Mohon tunggu...
Sarwo Prasojo
Sarwo Prasojo Mohon Tunggu... Angin-anginan -

Suka motret, tulas-tulis dan ini itu. Dan yang pasti suka Raisa

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Balada Sebuah Sapu Lidi

11 Agustus 2015   13:23 Diperbarui: 11 Agustus 2015   13:23 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diambilah aku. Dibawanya mendekati perapian yang tengah membara.  Perasaanku tak karuan.  Belum usai menahan hajaran dari tuan.  Sekarang aku dibawanya, ke tempat yang menakutkan untuk aku, Si Sapu Lidi ini.

"Tuan, jangan Tuan.  Apa salahku.  Bukankah aku ini sudah berbulan-bulan mendampingimu.  Menemanimu kerja.  Pagi dan malam!"

Rontaku tak digubris.  Ijuk tak sadarkan diri melihat aku seperti ini.  Gelagah menampakkan kecongkakannya dari kejauhan.  Tanda ia merasa memenangkan permainan yang dibuatnya.

Semakin mendekat bara api, aku semakin takut.  Ini tinggal empat langkah lagi.  Tuanku tetap dengan niat yang sudah kukuh.  Aku dilempar ke api yang membara.  Merontokkan ikatanku. Mencabik-cabik panjang tubuhku.  Menjadikanku abu yang mudah tertiup angin dan menyebar ke mana angin berhembus.

Sekarang, aku sudah kehilangan wujudku. Tidak ada yang bisa mengenaliku lagi.

Akhirnya, aku harus menerima takdirku untuk sirna.  Walau dengan cara yang sama sekali tidak aku mengerti.  Aku sudah berada di alam lain.  Tidak dalam kasat mata dalam bentuk semula.

Aku tidak membenci Tuanku.  Aku hanya benci pada mulut busuk Si Gelagah.  Hawa panas yang keluar darinya, telah mengibas-ibas amarah  Tuanku.  Sekali lagi aku tidak mau dan tidak akan membencinya.

Karena Tuanlah, aku kenal Pak Sodik penjual Soto Jalan Sudirman.  Cak Narto penjual pecel lele Lamongan.  Kang Dimin pedagang Dawet Ayu Banjarnegara dan sederet nama lain yang bisa kami temui sepanjang jalan protokol di kota kami.  Mereka sahabat kami.  Mereka senang berbagi.  Memberi sebungkus yang mereka jual. 

"Untuk yang di rumah" kata mereka biasanya.

Tuankulah yang membuat aku terkenal di media sosial.  Foto bersama saat menerima penghargaan dari Pak Walikota menjadi trending topic.  Betapa aku gembiranya saat itu.  Pak Walikota menepuk-nepuk badan Tuanku, dan juga kepadaku.  Rasanya sesuatu banget di tepuk Pak walikota.  Padahal, aku cuma sebuah Sapu Lidi.

Tuanku pula yang menjelaskan kepadaku tentang sebuah pertanyaan yang aku sampaikan kepadanya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun