Saya tidak pernah tahu kapan mulai  jatuh cinta dengan Timnas Argentina. Yang saya ingat adalah aksi Diego Armando Maradona bersama argentina saat menjadi juara dunia ditahun 1986, ketika itu saya masih berusia 6 tahun. Dan setelah itu Argentina tidak pernah lagi jadi juara dunia sampai saat ini.
Selepas tahun 1986, Brasil selalu menjadi idola di Amerika Selatan. Bahkan Argentina hanya bisa dua kali menjadi juara Copa Amerika di tahun 1991 dan 1993, bandingkan dengan Brasil yang mengoleksi 5 juara Copa Amerika. Terkahir di tahun 2007. Sedihnya Argentina hanya bisa jadi runner-up saat Brasil menjadi juara.
Â
Tapi saya tidak pernah berpaling dari Argentina ke Brasil, walau konon nama pemberian orang tua untuk saya adalah karena kecintaannya pada salah satu sosok pemain Brasil di era tahun 1980. Tapi sekali lagi saya tekankan, untuk sepakbola, Argentina adalah cinta kedua saya. Sedangkan cinta pertama saya hanya untuk Indonesia.
Saya selalu mengikuti perkembangan para pemain Argentina, Kalau boleh jujur dari tahun ke tahun Argentina selalu punya komposisi pemain yang di atas rata-rata. Tapi entah kenapa prestasi mereka tidak secemerlang Brasil, walau dalam 2-3 tahun kebelakang Brasil pun juga sedang mengalami kemunduran. Semoga ini bukan tuah dari nama Argentina yang berarti Perak, yang bisa diasumsikan nomer dua setelah emas. Tapi setelah Brasil tersingkir saat fase group di Copa America 2016,membuat asa saya setinggi langit untuk Argentina agar juara.
Setelah era Maradona, saya banyak mengagumi pemain dari negeri tango ini. Sebut saja di barisan belakang dan tengah ada Javier Zanetti, Juan Sebastian Veron, Mascherano dan Angle di Maria. Di posisi striker siapa yang tidak kenal Claudio Caniggia, Claudio Lopez, Hernan Crespo, Gabriel Batistuta sampai Lionel Messi.
Untuk nama terakhir yang saya sebut merupakan sosok pemain yang tidak hanya luar biasa tapi juga loyal dan sosok yang tidak pantang menyerah. Garis hidupnya di dunia sepakbola hampir sama dengan legenda Manchester United Ryan Gigs.
Sama-sama di temukan oleh pencari bakat dan diajak bergabung diklub besar pada umur 13 tahun. Lalu di umur 17 tahun sudah di beri kepercayaan bermain regular di tim inti klub masing-masing. Bedanya, Gigs di Manchester United sementara Messi di Barcelona.
Yang membedakannya lagi adalah, saat Messi harus berjuang dengan kendala pertumbuhan fisik yang tidak seperti anak-anak pada umumnya. Yuuppss Messi di diagnosis mengidap deferesiansi hormon (kekurangan hormon pertumbuhan). Dan Messi terancam tak bisa tumbuh dengan normal.
Orang tuanya yang bekerja sebagai pekerja kelas rendah sudah hampir putus asa ketika harus terus menjalani suntik hormon untuk Messi. Â Sedikit demi sedikit uang tabungan terkuras dan barang-barang di rumah di jual untuk anak kesayangan mereka.
Messi yang tidak mengetahui hal tersebut tetap terus bermain bola dengan tekun. Kecintaan pada sikulit bundar disalurkan melalui tim yunior Newels Old Boys. Posturnya yang kecil tapi lincah dan gesit selalu menjadi perhatian semua orang.
Sesungguhnya banyak klub yang ingin meminang Messi dari usia dini, tapi mereka berpikir ulang begitu melihat postur Messi yang mungil untuk ukuran anak seusianya. Tapi tidak bagi Direktur Olahraga Barcelona saat itu, Carles Rexach.
