Saryum membujuk Jinem agar sabar. “Tokek itu yang menjadi andalanku. Kamu duduk manis sajalah.”
“Tokek?”
“Ya, tokek!”
“Aku tak mengerti maksudmu!” Jinem mengukur dahinya, kemudian tangannya.
“Makanya, tunggu saja kelanjutannya.”
Jumat, pada keesokan hari, dari corong pengeras suara, Khotib berkhutbah bahwa telah marak perjudian togel di seantero kabupaten. Pemerintah sudah bergerak mengatasi penyakit masyarakat ini. Termasuk pihak kepolisian. Togel sudah tidak gelap lagi, lanjut Pekhutbah dengan suara datar. Sudah terang-terangan. Maka aparat sepakat akan bertindak. Per 1 April ini, tandasnya, pembeli, penjual dan bandar akan ditangkap.
Jinem yang tengah menyiapkan makan siang agaknya ikut menyimak khutbah jumat itu. Saryun yang tidak jauh dan tengah duduk menghisap rokok kretek, sepertinya tidak ambil pusing. Ia tengah melamun, membayangkan rasanya beli nomor buntut togel dan tembus! Hingga ia terhentak ketika Jinem meledakkan suara dari mulutnya yang giginya tanggal dan selebihnya menghitam.
“Kau sudah dengar Saryun!”
Lelaki itu menghadapkan wajah ke istrinya.“Belum!”
“Belum?”
“Ya, belum ada suara tokek!”