[caption id="attachment_283441" align="aligncenter" width="220" caption="The Cormorant, by Miyamoto Musashi---http://secondat.blogspot.com/2008/01/miyamoto-musashi.html"][/caption]
*
Miyamoto Musashi, sang pengelana, pada satu malam pergantian tahun dalam masa perburuan jatidirinya pernah merenung-renung tentang makna “Ada”. Ia mencari jawab atas kegamangan eksistensial: Dengan cara apa aku mampu mengatasi diriku sendiri?
*
Ia berpikir keras merumuskannya. Lalu ia menemukan ilham dan menuliskan niat di lembar catatannya: Aku tak akan menyesali apa pun.
*
Ia berkontemplasi untuk menguji kalimat itu. Dan karena dunia dalam anggapannya begitu dipenuhi kehancuran serta duka yang nyata, dengan kata lain amat beralasan buat disesali, ia menggantinya jadi: Aku tak akan menyesali semua yang kuperbuat.
*
Ia nyaris puas atas pernyataan itu. Namun lagi-lagi ia meragukan esensinya. Manusia ialah subjek ringkih yang dilekati kesalahan-kesalahan. Maka dihapusnya pula baris janji yang terakhir ini karena dirasanya segala khilaf memang selalu harus disesali dalam perjalanan membangun cita-cita.
*
Lantas ia membeku. Tak mengerti lagi bagaimana cara menjanjikan sesuatu bagi dirinya sendiri dengan ikrar teguh tanpa terbantahkan.
*
Pada titik ini langit tiba-tiba seperti memberikan pencerahan baru padanya. Sebuah “wahyu” terbit di malam kesendiriannya itu. Ia hampir gemetar ketika menerimanya. Angkasa terasa dekat, lebih hening. Akal dan sukmanya terhimpun dalam keselarasan kosmik.
*
Ia kemudian mencatat: Aku tak akan melakukan sesuatu yang kelak kusesali.
*
Hanya sejak itu saja ia tak pernah mengubah ikrarnya lagi.
*
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H