Rexach langsung terkesima dengan kemampuan sikecil Messi dan langsung menandatangi kontrak diatas serbet untuk membawa Messi ke Barcelona. Ya, kontrak pertama Messi di tandatangani di sebuah kertas serbet. Di atas serbet itu pula dijelaskan bahwa Barcelona akan menanggung semua biaya pengobatan jika dia mau bergabung bersama Barcelona, yang tentu saja tidak ditolak oleh ayah Messi.
Akhirnya bocah 13 tahun itu tumbuh di akademi La Masia bersama teman satu anggkatannya Gerard Pique dan Cecs Fabregas. Perjuangan Messi di Barceolana tidak selalu mulus, di awal bergabung seringkali dia menangis sebelum tidur karena rindu kampung halaman.
Sang Ibu yang tidak ikut serta ke Spanyol menambah beban tersendiri bagi sikecil Messi. Belum lagi saat tahun 2003, dimana Barcelona terkena krisis finansial yang memaksa harus menjual beberapa pemain salah satunya Cecs Fabregas.
Lionell Messi pun jadi salah satu opsi pemain yang akan dijual, namun para pelatih yunior di akademi La Masia menolak hal tersebut dan tetap mempertahankan Messi. Terbukti karir Messi selepas tahun 2003 terus meroket. Dan akhirnya pada Oktober 2004 Messi memulai debutnya di La Liga melawan Espanyol, saat itu Barcelona di latih oleh Frank Rijkard.
Setelah 13 tahun berlalu Messi tetap menjadi andalan bagi Barcelona. Messi sadar bahwa dia berhutang terhadap Barcelona yang sudah membiayai pengobatannya. Dan dia pun berterimaka kasih pada Frank Rijkard yang memberikan kesempatan pada bocah berumur 17 tahun untuk memulai mimpinya jadi pemain bola profesional
Mimpi Messi yang belum terpenuhi adalah membawa Albiceleste menjadi jawara di tingkat regional (Copa America) maupun Dunia (WorlCup). Di usianya yang sudah menginjak 29 tahun, perhelatan Copa America yang ke 100 menjadi ajang pembuktian bagi Messi dan tim Tanggo untuk menjadi juara. Bukan tanpa alasan, karena 100 tahun lalu kompetisi ini pertama kali di gelar di Argentina. Â Jadi menjuarai Copa Amerika tahun ini merupakan kado sangat amat luar biasa bagi Argentina yang sudah cukup lama puasa gelar di level senior.
Bagi Messi sendiri, ini adalah kesempatan terbaik atau bisa dibilang terakhir kalau dilihat dari segi umur. Karena perhelatan berikutnya usia Messi sudah memasuki umur 30 tahun.Umur yang sedikit rawan bagi pemain bola pada umumnya, karena fisik dan kemampuan yang mulai menurun. Walau tidak menutup kemungkinan jika bisa melewati tahap ini dengan konsisten, Messi masih bisa saja bermain sampai umur 34 tahun. Seperti yang dilakukan Ibraham Zlatanmovich di piala eropa tahun ini.
Asa Argentina terbuka lebar saat mengawali langkah di Copa America dengan mengalahkan Chile 2-1, lalu disusul dengan menumbangkan Panama 5 gol tanpa balas yang memastikan Argentina menjadi pemuncak klasemen di group D dan berkemungkinan besar lolos kebabak selanjutnya.
Kalau saja di pertandingan terakhir Argentina bisa mengatasi Bolivia, minimal menahan Imbang maka dapat dipastikan Argentina lolos sebagai juara Group. Ini sedikit memudahkan langkah Argentina melewati babak selanjutnya. Karena di fase gugur akan melawan runner Up group lain (Meksiko atau Venezuela) sehingga berkemungkinan besar untuk mengakhiri puasa gelar internasional di copa America tahun ini.
Ayoo Messi, ayo Albiceleste,..kalau tidak sekarang, kapan lagi.
Â
Tulisan lain tentang Copa America
- Semifinal (hampir) Sempurna Copa America 2016
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H