membantu, namun kabar buruknya dia baru bisa sampai sini sekitar 2 jam 15 menit dari sekarang dan hanya bisa membawa 4 orang dengan mobilnya. Aku mencoba mempertimbangkan dan mencari solusi lain.Â
Disaat yang sama Fred, salah satu wisatawan yang aku bawa ijin untuk buang air besar didalam hutan. Fred adalah penumpang paling tua diantara kami berdelapan. Dia seorang ahli biologi yangsudah biasa keluar masuk hutan, meskipun kakinya sudah tidak sempurna hingga harus menggunakan bantuan tongkat, dia masih tetap semangat dalam perjalanan ini.Â
"Ray, sepertinya akan susah jika aku membenarkan sendiri. Aku benar-benar tidak tahu harus ku apakan minibus ini. Sudah ku coba betulkan, tetap saja mesinnya mati. Kau harus cepat mencari bantuan." Keluh Her yang mulai terlihat putus asa dengan rasa bersalahnya.Â
"Iya Her, aku baru mendapat konfirmasi dari penjaga pondok hutan konversasi, dia bisa membantu dengan meminjamkan motornya dan menawarkan untuk menginapkan sementara para wisatawan, kira-kira butuh waktu 30 menit perjalanan pulang pergi kesana. Menurutmu sebaiknya kita bagaimana?". aku mencoba meminta saran dari Her, aku sendiri bingung dengan situasi ini. semuanya kurang memecahkan masalah, masing-masing memiliki kekurangan dan tidak bisa mengakomodasi kebutuhan semua penumpang.Â
"Aku ikut saja denganmu. Aku percaya kamu bisa memecahkan masalah ini lebih baik dariku". Ucap Her yang juga terlihat bingung, namun tetap mencoba meyakinkanku.
Waktu sudah pukul 17.43, Aku harus segera memutuskan apa yang sebaiknya dilakukan. Aku mencoba melihat peluang bantuan lain yang ada. Di depan kami ada kampung terdekat yang jaraknya enam Km dengan medan yang cukup berbahaya.Â
Setidaknya jika perjalanan pulang pergi ke pondok membutuhkan waktu 30 menit untuk menempuh jarak 4 km, maka untuk menempuh jarak 6 km butuh waktu 45 menit untuk perjalanan bolak-balik. Jika mencoba meminta bantuan, dikampung tersebut pasti penduduknya memiliki perlengkapan yang lebih memadai untukÂ
menghadapi kehidupan hutan belantara. Diantara penduduk pasti ada juga yang memiliki mobil, mengingat mobilitas manusia jaman sekarang yang tinggi. Selain itu juga dikampung tersebut sangat memungkinkan ada warga yang bisa membantu memperbaiki kerusakan pada minibus tua kami. Kawasan yang kami kunjungi tidak benar-benar pedalaman mengingat ada hutan konservasi yang bisa kami kunjungi.Â
Setidakya pemerintah sudah menjamah kawasan ini dan memberikan pemahaman terkait pentingnya hutan ini sebagai pusat konservasi. Warganya pasti sedikit banyak sudah mendapat pengaruh globalisasi dan kehidupan modern, maka hal-hal yang kami butuhkan sangat mungkin kami temukan.Â
Aku mencoba menghitung pilihan-pilihan yang ada yang paling bisa menyelesaikan masalah dengan tepat dan cepat. Menunggu temanku 2 jam 15 menit dari kota itu membutuhkan waktu yang sangat lama, dan masih menyisakan 4 orang lainnya disini yang membutuhkan bantuan.Â
Menerima tawaran pengurus pondok untuk menginapkan sementara para wisatawan, berarti membutuhkan tujuh kali bolak-balik untuk membawa semua penumpang. Hal ini sama dengan membutuhkan waktu 4 jam. Meminta bantuan ke kampung terdekat, maka setidaknya waktu tempuh paling lama 1 jam dengan medan tempuh yang sulit dan waktu mencari bantuan paling lama setengah jam dan paling cepat 15 menit.Â
Tepat 17.45 Aku memutuskan memilih opsi untuk meminta bantuan dari warga kampung terdekat dengan menggunakan motor bantuan dari penjaga pondok. Segera aku menelpon penjaga pondok.
