Mohon tunggu...
Sarwo Prasojo
Sarwo Prasojo Mohon Tunggu... Angin-anginan -

Suka motret, tulas-tulis dan ini itu. Dan yang pasti suka Raisa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Aku Datang, tapi Bukan di Kalijodo

15 Februari 2016   17:01 Diperbarui: 17 Februari 2016   12:00 354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Baturraden, ya!” Aku berikan jawaban atas pertanyaan supir taksi saat mulai duduk di jok belakang. Melewati Kampus Grendeng, kemudian Desa Rempoa, akhirnya masuk wilayah Desa Ketenger.

Kini laju kendaraan mendekati tempat tujuan. Beberapa plat mobil pribadi dari luar kota tampak mendahului taksi yang aku tumpangi. “Ke tempat itu kan, Mas?” sang supir bertanya sambil melihat spion di bagian atas ruang kemudi.

“Ya…, ke tempat itu!” Aku tahu maksud pertanyaan supir taksi. Dan dia pun mengerti dengan jawabanku.

Walaupun tidak dengan menyebut keterangan tempat. Cukup dengan: “tempat itu”, jika lelaki meluncurke Baturraden malam hari, pasti jadi tahu sama tahu. Apalagi kami laki-laki. Sepertinya bisa membaca pikiran satu sama lain.

Entah kenapa, hampir semua lelaki sangat peka wawasannya terhadap tempat semacam itu.

Berbeloklah taksi ke arah kanan, ke sebuah pemukiman dan berhenti. Sejenak aku menoleh ke kanan dan kiri di dalam mobil, hingga tangan kanan saya membayar ongkos taksi.

Oh, ini... yang namanya Gang Sadar. Akhirnya sampai juga di sini, batinku. Tempat yang sering menjadi cerita orang banyak. Dan baru kali ini aku injakkan kaki dengan degub jantung yang mengeras.  Tapi mendadak bimbang: maju atau mundur.

Sejenak aku berhenti langkah. Sungguh ini seperti atraksi pribadi yang mendebarkan. Yang menguji adrenalin seorang jomblo sejati. Aku mendekati warung yang terdekat, sekedar beli rokok. Seorang lelaki yang usianya sepantaran denganku ramah melayani. Kesempatan, pikirku. Mumpung belum ada orang lain di sini. “Mas, sini!” Aku melambaikan tangan.

Sejenak, aku berbisik padanya. Dia tersenyum dan manggut-manggut. “Baru ke sini ya Mas?”  Aku mengangguh pelan. Ya, kataku pelan.  Ia kemudian mengambil telepon genggamnya dan menghubungi seseorang. Tampaknya dia senang sekali dengan maksud saya. Tertawanya kencang. Logat bicaranya khas Banyumasan.

“Cepet maring ngeneh ya. Aja kesuwen, melasi tamune mengko!” Maksudnya, cepat ke mari ya. Jangan lama-lama. Kasihan tamunya nanti.

Tak sampai sepuluh menit, seorang lelaki paruh baya masuk warung dan menemui pemiliknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun