Nahh, rupanya TVS Max 125 ini mau tipu-tipu saya. Sistim persnelingnya berbeda kawan. TVS Max 125 ini, seluruh arah rotasi clutchnya kebelakang. Jadi kalau mau gigi-1 kita congkel atau injak clutch kebelakang, begitupun untuk pindah ke clutch lebih tinggi. Hal sebaliknya kita lakukan (injak ke depan) saat akan menurunkan clutch ke gigi yang lebih rendah. Duuhh bikin malu saya saja TVS Max 125 ini.
Untung saya bisa cepat beradaptasi sehingga tidak ada hambatan berarti. Melihat penampakan body dan lekuk tangki bensin TVS Max 125 saya jadi ingat pabrikan jepang yang pernah mengeluarkan varian motor cowo bermesin 125cc. Ciri khasnya ketika diawal kemunculannya tidak dilengkapi dengan kick starter.
Handling TVS Max 125 ini termasuk mudah untuk bermanuver di kemacetan Jakarta, saya bisa dengan gesit mencari sela diantara jajaran mobil yang mengular di jalan. Iyyeesss,….ini kelebihan roda dua di Jakarta bisa selap-selip saat macet.
Untuk tarikan awal dan top speed, sepertinya TVS Max 125 tidak secara khusus di desain untuk hal ini. Karena menurut saya masih agak berat diputaran bawah. Dan saat akan mengejar top speed saya sedikit kewalahan untuk menyentuh kecepatan 80-90km/jam. Seharusnya maksimal speed bisa lebih, tapi saya sudah tidak nyaman karena getarannya sangat terasa ke sekujur tubuh. Saya harus jaga kondisi mengingat jarak yang cukup jauh menuju TVS Factory Karawang.
Kelebihan TVS Max 125 ini adalah tipe motor tangguh yang di kategorikan heavy duty. Dan merupakan motor yang paling irit dalam hal konsumsi bahan bakar. Mengalahkan varian bebek ataupun matic yang TVS produksi.
Upss sebelum saya lanjutkan ceritanya lebih dalam, kurang asyik kalau saya belum kenalkan “My Bro” baru saya yang datang dari luar kota dan baru bertemu untuk kali pertama. Ada kang Didno dan om Bas.
Kang Didno ini dari Cirebon, di awal perjalan dia cukup kesulitan untuk menyesuaikan dengan karakter persneling Apache RTR160 yang sulit untuk masuk ke posisi netral, dan akhirnya saya ketahui masalah susah netral adalah rahasia umum di varian TVS Apache. Namun akhirnya kang Didno menemukan motor yang pas untuk menemani perjalanan yaitu TVS Max125 yang jadi tunggangan saya di etape-1.
“Gampang pindah persenelingnya”. Ujar Kang Didno. Dan di tangan kang Didno, TVS Max125 tembus di topspeed 105km/jam.
Om Bas itu orangnya ramah dan mudah cair walau kita baru ketemu, ternyata dia ini hobi berat sama yang namanya roda dua dan punya beberapa koleksi dirumahnya. Kalau ngomongin motor sama om Bas gak akan selesai sampe 2 hari. Satu kata yang saya ingat saat penutupan acara.
“Event ini gak ada kekurangannya, justru kita nambah saudara”. Wahhh brotherhood banget daahh.