Desa Sirau merupakan salah satu wilayah di Kecamatan Karangmoncol Kabuaten Purbalingga Jawa Tengah, Wilayah yang berbukit pada ketinggian 750 - 950 MDPL berhawa sejuk. Mata pencahariaan sebagian warganya adalah bertani dan mengelola hasil pertanian salah satunya adalah kerajinan sapu Gelagah Arjuna
Bahan baku sapu yakni Gelagah Arjuna didapatkan dari bertani disekitar hutan rakyat milik perhutani dengan sistem bagi hasil, yakni patani mengelola hutan pinus dengan cara tidak menebang pohon sembarangan dan petani menamaminya lahan dibawah hutan.
Dari hasil gelagah ini dibuat sapu pemersih rumah, yang dijual bukan hanya di wilayah Purbalingga, namun sudah diekspor ke luar daerah seperti Bandung, Cimahi, Tasikmalaya dan Kabupaten sekiar seperti Banyumas, Pemalang dan Banjarnegara Omset sebulan satu pengrajin bisa mencapai 50 juta rupiah, dengan jumlah produksi sehari bisa mencapai 1.000 buah sapu, siap pakai.
Sapu Sirau dijual sekitar 7 ribu-8 ribu rupiah, sapu Sirau memang lebih murah dibandingkan dengan produk-produk sapu lainnya. Hal tersebut dikarenakan bahan baku ditanam sendiri oleh para pengrajin sapu. Sehingga bahan baku tidak dihitung sebagai modal, hanya gagang sapu dan tali, pewarna  serta tenaga kerja yang dihitung sebagai modal.
Harga membuat satu sapu dihargai seribu rupiah, pengrajin yang sudah terampil satu harinya bisa mendapatkan 1.000 buah sapu. Sehingga rata-rata upah buruh pembuat sapu sekitar seratus ribu rupiah. Dan disana sudah dikasih makan dan minum sama pemberi upah, kadang kalau pesanan melimpah sehingga dilakukan secara gotongroyong antar para pengrajin.
Satu pengrajin bisa memperkerjakan sebanyak 10 orang buruh pembuat sapu. Dari tanaman Gelagah Arjuna yang tumbuh subur dibawah, pohon-pohon pinus bisa membuat geliat pertumbuhan ekonomi masyarakatnya. Masyarakatpun sudah banyak yang mempunyai kendaraan roda empat yang digunakan untuk mengangkut hasil sapu untuk dijual ke luar daerah.
Dirun salah satu Bos Sapu di Sirau yang sekaligus sebagai kepala desa tersebut mengatakan awal pendemi agak perpengaruh terhadap pendapatan para pengrajin, namun sakarang sudah mulai stabil. Sehingga geliat perekonomian warga Sirau mulai begerak dan harapannya bisa menopang untuk kesehariannya.
Walaupaun bahan baku melimpah namun jika saat paceklik, menurut Dirun bahan baku bisa melambung tinggi, sehingga sama untuk menjaga harga Glagah Arjuna tetap stabil, Pemdes Sirau menggerakan Bumdes untuk melakukan pembelian Glagah Arjuna saat panen dan menjualnya saat tidak musim panen.
Satu kuintal glagah arjuna  jika panen sekitar 800 ribu rupiah dan jika musim paceklik bisa mencapai 1,5 juta rupiah. Sebelum dibuat sapu glagah arjuna harus di keringkan dulu sampai benar-benar kering kemudian dipilah dan dipotong sesuai dengan besarnya sapu yang akan dibuat. Semakin lama glagah arjuna disimpan maka semakin baik kualitasnya, namun jangan sampai terkena air hujan atau terlalu lembab, karena bisa rusak dan berjamur.
Dirun mengakui bahwa sapu Sirau masih belum bisa untuk ekspor dikarenakan belum memenuhi standar kualitas ekspor. Hal tersebut dikarenakan cara membuatnya agar ribet dan harus ditimbang terlebih dahulu. Sedangkan para pengrajin selama ini berpikiran bagaimana sapu cepat laku sehingga mereka cepat mendapatkan bayarannya, guna mencukupi kebutuhan sehari-hari.
"Kendala lainnya kadang sapu yang tidak sesuai dengan standar dikembalikan sama pembeli sehingga membuat dua kali kerja. Pembayarannya pun agak tersendat, sehingga jika tidak mempunyai modal besar maka bisa gulung tikar. Sehingga kita pasrah saja karena kita sudah punya pasar masing-masing, yakni untuk golongan murah meriah," pungkasnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H