Perubahan mulai terjadi saat saya menikah di umur 28, belum signfikan tapi pengaruh istri dan keluarga besarnya sangat kuat dan sedikit banyak membawa pengaruh. Tapi tetap saja belum membuat saya "ikhlas" untuk shalat 5 waktu.
Titik balik dimulai saat jagoan kecil saya Dahayu yang kami sayang, ternyata lebih di sayang oleh Allah di usia yang ke 3,5 tahun. Dunia seakan runtuh, saya gak bisa menjelaskan bagaimana perasaan saat itu, ketika bisa membaca dan melihat nama sendiri di batu nisan yang mengiringi nama almarhumah Dahayu.
Prosesnya tak langsung begitu saja, melewati banyak perjalanan, perenungan sampai akhirnya bisa menikmati nyamannya shalat 5 waktu. Pun sampai saat ini saya masih berproses, masih suka shalat dipenghujung waktu, tidak bergegas saat adzan berkumandang, tapi saya pastikan langkah ini sudah tak ragu untuk mengambil wudhu.
Saya mencari tobat dengan cara yang sederhana, tobat yang tidak memberatkan untuk saya, walau harus diakui dosanya sangat banyak. Tapi saya tidak mau proses tobat itu memberatkan, karena untuk sebagian orang, punya niat untuk tobat saja sudah bagus.Â
Kalau ada kalimat, Hidup Baru di Mulai di Umur Empat Puluh, saya bersyukur bisa sampai dititik itu dan diberi kesempatan untuk berubah.
Dari sekian banyak petuah, ceramah yang saya dengar dan lihat, hal tersulit bagi saya diawal adalah bagaimana shalat ini bukan menjadi kewajiban tapi kecintaan, bukan karena takut dosa karena gak menjalankan dan masuk neraka tapi jadi tempat curhat kepada sang penguasa langit dan bumi. Shalat bukan karena keterpaksaan tapi karena "kecanduan", ingin lagi dan lagi. Percayalah itu sangat sulit.
Beberapa hari sebelum tulisan ini dibuatpun, saya masih terbangun jam 8 pagi untuk shalat subuh, atau karena keadaan, saya shalat maghrib dekat waktu Isya agar bisa langsung satu kali ambil wudhu. Kemarinpun saya alpa shalat Isya, sibuk seharian, rebahan di lantai kamar, ketiduran dan terbangun saat adzan subuh dengan pakian yang belum ganti. Bodoh.., perbedaan yang terasa, kini saya sedih, kesel, rungsing dalam hati kalau terlewat ibadah, berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya.
Alhamdulillah, rasa "candu", cinta dan rindu untuk shalat sedikit demi sedikit tertanam dan tumbuh, entah bagaimana caranya. Saya hanya menjalani dengan pasrah, ihklas, menikmati proses tidak memaksakan bahkan untuk langsung tergerak diawal waktu untuk shalat.
Jadi tidak usah membayangkan saya yang tiba-tiba menggunakan baju kurung, pakai sorban, berjenggot tebal dengan peci sepanjang waktu. Tidak usah bayangkan juga saya yang bisa tiba-tiba fasih membaca Al-quran dan menceramahi semua manusia.Â
Bayangkan saja, manusia ini yang sudah berusia 40 tahun, tapi baru bisa menghapal tidak lebih dari 20 surat/ayat Al-quran ayat pendek dan baru bisa menikmati shalat 5 waktunya.
Beruntung sudah beberapa kali hatam Al-quran berkat guru ngaji yang sengaja dipanggil orang tua ke rumah.