Cerita dari Bapak, ternyata saat berhenti di dekat bengkel itu ia turun dari boncengan.  Tapi sungguh terlalu,  saya tak merasa dia turun. Tak ada  goyangan motor yang menunjukkan  yang membonceng turun  dari motor.
Bapakku berteriak. Menepuk-nepuk kan tangan. Â Hanya saja saya tak mendengarnya. Â Selama hampir empat kilo saya tak menengok sepion. Â Dan tak merasa Bapak tak ada di belakang saya. Â Padahal di perempatan depan Mapolres pun kena lampu merah dan terhenti sejenak. Â Tapi tak juga sadar, bahwasannya saya naik motor sendirian. Entah kenapa tak juga menyadari.
Bapak bercerita, kenapa ia turun? Katanya, ia mengira  akan ada yang harus diservis di bengkel itu.  Atau sekedar mengisi angin untuk ban.
Saya terangkan kepadanya,"Itu ngontrol nyala lampu depan. Â Kan lagi ada operasi lalulintas. Biar nggak kena tilang."
Karena ingat terakhir kali berhenti di dekat bengkel sebelum melintas gapura, saya kembali ke sana. Â Hujan lebat mengguyur. Tapi sebentar.
Pemilik bengkel yang tengah bekerja saya samperi. Â "Barangkali tadi lihat ada seorang bapak tua yang berjaket training warna biru langit di sini?"
Orang itu mengingat ingat. Saya ceritakan pula kejadian yang saya alami di depan toko roti itu.
"O, tadi ada orang teriak manggil- manggil. Terus sedikit berlari ke arah sana."
Ia menunjuk arah kota.
"Nuwunsewu, orangnya pakai masker hitam?"
"Ya, benar. Â Pakai masker hitam."