Akhirnya 22 Juli 2014, KPU menetapkan hasil Pilpres, Joko Widodo menang.... seluruh relawan Joko Widodo bersoak sorai, tapi sesuai dengan kesepakatan tidak ada yang turun ke jalan, pidato kemenanganpun dilakukan ditempat terpencil di pinggir laut, katanya untuk mendukung semangat kemaritiman... serba sunyi, tidak ada hingar bingar, malah kelompok Prabowo Subianto yang hingar bingar ... riuh rendah ... ada yang mendesak Allah SWT, bahkan ada yang percaya Allah SWT telah menitis ke diri sang capres.. mulai dari mobil lapis baja yang membawa berkas bukti sampai dukun yang memukul - mukul pilar-pilar di MK.... tetapi semuanya berteriak dengan nada yang sama KPU curang, tidak legitimate dan tidak syah..akhirnya masalah Pemilu melaju ke MK...
Bungkam Suara Rakyat lewat Delegitimasi KPU
Hujatan kepada KPU mengalir deras, hampir setiap hari di semua media ada pernyataan bahwa KPU tidak legitimate, KPU Curang dll, apa yang telah dilakukan KPU untuk mendorong Pemilu lebih demokratis seolah tidak ada artinya lagi, komisioner KPU yang bekerja siang malam untuk mengawal pemilu .. benar-benar menguap ditengah serangan media yang gencar .. membuat rakyat bertanya-tanya apakah benar KPU telah curang trus untuk apa curang? Trus untuk apa ada pemilu kalau KPU-nya curang? Rugi dong kalo ikut Pemilu...
Partisipasi dari rakyat yang luar biasa dalam Pemilu telah membuat ciut nyali kartel-kartel politik dan ekonomi, mereka sangat takut jika rakyat selalu sadar dalam melaksanakan pemilu dan berpartisipasi bukan hanya dalam memilih tetapi juga menggerakan mesin-mesin kampanye.., ini berbahaya bagi kelanggengan kekuasaan mereka, pasti akan ada banyak orang-orang "baru" yang menyusup dalam bidang yang mereka kuasai.
Jalan satu-satunya untuk melanggengkan kekuasaan mereka adalah dengan membuat rakyat tidak percaya kepada penyelanggara pemilu, munculnya ketidak percayaan rakyat akan memberikan efek antipati pada penyelenggaraan pemilu, yang berarti mereka dengan leluasa dapat menggerakkan mesin-mesin politiknya tanpa ada perlawanan, karena rakyat akan membiarkan saja apa yang terjadi. Kondisi ini pernah terjadi pada masa Pemerintahan Orde Baru, pada masa itu Pemilu bukanlah hal yang dianggap menarik karena yang menang pasti Golkar, dan yang ditunggu cuma siapa pemenang Pemilu di DKI, karena hanya di DKI kecurangan oleh para penyelenggara pemilu tidak berjalan dengan masif dan terstruktur.
Mau tidak mau harus diakui bahwa kelompok rakyat yang selama ini "mencueki" pemilu adalah kelas menengah, karena kesejahteraan yang mereka rasakan tidak bersentuhan dengan sistem politik secara langsung sehingga ada pameo "pemilu itu tidak mengenyangkan". Entah kesurupan setan mana, pada pilpres kali ini terjadi pertempuran yang seru antar kelompok di kelas menengah, aktor-aktor relawan di kedua kubu berasal dari kelompok kelas menengah, yang harus diakui memiliki pengaruh yang besar terhadap kelompok kelas bawah, seorang Bos dari perusahaan kecil yang hanya memiliki karyawan bijian sampai belasan tentu dengan mudah meyakinkan karyawannya untuk memiliki orientasi yang sama dalam pemilu, termasuk dalam memotivasi untuk berperan serta dalam pemilu.
Tuduhan yang diarahkan bahwa KPU Curang mau tidak mau menggiring opini rakyat bahwa telah terjadi kecurangan pada KPU apalagi intensitas brain stroming yang diberikan oleh Margurito dkk pada media Viva dan MNC Group sangat tinggi. Paling tidak sebagian besar kelas menengah di kubu Prabowo Subianto sudah dapat diyakinkan bahwa "KPU Curang", tinggal menunggu keputusan MK, jika MK memenangkan Prabowo - Hatta maka dari kelompok kelas menengah kubu Joko Widodo pasti akan muncul persepsi "MK Curang", tetapi andaikan Joko Widodo yang menang maka hembusan "MK Curang" akan berasal dari lawannya dan didukung oleh medianya.
Jika "MK Curang" dan "KPU Curang"
Inilah yang ingin dibangun oleh kelompok kartel politik dan ekonomi, mereka yang saat ini menguasai bisnis energi dan pangan sangat berkepentingan dengan munculnya persepsi ini, bahkan untuk melanggengkan kekuasan mereka dalam bisnis yang fundamental ini mereka bersedia untuk membuat media atau mengakuisisi media mainstream yang diharapkan dapat mengubah persepsi. Antusiasme masyarakat terhadap Pemilu harus dipangkas, karena dapat menyulitkan mereka, jika semakin banyak satria-satria piningit baru yang muncul kepermukaan. Tidak semua satria piningit ini dapat dibungkam dan dirubah jadi Limbuk atau gareng piningit dengan harta atau wanita, kadang kala mereka hanya mau dengan tahta... inilah yang membutuhkan biaya besar dan mempersulit keuangan mereka.
Membangun persepsi "MK Curang" dan "KPU Curang" merupakan cara yang murah dan mudah untuk memalingkan muka rakyat dari kedaulatannya, sehingga kemunculan para satria piningit ini dapat diredam dan kebijakan pangan serta energi dapat mereka kendalikan sesuai dengan kepentingannya... tentunya beserta kebijakan perpajakan. Rasa antipati rakyat khususnya dari kelas menengah akan memberikan keleluasaan bagi mereka untuk merebut kekuasaan politik dan pastinya akan diikuti oleh kekuasaan ekonomi pada sektor yang fundamental (pangan dan energi).
Pentingnya Membangun Persepsi Positif