"Halo Pak Ibo, saya jadi meminta bantuan bapak untuk menolong kami. Hanya saja pak, saya meminta bapak untuk meminjamkan motor bapak dan bapak sekaligus untuk mengantarkan teman saya meminta bantuan di kampung terdekat yang jaraknya 6 km, karena kami tidakÂ
bisa kembali ke pondok lagi." Ucapku langsung pada intinya.
Aku memintanya untuk menjadi supir sekaligus karena dia adalah orang yang sudah kenal daerah sini. Dia pasti sudah lebih mahir dan mumpuni untuk melewati jalanan yang berbahaya disini. dan teman yang ku maksud adalah Lukman. Salah seorang wisatawan yang kubawa. Dia adalah seorang pekerja kantor yang memiliki kemampuan komunikasi persuasif yang bisa diandalkan. Kurasa untuk meminta bantuan kepada warga, kemampuan Lukman sangat bisa dimanfaatkan.Â
Akan kucoba meminta bantuannya, aku yakin dia pasti mau karena dia memiliki karakter percaya diri dan juga sering merasa penting. Dengan kulibatkan dia dalam memecahkan masalah ini aku yakin Lukman akan dengan senang hati menerima.Â
"Oke mas Ray. Saya akan mengusahakan secepat mungkin sampai sana Mas". Jawabnya di ujung telepon.Â
"Owh ya pak, kalo boleh saya minta bantuan lagi, kami butuh air dan beberapa makanan, untuk mengembalikan tenaga dan energy kami pak. Dan barangkali bapak punya senter dan alat perlindungan di hutan yang bisa kami gunakan, kami akan sangat bersyukur jika bapak berkenan membawanya". Pintaku lagi kepada Pak Ibo, hal ini kulakukan untuk berjaga-jaga. Makanan yang kami miliki tinggal dua nasi kotak dan kami semua kecuali Fred tidak memiliki senter dan alat yang bisa melindungi kami jika sewaktu-waktu ada bahaya
"Siap mas, bapak segera meluncur".Â
Sambil menunggu Pak Ibo datang aku berbicara kepada seluruh penumpang terkait rencanaku dan menyuruh Her untuk berhenti mengerjakan perbaikan pada minibus tua ini. Lukman setuju dan berkenan membantuku. Sementara itu anaknya, kevin yang sejak tadi mulai gelisah dan berpotensi asmanya akan kambuh terus memegangi tangan Prita dan Lukman.Â
Aku meminta Prita untuk lebih rileks dan menenangkan Kevin. Aku menyarankan agar Prita memutar youtube dan mencari video-video kesukaan Kevin. Untungnya dalam situasi ini Hp Prita masih bisa mengakses internet.Â
Selain itu aku meminta Lukman meninggalkan Hpnya sebagai alat pengganti senter bagi Kanaya gadis yang mulai gelisah karena gelap. Lukman juga meninggalkan tasnya yang berisi lotion anti nyamuk dan obat asma Kevin, ini untuk berjaga-jaga jika kevin tiba-tiba asma. Setidaknya Lukman bersama Pak Ibo yang masih memiliki Hp.
Lima menit kami menunggu Pak Ibo, tiba-tiba terdengar suara peluit dari kejauhan. Kami rasa itu milik Fred. Aku dan Lukman segera beranjak untuk memastikan apa yang terjadi.Â
Kami masuk ke bagian hutan yang lebih dalam. Tak lama kami berjalan aku dan Lukman menemukan Fred terjatuh dan tongkatnya patah. Kami berdua segera membawa Fred menuju minibus. Dengan alat seadanya yang dibawa Fred, aku mencoba membantunya.Â
Sampai akhirnya Pak Ibo datang dengan perbekalan yang kuminta. Setidaknya selama beberapa waktu kedepan kami tidak terlalu khawatir dengan urusan logistik. Lukman dan Pak Ibo segera berangkat setidaknya jika waktu yang kuprediksi tepat bantuan paling cepat akan segera tiba pukul 19.00, satu jam setelah hutan benar-benar gelap. Ini masih lebih baik dengan bantuan alat Fred yang ada di tas dan tambahan alat yang dibawa Pak Ibo.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H