Merasa buruh atau bukan, Anda tetap layak menyimak kisah ini
JANGAN salahkan bunda mengandung, hanya karena sekarang dia menjadi OB: Office Boy. Bukan pula yang ia cita-citakan, lantas berarti kini terwujud. Ini hanyalah memanfaatkan kesempatan yang ada. Dan dia menjadi OB di bank terkenal. Jadi, biarpun statusnya OB, bila ada orang bertanya: kamu kerja di mana? Dia akan bisa menjawab: di Bank ITU. Dan orang percaya saja, setidaknya begitu, dari baju kerja yang dikenakan, lantaran bertuliskan Bank ITU.
Bank ITU yang ada di depan rumahku hanyalah anak cabang. Menempati bangunan satu lantai. Tidaklah terlalu luas, memang. Karyawan pun tak lebih dari sepuluh orang.
Sebenarnya, letak Bank ITU tidak tepat benar di depan rumahku. Agak ke selatan sedikit. Kira-kira sejauh sepuluh meter. Menghadap ke barat; diapit oleh minimarket, pada sisi kiri. Di kanannya ada kios pakaian dan warung bakso.
Dari ruang depan rumah, lewat balik kaca jendela, aku bisa jelas melihat aktivitas sisi depan Bank ITU. Termasuk si Office Boy-nya. Namanya Tolo. Tingginya sekitar 170 senti dan tidak bisa dibilang gemuk. Berkulit sawo matang, tapi cenderung gelap. Potongan rambutnya kekinian sebagaimana anak muda: semi mohawk. Pada awalnya aku melihat, dari tampilannya, ia laki-laki muda yang rajin. Namun, penjaga malam Bank ITU berkata padaku: si Tolo pemalas!
Sepertinya aku kecele, tertipu pada tampilan luar.
Suatu hari, aku berkunjung ke sebuah toko buku dan kertas. Di sana pula menyediakan jasa fotocopy. Pemilik toko, yang temanku itu bertanya padaku: “Kamu kenal OB Bank ITU?” Aku menjawab: Ya. Ia anak baru masuk kerja. Sekitar dua minggu lebih, jelasku kemudian.
“Ada apa dengan dia?” tanyaku balik .
“Dia kemarin fotocopy ke sini. Terus minta nota. Minta juga dibesarkan jumlah uangnya. Aku nggak mau.” Mungkin temanku ini tak mau ikut menanggung dosa.
“Biar karyawan kontrak, gaji OB kan lumayan?”
“Katanya buat nambah beli rokok.” Temanku geleng kepala.