“Aku perintahakan kepadamu. Persiapkan perjalananku ke sana. Aku harus ke lokasi, sesegera mungkin. Lusa, harus berangkat” Kata Si Mandung, taktis memberi arahan.
***
Persiapan sudah matang. Pemimpin Telik Sandi langsung memberi laporan kepada Pemimpinnya. “Semua jalur perjalanan aman terkendali. Besok pagi sekali, Yang Mulia bisa langsung berangkat.”
Fajar baru saja menyingsing. Hawa dingin mencubit-cubit tulang. Pemimpin Negeri sudah siap dengan pengawalannya. Semua berangkat setelah Pemimpin Telik Sandi: Kucing Gunong, memberi laporan terakhir. “Siap, sekarang berangkat!”
Menjelang siang, rombongan sudah memasuki kawasan hutan lebat. Sepi dan menyeramkan. Kelelahan sudah tampak pada para pengikut. Tapi tidak bagi Si Mandung.
“Kenapa lambat sekali. Ayo Cepat!”
Semakin lama, sebagian rombongan tertinggal. Dan, Si Mandung semakin jengkel. Ia tengok ke belakang. “Kurang ajar kalian semua. Dasar pemalas!”
Kesabarannya pupus. Ditinggalkannya rombongan. Dia melesat berlari makin menjauh, di tengah hutan yang baru kali ini ia lewati.
“Au… Meoooong …….!” Teriakan itu menggema. Kemudian menghilang.
Rombongan, berlari kencang ke arah teriakan. Dilihatnya sang pemimpin itu telah masuk lubang dalam. Tak ada suara apapun dari sana. Tubuhnya menancap pada empat buah kayu runcing yang mengarah ke atas. Darah mengucur deras. Pemimpin Negeri Kucing mati seketika.
Semua anggota Telik Sandi keluar dari persembunyian. Mendekat. Mengamati situasi yang terjadi.
***
Si Mandung adalah kucing cerdik. Ia menguasai banyak hal rahasia tentang negerinya. Ia sosok yang dipercaya pemimpin yang terdahulu, yang tewas itu. Tapi diam-diam amat berambisi berkuasa.