Mohon tunggu...
Sarwo Prasojo
Sarwo Prasojo Mohon Tunggu... Angin-anginan -

Suka motret, tulas-tulis dan ini itu. Dan yang pasti suka Raisa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bukan Pejantan Tangguh

13 April 2016   11:14 Diperbarui: 13 April 2016   11:19 535
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lelaki itu tertawa.  Perempuan itu amat tertekan.  Tangannya berusaha menyingkirkan tiap gerakan tangan lelaki kunyuk itu. 

Aku terkejut.  Dua lelaki yang ada di deret sebelah kiri dan dekat mereka juga malah tertawa.  Seperti tengah memberi semangat.  Kawannyakah?  Sangat pasti demikian adanya.

“Bajingan…!!!” batinku lagi.

Aku berpikir bagaimana menolong perempuan itu.  Ia mungkin menyesal kenapa pindah tempat duduk.  Tapi aku mengukur diri, aku bisa dilumat oleh  lelaki yang tubuhnya lebih besar dariku.  Belum lagi, dua temannya, yang sangat pasti akan membantunya jika aku melakukan tindakan melindungi perempuan malang itu.

Sopir melihat dari kaca sepion di atasnya.  Kondektur pun tahu.  Dalam malam yang  mulai pekat dan  angin yang mencuri masuk lewat celah kaca Bus, pelecehan itu sekali-sekali masih berlanjut.

Aku gelisah.  Aku melihat ke belakang.  Semua penumpang asyik dengan dirinya. Aku tidak tahu berapa jumlah yang ada, karena aku tak bisa melihat penumpang yang masuk lewat puntu belakang.  Mungkin mereka  tidak tahu apa yang terjadi.  Tetapi, seorang lelaki berkumis yang duduk tak jauh dariku, membuka Koran yang sedari tadi teronggok  atas pahanya. Kini ia pura-pura membaca.  Padahal, suasana tak terang, tak mungkin bisa mengeja huruf demi huruf.  “ Sompreeeeet!!!” gumamku.

Aku yakin, lelaki itu pun tahu ada kejadian buruk yang menimpa perempuan itu.  Ia  mungkin sama denganku, bertanya:”Apa yang bisa diperbuat di atas Bus?”  Hanya saja, ia bisa mengalihkan perhatian dengan korannya.  Sedang aku tidak.  Aku memikirkan perempuan itu.

Ketiga lelaki itu sekali-kali terbahak.  Sedang perempuan itu ingin menyingkir.  Aku memastikan apa yang ingin diucapkan kepada kami para penumpang: “Tolonglah aku!”

Sementara aku hanya menjawab dalam hati.  “Bagaimana caranya?”

Tidak ada alat yang bisa aku gunakan untuk menghentikan kekurangaajaran itu.  Pisau belati, pistol, palu atau apalah yang bisa membuatnya takut dan berhenti; itu tak ada dalam bawaanku.  Andai saja ada tali, aku bisa mendekati mereka,  kemudian melingkarkan ke leher lelaki itu cepat-cepat dan erat-erat.  Itu pun tak ada. 

Andai ada, apakah ada keberanian untuk bertindak?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun