“Itulah, mengapa saya menggambar warung itu. Tempat itu akan dirobohkan beberapa hari lagi. Dan saya entah bagaimana, apakah bisa ketemu Ibu lagi di sini atau tidak. Kan, tempat cari duit emak akan hilang. Entahlah, di tempat baru nanti. Bisakah Emak jualan lagi.”
Anak yang belum genap setahun ini ditinggal mati ayahnya karena kecelakaan itu, lantas menundukkan wajah. Matanya berkaca-kaca. Demikian juga Ibu Guru Susanti, yang tadi berbinar-binar, berubah sendu. Ia mengalihkannya dengan menunduk dan melihat kembali gambar warung milik Emak Jamal. Ia mengambil ballpoint. Ditulislah nilai angka delapan dengan tinta merah di bawah gambar warung itu.
Tidak ada lagi pertanyaan yang ia tujukan pada anak yang ada di hadapannya. Baginya sudah cukup. Cukup mengerti, mengapa ia menggambar warung itu.
____Bumi Cahyana, 28 Februari 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H