Mohon tunggu...
Satto Raji
Satto Raji Mohon Tunggu... Wiraswasta - Freelance Worker for Photograpy, Content Writer, Sosial Media,

Belajar Untuk Menulis dan Menulis Untuk Belajar

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Artikel Utama

Menganalisis Kualitas Pertalite Lewat Pemakaian Pribadi

28 September 2022   15:20 Diperbarui: 29 September 2022   08:16 1039
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: BBM Subsidi Pertalite. Pertamina buka suara soal isu Pertalite jadi lebih boros sejak harga naik. (Foto: KOMPAS.com/STANLY RAVEL) 

Siapa yang gak kaget ketika tiba-tiba harga BBM khususnya Pertalite naik jadi 10 ribu rupiah?

Sebenarnya tidak tiba-tiba, sudah ada tanda atau vibe kenaikan BBM, tapi tetap saja begitu terjadi, jantung ini berasa dueegg.., nafas agak berat sampai akhirnya pasrah, ya mau gimana lagi, sudah keputusan penguasa.

Saya gak mau menghabiskan energi untuk protes, karena sepanjang pengalaman saya hidup di NKRI, sekeras apapun kita menolak, kemungkinan kecil BBM akan diturunkan.

Pun saya gak mau jadi pembela penguasa yang cari-cari informasi kenapa BBM harus naik, yang konon katanya harga BBM kita murah dibanding negara lain. Mending jalanin sajalah.

Justru yang menarik perhatian saya adalah, ketika netizen beramai-ramai mempertanyakan kualitas Pertalite yang diyakini menurun. Apakah benar menurun? 

Banyak yang curiga apakah karena warna yang berubah, mempengaruhi kualitas BBM "kebanggaan" rakyat Indonesia ini?

Menurut pakar mesin ITB, bahwa warna tidak mempengaruhi kualitas. Pertamina juga membantah bahwa ada perubahan spesifikasi Pertalite paska kenaikan harga.

Penurunan kualitas harus dites melalui laboratorium, tidak bisa secara subjektif atau perasaan saja.

Lalu apa yang terjadi? Apakah ini hanya perubahan kebiasaan pengguna Pertalite? 

Banyak pengguna Pertalite yang merespons, "Biasanya bisa sampai satu minggu, ini baru 4-5 hari sudah harus isi kembali".

Permasalahannya tidak ada yang secara detil menjelaskan konsumsi harian mereka seperti apa, berapa jarak yang ditempuh dan berapa liter mereka mengisi BBM.

Kalau patokannya nominal rupiah, tentu ini menjadi sangat tidak relevan. Logikanya, saat BBM harganya masih 50ribu rupiah kita bisa mendapatkan BBM sebanyak 6,53 liter.

Sedangkan paska kenaikan BBM menjadi 10 ribu rupiah, kita hanya mendapatkan 5 liter saja. Bedanya memang hanya 1,5liter, tapi ini sangat berpengaruh. Gak percaya?

Bayangin, dengan 1,5liter bensin motor Honda PCX bisa nempuh 70km, kurang lebih jaraknya Blok-M ke Kota Bekasi pulang pergi lewat Kalimalang.

sumber gambar: freepik.com
sumber gambar: freepik.com

Honda Beat lebih luar biasa lagi, bisa sampai 90 kilometer dengan 1,5liter bensin. Kurang lebih jarak yang ditempuh dari Terminal Blok-M sampai Istana kepresidenan Cipanas. Lumayan kan? Jangan macem-macem sama 1,5 liter pertalite gaess.

Gara-gara ini saya juga jadi penasaran ingin mengetes kualitas Pertalite, Bagaimana caranya? Saya punya kendaraan roda 4, Toyota Agya tahun 2015.

Di dashboard mobil ada indikator penggunaan bensin, yang saya yakin cukup valid. Jadi kalau di indikator menunjukkan angka 17, ini tandanya konsumi 1 liter bahan bakar bisa digunakan untuk perjalanan sejauh 17 kilometer.

Paska kenaikan harga, percobaan pertama saya beli BBM ketika indikator bensin sudah berkedip. Dari beberapa referensi kalau indikator bensin sudah berkedip atau tinggal sisa satu bar, di tangki bensin masih ada sekitar 4 liter bensin dan ini masih cukup untuk menempuh jarak 60 kilometer. 

Dikesempatan pertama saya mengisi sebanyak 26 liter. Dan ketika pertama kali indikator bensin kembali berkedip, jarak yang sudah ditempuh sejauh 441 kilometer. Berarti rasio pemakaian bensin saat itu kurang lebih masih diangka 1:17 (1 liter bensin, untuk jarak 17 kilometer)

Kesimpulan awal saya, kualitas Pertalite dipercobaan pertama tidak turun, tapi ada perbedaan dipercobaan kedua. 

Saat saya mengisi 13 liter, seharusnya bisa menempuh 221 kilometer, tapi indikator bensin sudah berkedip ketika baru nempuh jarak 200 kilometer, minus 21 kilometer. Tapi ini masih subjektif, bisa jadi saya yang terlalu cepat mengisi BBM.

Cara yang saya lakukan memang tidak terlalu valid, ada satu cara yang mendekati valid selain tentunya pemeriksaan lab, begini caranya.

Langkah awal adalah, setting kilometer atau trip perjalanan di angka NOL, lalu isi bensin secara full sampai luber. Lalu langkah selanjutnya adalah gunakan kendaraan sewajarnya dengan pemakaian sehari-hari. 

Setelah jalan 100-200 kilometer, kembali isi BBM secara full. Kemudian catat berapa liter pengisian kedua kali ini. Dan langkah penting selanjutnya adalah melakukan perhitungan.

Total kilometer yang sudah dijalani, dibagi jumlah liter pengisian kedua kali, ingat ya, bukan jumlah liter saat mengisi pertama kali.

Misal jaraknya 150 kilometer, lalu dibagi 10 liter pengisian kedua, hasilnya 15. Artinya rasio bahan bakar 1:15 (1 liter untuk penggunaan 15 kilometer).

Nah, tinggal dianalisa sesuai tipe kendaraan masing-masing, apakah sudah sesuai dengan standar penggunaan harian atau tidak. 

Kalau sudah coba mengetes dengan cara di atas, kabarin ya dan kasih tahu hasilnya seperti apa. Apakah benar kualitas Pertalite turun secara signifikan atau tidak?

Apakah normal atau ada perbedaan sebelum dan sesudah kenaikan?

Sekalipun ada perbedaan, jangan langsung ambil kesimpulan bahwa kualitas pertalite menurun. Sebab  gaya berkendara, kondisi lalu lintas, dan kondisi mesin mempengaruhi konsumsi bahan bakar.

Selamat mencoba...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun