Mohon tunggu...
Sarwo Prasojo
Sarwo Prasojo Mohon Tunggu... Angin-anginan -

Suka motret, tulas-tulis dan ini itu. Dan yang pasti suka Raisa

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Kucing Merah Jambu

16 Oktober 2015   09:38 Diperbarui: 16 Oktober 2015   09:51 651
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Ooahem”
Kucing itu menguap. Tenang, menyendiri di halaman, dekat teras gedung. Matanya menyempit, mulutnya memamerkan taringnya.  Tubuhnya tidak besar.  Tapi tidak juga kecil. 

Begitu keluar kantor, kucing itu membuntutiku. Bahkan sampai di tempat parkir sekalipun.  Kucoba menjauhkan kucing itu. “Hus, hus!” Ah, tetap saja ia terpaku. Aku jadi heran sendiri. Kenapa tak mau pergi.

Sejujurnya, aku bukanlah pecinta kucing. Tapi tidak pula membencinya. Aku hanya tidak suka bau kotorannya. Juga, cara dia menempatkan kotorannya. Tapi aku kan tak bisa protes ke kucing. Wong, bisa jadi dia sendiri tak mau seperti itu.

Kucing itu berwarna jambon. Ya, merah jambu itu. “Kenapa, ada kucing berbulu jambon?” Aku baru kali ini bertemu dengan yang seperti ini.

Saat dia terdiam “nggelesor”, aku mendekatinya. Dia tetap diam. Atau setidaknya pura-pura diam. Saya elus-elus kepala hingga ke punggungnya. Ia pun tambah diam. Atau setidak-tidaknya pura-pura tambah diam. Malah matanya merem melek.  Keasikan.  Timbulah rasa iba.  Apa boleh buat, aku bopong kucing itu, kemudian berkendara bersamanya pulang ke rumah.

Istriku kontan mendelik. Perempuan ini paling tidak suka dengan kucing. Termasuk gambar kucing sekali pun. Sulit bagi dia menceritakan, kenapa.

“Aku kasihan Say, sama kucing ini” Aku katakan padanya, bahwa kucing itu mengikuti seusai jam kerja.
“Aku kan nggak tega. Dia sendirian seperti sedang mencari teman. Mungkin dia punya rasa, kitalah teman terbaiknya nanti.”

“Huh” suara keluar dari mulut istriku.

Reaksi istriku begitu, tapi dia tak tahu harus bagaiamana. Kucing itu sudah ada di rumah. Di depan matanya.

Aku jadi lupa dengan lelah sehabis kerja. Si Jambon itu, bisa mengalihkan perhatian. Setidaknya pada sore itu. Tidak ada pilihan, selain membiarkan anggota keluarga baru itu lalu lalang di rumah. Setiap kepergok, berpapasan, istriku minggir. Atau diam sejenak.

Aku belum tahu, bagaimana cara memelihara kucing. Aku carikan saja sebuah wadah kosong di gudang. Sebuah selimut kecil di lemari saya ambil. Jadilah, tempat tidur untuk si Jambon.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun