Mohon tunggu...
Sarwo Prasojo
Sarwo Prasojo Mohon Tunggu... Angin-anginan -

Suka motret, tulas-tulis dan ini itu. Dan yang pasti suka Raisa

Selanjutnya

Tutup

Dongeng Artikel Utama

Suara Rakyat, Burung dan Istana

30 Desember 2015   14:44 Diperbarui: 30 Desember 2015   18:55 1297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Raja, lelaki ini cekatan dalam bertindak. Setiap keluhan adalah asupan gizi bagi kepemimpinannya. Ia pun meminta sang Perdana Menteri menghadapnya.

“Perdana Menteriku. Rakyat yang sekian waktu yang lalu menghadap ke istana menyampaikan keluhan atas kicauan itu, mendatangi istana lagi. Mereka bilang, kicauan burung makin tidak terkendali. Apakah kamu mengabaikan permintaanku, dulu.”

“Yang Mulia. Saya sendiri tidak tahu bagaimana menghentikan kicauan itu. Ketika saya menyampaikan kepada burung-burung, bahwa Baginda Raja mendapat keluhan dari rakyatnya, mereka terdiam. Entah apa yang ada di dalam ‘pikiran’ burung itu saat mendengar berita itu,” jawab Perdana Menteri.

“Tapi mengapa, kicauan burung-burung itu semakin kencang. Dan kata mereka semakin menjadi-jadi?”

Sang Perdana Menteri menenangkan diri. Dipikirkannya matang-matang yang hendak diucapkan. Ia menyadari, tengah berhadapan dengan penguasa kerajaan. Ia tidak mau menggurui ataupun terkesan mempertahankan diri.
Ia menatap teduh ke arah Baginda Raja. Ia tata suaranya. Ia cari pilihan kata yang penuh kebajikan.

“Tuanku, Baginda Raja. Junjungan rakyat yang tiada henti mencintai. Raja yang memuliakan rakyatnya, agar suara mereka selalu didengar,” ia mulai merangkai kata demi kata. “Setelah saya menyampaikan itu kepada semua burung, mereka termenung. Mereka ingin sekali memenuhi keinginan Raja dan rakyat yang mengadap engkau, Yang Mulia. Burung-burung itu sudah tahu, bahwa Baginda Rajaadalah pendengar sejati suara rakyat. Maka, mereka tidak mau membangkang. Mereka berupaya untuk itu.”

“Tapi, kenapa kicauannya masih dikeluhkan rakyat kita.”

“Yang Mulia. Begini. Burung-burung itu sepakat untuk bersama-sama menengadah ke langit.”

“Untuk apa?” Raja menyela.

“Mereka meminta kepada yang mencipta kicau dirinya, agar suaranya tidak mengganggu lagi. Siang hingga malam burung-burung itu memanjatkan keinginan. Meraka menjadwalkan diri, ada yang pagi, siang dan malam. Meminta dan meminta. Sesunguhnya saya kasihan dengan mereka, karena jadi kurang istirahat."

Raja termangu-mangu mendengar penuturan sang perdana menteri. Sejenak ia berpikir mencari jalan keluar. Lantas ia berkata kepada petinggi kerajaan itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun